❃❃✧༺♥༻✧❃❃
Aku yang menghancurkan semuanya dan kini aku juga yang harus membersihkannya yang jelas ada Mika yang masih setia membantuku untuk menyingkirkan semua yang hancur termasuk pigura juga isinya.
Tak mau membuat aku kembali menangis dengan sengaja Mika menyembunyikan foto itu, dia memasukkan ke dalam tasnya yang terbuat dari bahan kulit berwarna hitam.
Mata ini melirik karena melihat Mika yang tiba-tiba terdiam, aku tak berniat untuk bertanya juga tidak ada rasa penasaran sama sekali. Disaat bersamaan Mika juga menoleh dia tersenyum begitu manis untuk menyembunyikan apa yang barusan dia lakukan.
''Mika, terimakasih. Kamu selalu ada saat aku butuh teman. Kamu selalu datang untukku juga Ara,'' wajah ini kembali tertunduk lesu masih tak dapat mengendalikan emosi yang tengah menggebu karena sebuah luka dari pengkhianatan dari orang yang pernah berharga dan kini hanya tinggal kenangan dengan sebutan mantan.
Kaki terasa berat untuk berdiri menjadi penompang tubuh yang kini tengah dilanda kerapuhan yang sangat dalam akibat perceraian yang sepihak dari Mas Aditya.
Entah seperti apa perasaannya sekarang mungkinkah tengah tertawa bahagia karena keberhasilannya yang telah resmi berpisah dariku?
Mika berjalan mendekat, dia bergabung duduk di sampingku. Mengelus pundak ku dengan sangat pelan.
''Sudahlah, aku bukan hanya sahabatmu tapi juga saudaramu. Bukankah kamu tau itu bukan? jangan pernah merasa sendiri ada aku yang akan selalu ada untukmu.''
Perkataannya sangat lembut selalu berhasil membuat hati ini tenang. Meskipun tak bisa menyembuhkan tetapi bisa membuatku menghilangkan sejenak luka yang telah ada.
Begitu beruntung aku memiliki Mika sebagai teman. Teman yang tak kenal namanya pamrih saat menolongku.
''Terimakasih, Mika.''
Mika memberikan pelukan hangat untukku, aku juga melihat kalau dia begitu tulus.
''Sudahlah jangan bersedih lagi. Bangkitlah! jadilah Nayla yang kuat dan tegar seperti yang selama ini aku kenal. Berpisah dengan Mas Aditya bukan berarti hidupmu juga berakhir, hidupmu masih sangat panjang. Ada Ara yang selalu membutuhkan mu.''
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
Begitu sedihnya hati ini sampai melupakan malaikat kecil yang kini sudah tertidur pulas dengan di temani oleh Mbok Darmi yang duduk di sebelah Ara sembari terus mengelus keningnya dengan begitu pelan.
Melihat kedatanganku Mbok Darmi langsung beranjak dia juga pamit untuk keluar dengan kode melalui anggukannya yang pelan di barengi dengan senyumnya yang kecil.
Ku jawab dengan mengangguk juga, tersenyum meski sebenarnya hati ini masih menangis dalam duka namun aku biarkan karena percaya akan bisa mengobati lukanya sendiri dengan seiring berjalannya waktu.
Harapan telah hilang, mimpi yang selalu Ara dambakan kini telah hangus sudah terbakar dengan kobaran perceraian yang kian menjadi sebuah abu hitam kebencian yang tidak akan bisa putih kembali.
"Maafkan Bunda ya, Nak. Bunda tidak akan bisa mewujudkan keinginan Ara. Ayah tidak akan pernah pulang untuk kita, dia sudah bahagia dengan kehidupannya sendiri dan meninggalkan kita."
"Tetapi Ara tidak perlu takut, ada Bunda yang akan selalu bersama Ara. Bunda akan selalu menjadi Ayah juga Bunda untuk Ara."
Meskipun berusaha tegar di hadapan Ara tetapi duka ini tetap saja kembali terlihat, kembali keluar dengan tanda keluarnya air mata.
Ku kecup keningnya yang begitu lembut, dengan cara apapun dan bagaimanapun juga aku akan selalu membahagiakan Ara. Tak masalah dengan tidak adanya Mas Aditya.
Karena kecupanku Ara menjadi terbangun, tangannya langsung mengusap matanya sendiri dia tersenyum begitu manis seolah menguatkan hati yang benar-benar sangat rapuh.
"Bunda, Ara kelamaan ya tidurnya?" ucapannya begitu sangat polos dia begitu imut selalu bisa membuatku tersenyum.
Aku hanya tersenyum mengusap pipinya yang gembul dengan sedikit menekannya karena begitu gemas.
"Bunda, kenapa Bunda menangis? Apakah Ara nakal?" tanyanya.
Tentu aku langsung menggeleng, gadis kecilku kenapa harus punya pemikiran seperti itu.
"Tidak, Ara tidak nakal," ku sapu bersih sisa-sisa dari air mata yang masih menggenang di pipi.
"Apa Bunda baik-baik saja? Apakah Bunda sakit?" Tangan kecil darinya ikut membantu ku mengeringkan pipi yang begitu banyak sisa air mata.
Ara benar-benar malaikat kecilku, tangannya mampu membuat hatiku tenang dan kata-katanya mampu menarik ujung bibir untuk tersenyum. Sungguh beruntung aku memilikinya dalam kehidupan ini.
Ku raih tangannya, ku kecup berulang-ulang hingga gadis kecil itu terdiam dan terus memandangiku. Sepertinya dia sangat bingung dia sangat penasaran ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, karena selama ini aku tidak pernah menangis di depannya.
"Bunda tidak apa-apa kok sayang, Bunda hanya kelilipan debu saja," ucapku yang lagi-lagi harus dengan kebohongan.
Menyesal rasanya, hati ini juga terasa sesak karena harus terus mengatakan kebohongan untuk menutupi kebenaran yang sangat pahit.
Tetapi ini adalah yang terbaik, Ara masih sangat kecil untuk mengetahui semuanya. Mungkin suatu saat nanti dia akan tau setelah dia dewasa dan aku berharap dia bisa menerima takdirnya dengan lapang dada.
"Bunda, kita jadi belanjanya?" tanyanya begitu antusias.
"Ya, kita akan belanja ke supermarket sekarang. Apa Ara sudah siap? Hem... Ara cuci muka dulu deh, dan jangan lupa sikap gigi juga."
"Tadi pagi kan sudah sikat gigi, Bunda. Masak sikat gigi lagi, kalau gigi Ara habis bagaimana?"
Aku terkekeh mendengar kata-katanya, bagaimana mungkinkan dengan sikat gigi saja akan menghabiskan giginya. Hem, itulah kepolosan yang selalu bisa menghiburku. 'Terimakasih Ara.'
"Tidak, Sayang. Gigi Ara tidak akan pernah habis. Di sikat dengan rajin akan membuatnya selalu bersih dan Ara tidak akan sakit gigi," kataku dengan sangat pelan.
"Oh," Ara mengangguk, sepertinya dia juga langsung menerima dengan baik apa yang aku katakan barusan.
Bukan hanya Ara saja yang bersiap, tetapi aku pun juga demikian. Aku mengganti bajuku dan mengambil tas yang ingin aku bawa.
"Kita jadi belanja?" aku terkesiap saat Mika bertanya. Aku kira Mika sudah pulang dan ternyata dia masih setia menunggu di ruang tengah sembari memainkan ponsel.
Wajah ini mengangguk seiring tangan menarik handle pintu untuk menutupnya. Di sambung kaki ini melangkah mendekati Mika dan bergabung duduk di sofa untuk menunggu Ara.
"Iya, semua bahan pokok sudah menipis mumpung ada uang aku harus belanja lebih dulu. Takut kalau sampai kehabisan uang," Bibir ini berucap dengan malas namun tetap bisa menyambung senyuman meski hanya kecil saja.
Ku pijat keningku yang terasa amat pusing, wajah ini juga sesekali menggeleng karena rasanya memang cukup berat.
"Kamu kenapa, Nay?" tangan Mika sudah berhasil menyentuh bahuku, dia juga terlihat sangat khawatir melihat wajahku. Apakah mungkin terlihat pucat?
"Aku tidak apa-apa, hanya pusing sedikit saja," jawabku.
"Kalau kamu tidak enak badan mending di tunda dulu deh belanjanya. Takut keadaanmu semakin buruk nanti."
"Bunda..., Ara sudah siap!"
Seketika wajah menoleh melihat Ara yang keluar dari kamarnya dengan begitu antusias, gadis kecil itu berlari menghampiri dengan begitu bahagia, terlihat jelas dari senyum juga wajahnya yang berbinar.
Rok pink, sweater putih, sepatu putih dengan kaus kaki putih tinggi juga dengan tas selempang kecil bergambar barbie itulah style Ara saat ini. Di tambah dengan rambut yang di kuncir dua kanan kiri membuat dia terlihat sangat manis juga menggemaskan.
"Bunda, bagaimana penampilan Ara, apakah Ara cantik?"
Ara berdiri di hadapanku, memperlihatkan baju yang dia pilih sendiri dan tentunya juga di bantu oleh Mbok Darmi untuk memakainya.
"Ara sangat sangat cantik," Tak mampu menahan rasa gemas hingga akhirnya tangan terangkat untuk mencubit kecil pipinya.
Begitu juga dengan Mika, dia juga sama melakukan apa yang aku lakukan.
"Ara sangat cantik, sama seperti Tante Mika," ucap Mika.
"Tidak, Ara cantik kayak Bunda," Ku lihat Ara menggeleng kasar, dia tak terima di samakan seperti Mika dan itu terlihat semakin menggemaskan untuk ku juga Mika hingga Akhirnya kami berdua terkekeh bersama-sama.
"Ayo berangkat, Bunda. Nanti semakin panas! Katanya Bunda mau ngajakin Ara ke taman juga, ayo Bunda!"
Jemari kecilnya memegangi jariku, menariknya dengan tidak sabar.
"Iya, Sayang. Kita berangkat sekarang," jawabku.
"Kamu yakin, Nay?" sepertinya Mika begitu mengkhawatirkan ku, terlihat jelas wajahnya yang mengkerut.
"Iya, hanya sebentar saja. Aku tidak akan apa-apa," jawabku yang sudah mulai berdiri.
"Baiklah, aku akan ikut kalian kalau begitu. Takut kamu kenapa-napa juga," Mika juga ikut beranjak, membuntuti ku yang terus di tarik oleh Ara.
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
koq aku curiga sama mika ya🤔🤔
2023-03-03
0
Diaz
semangat Nay
2023-01-15
2
•§¢•✰͜͡v᭄𝕬𝒓𝒚𝒂 𝑲𝒂𝕬𝖗⃠
bangkitlah Nay..masih bnyak yg sayang sm kamu..seperti mika, temanmu yg selalu ada di saat km sedih..
2022-12-12
3