❃❃✧༺♥༻✧❃❃
Satu persatu apa yang ingin aku beli mulai masuk ke dalam troli. Begitu juga dengan Ara, dia paling antusias memilah-milah apa yang kadang kami beli setiap bulannya.
Mika pun tak mau kalah, padahal tadi dia tak ada niatan untuk belanja, tetapi sekarang dia juga ikut mendorong troli yang mulai terkumpul semua belanjaannya.
"Bunda, Ara boleh beli cokelat nggak?" Ara menoleh ke arahku saat melihat cokelat berbungkus cokelat bergambar kacang di sana.
Tangannya sudah memeganginya dengan wajah yang terlihat begitu memohon, "boleh ya, Bunda. Please," Ara begitu memohon. Matanya terus berkedip-kedip dan terlihat sangat menggemaskan.
"Kok cokelat lagi, katanya kemarin nggak akan beli cokelat lagi. Kalau giginya sakit gimana kayak kemarin?" Aku membungkuk ke arah Ara.
Wajahnya langsung menunduk pasrah. Sebenarnya aku juga tak mau terlalu membatasi apapun yang dia makan, tapi masalahnya kemarin dia langsung sakit gigi setelah makan cokelat. Sampai-sampai kami tidak tidur semalaman karena Ara terus menangis.
"Baiklah, Ara nggak akan minta cokelat lagi," Ucapnya lagi. Terlihat dia tersenyum ke arahku, tapi dia juga terlibat sangat sedih.
"Ya sudah, Ara mau cokelat kan? Bunda beliin tapi yang kecil. Dan Ara harus langsung sikat gigi setelah memakannya, oke princess Bunda."
Tak akan tega aku kalau harus menghapus senyum yang ada di bibirnya. Semoga saja apa yang terjadi kemarin tidak akan terjadi lagi nanti.
"Beneran boleh, Bunda!" Senyumnya telah kembali dengan ceria. Kebahagiaan yang seperti apa lagi yang di inginkan oleh seorang ibu kecuali bisa melihat anaknya selalu tersenyum seperti ini.
'Semoga saja senyummu akan selalu ada di setiap saat, Nak. Bunda akan sangat tersiksa jika kamu harus menderita.'
Aku mengangguk mengiyakan. Kebahagiaan Ara membuatku lebih bahagia. Hingga aku tak bisa menahan untuk tidak tersenyum lapas.
"Tetaplah bahagia seperti ini, Nay," Aku menoleh saat Mika menyentuh bahuku di sebelah kanan. Aku mengangguk, meski belum ada keyakinan untuk bisa selalu seperti ini tapi akan selalu aku usahakan. Semua ini demi Ara. Ara.
"Yee! Tante, nanti di taman kita makan cokelat bareng-bareng ya sama Bunda." Ujarnya.
Aku juga Mika mengangguk bersamaan. Tentu kami akan kabulkan permintaan Ara yang sangat sederhana ini. Makan cokelat dan menikmati keindahan taman yang mungkin ramai akan pengunjung.
Saking senangnya bahkan Ara menggenggam terus cokelatnya. Dia terlihat lucu saat Mika menjahilinya dengan bilang mau memintanya. Jelas dia langsung menolak dan menyembunyikannya si dalam sweater-nya. Benar-benar sangat menggemaskan.
Selesai dengan semua belanjaan kami bergegas pergi ke kasir. Tentu untuk membayar semua belanjaan kami.
"Ara sayang, sini cokelatnya. Biar di lihat dulu sama kakak cantik," Pintaku dengan mengulurkan tangan meminta cokelat itu yang masih setia dia sembunyikan.
"Nggak mau, nanti di minta sama tante Mika, Bunda." Tolaknya. Sungguh sungguh si kecil yang menggemaskan. Dia belum bisa membedakan mana yang beneran dan mana yang hanya gurauan. Yang dia pahami hanya dia tidak mau sampai apa yang dia miliki di minta oleh orang lain.
"Tidak, Sayang. Tante tidak akan minta. Kan tadi tante Mika juga sudah beli sendiri. Mana sekarang cokelatnya kasiin Bunda," Aku harus berusaha untuk membujuknya. Semua ini gara-gara Mika, kalau dia tidak bergurau tadi pasti Ara tidak akan seperti ini.
"Tidak kok, Sayang. Tante sudah punya. Lihatlah, punya tante lebih besar. Atau kamu mau kita tukeran saja?" Tawar Mika. Tangannya sudah mengambil cokelat merek sama tapi ukurannya lebih besar dari milik Ara di dalam kantong kreseknya.
"Mau?" Tawarnya lagi dan menyodorkan cokelat milik Mika.
"Mika, itu kebesaran."protes-ku.
"Tidak apa-apa, Nay. Lagian Ara juga tidak akan mungkin kan makan semuanya. Ayolah, kalau tidak kapan kita bisa keluar dari sini. Tuh lihat! Yang antri banyak."
Aku ragu menerima saran dari Mika. Ara bukan anak yang seperti itu. Dia akan menghabiskan apa yang dia suka terlebih lagi itu adalah miliknya sendiri.
Tapi benar juga sih, apalagi melihat deretan orang yang sudah antri untuk membayar belanjaan mereka juga.
"Baiklah," Aku pasrah.
"Sayang, cokelatnya tukeran sama punya tante Mika ya." Pintaku.
Ara mengangguk tanpa berpikir panjang. Mungkin karena dia sangat senang bisa mendapatkan cokelat yang lebih besar.
Tak butuh waktu lama untuk menghitung semua belanjaan dan membayarnya. Setelahnya kami benar-benar keluar dan menuju parkir. Memasukkan semua belanjaan di dalam mobil Mika lalu bergegas ke taman seperti yang aku janjikan pada Ara.
Terlihat Ara sangat senang, bahkan dia terus bernyanyi di dalam mobil menirukan lagu anak-anak yang di putar oleh Mika.
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
Kami begitu bahagia saat berada di taman. Menikmati kebersamaan dengan sesekali bercanda gurau hingga menumbuhkan sebuah tawa.
Ara yang terlebih bahagia. Dia terus bermain-main di tempat wahana gratis yang memang sudah di siapkan dari awal pembangunan.
"Bunda! Foto Ara dong!" Teriakannya sangat keras saat berada di atas sebuah perosotan dan sudah siap untuk meluncur.
Aku mengangguk sembari tersenyum, melangkah pelan dengan juga mengambil ponsel yang ada di dalam tas.
Aku ambil beberapa potret foto yang tengah tersenyum bahagia. Ara yang tengah tertawa saat bisa meluncur bebas tanpa hambatan dan bisa sampai di bawah dengan selamat. Sebenarnya aku sangat was-was, tapi aku tak bisa melarangnya kecuali hanya mengingatkan untuk hati-hati.
Aku tersenyum melihat hasil jepretan ku. Sungguh manis sekali bidadari kecil kebanggaan ku.
"Loh, Ara?" Aku bingung karena tak melihat Ara lagi di hadapan ku. Aku menoleh ke arah Mika dan ternyata dia juga lagi sibuk dengan ponselnya dan duduk di salah satu bangku yang kami pilih tadi.
"Ara! Ara!" Teriak ku. Aku mulai mencari. Berjalan ke sana-kemari untuk mencari Ara yang tiba-tiba menghilang.
"Nay, Ara kemana?" Akhirnya Mika sadar juga kalau aku lagi kebingungan mencari Ara yang menghilang.
"Aku tidak tau Mik. Tadi dia ada di sini dan minta di foto. Tapi saat aku melihat fotonya sebentar dia sudah tidak ada. Dia kemana, Mika? Aku sangat takut," Jelas aku sangat takut.
Aku takut kehilangan Ara, harta satu-satunya yang paling berharga.
"Kamu tenang dulu, Nay. Ara pasti tidak apa-apa. Dia pasti ada di sekitar sini. Lebih baik kita berpencar sekarang." Aku mengangguk. Yang di katakan Mika benar, dengan berpencar pasti akan lebih cepat menemukan Ara.
Aku berlari ke sebelah kanan sementara Mika ke sebelah kiri. Aku terus berteriak, bertanya pada orang-orang yang aku temui dan memperlihatkan foto Ara barusan.
Sejumlah orang yang aku temui sama sekali tak ada yang melihat Ara. Tak tau kemana Ara pergi.
"Astaghfirullah, sayang kamu ke mana?" Tanyaku bingung. Aku kembali berlari dan terus menanyakan pada orang-orang.
"Ayah! Jangan tinggalkan Ara! Ayo kita pulang, Ayah!"
Suara mungilnya aku dengar. Ayah? Apakah itu artinya Ara melihat Mas Aditya? Cepat aku berlari menghampiri tempat arah suara Ara.
"Ara! Ara!" Teriak ku lagi.
"Ayah! Ayo kita pulang!" Suara itu semakin jelas aku dengar. Membuat aku semakin tak sabar untuk cepat sampai.
Jantung ku sudah berdetak tak karuan, apakah aku siap bertemu dengan Mas Aditya, mantan suami ku? Ya! Dia hanya mantan sekarang. Tapi untuk Ara? Tak ada kata mantan ayah. Tidak ada.
Tinnn....
"Araaa!!" Teriak ku begitu melengking saat melihat Ara di tengah jalan. Bukan itu saja, tapi melihat motor yang melaju begitu cepat menghampiri Ara.
"Araaa!!"
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Diaz
semoga Ara baik baik saja 🤲
2023-01-15
2
•§¢•✰͜͡v᭄𝕬𝒓𝒚𝒂 𝑲𝒂𝕬𝖗⃠
ya Alloh Ara.. semoga ngga apa2 ya.
apa yg di lihat Ara beneran ayahnya
2022-12-12
3
𝙍𝙖𝙝𝙢𝙖𝙣𝙞𝙖✧・ 。゚★: *.
Siapa yg d lihat Ara ya, apa kah itu ayahnya atau mmg org yg mirip dy
2022-12-12
1