Pelita Hati Bunda
❃❃✧༺♥༻✧❃❃
♬♩♪♩ ♩♪♩♬♬♩♪♩ ♩♪♩♬♬♩♪♩ ♩♪♩♬
Awan-awan menghitam langit runtuh kan bumi
Saat aku tau kenyataan menyakitkan...
Mengapa semua menangis
Padahal ku slalu tersenyum
Usap, air matamu aku tak ingin ada kesedihan...
♬♩♪♩ ♩♪♩♬♬♩♪♩ ♩♪♩♬♬♩♪♩ ♩♪♩♬
Termenung kelima jari-jari ini setelah mengukir beberapa kalimat di atas kertas putih. Tertuang beberapa kata yang mewakili ungkapan hati yang di landa kerinduan dengan di wakili tinta hitam pekat dari pena berwarna hitam.
Ku terduduk di kursi tua yang alasnya juga sudah rusak dan kayunya juga sudah usang. Menghadap pekarangan malam melewati kaca yang sudah retak yang sewaktu-waktu bisa hancur kapan saja. Aku sebut seperti itu, karena di luar sana dapat dilihat bentangan langit yang memancarkan sinar berupa bintang-bintang.
Di antara gemerlap bintang di atas sana terdapat sebuah pancaran yang seolah mengukir sebuah wajah dari seorang yang aku rindukan tapi juga yang memberikan status tanpa kepastian. Wajahnya tersenyum penuh kepalsuan yang terpatri dalam buih-buih ingatan yang sengaja ingin aku lupakan.
Wajahnya juga senyumannya sungguh membuatku bisa menarik senyum tanpa kesadaran. Tapi kebahagiaan ini selalu saja ditendang habis oleh menghilangnya pemilik hati yang memberikan status yang tidak jelas.
'Jika dalam waktu satu tahun aku nggak pulang, anggap saja aku telah menceraikan mu. Kamu bebas menikah lagi tanpa harus meminta izin padaku.'
Aku harus apa saat mengingat semua kata-kata itu. Kata terakhir yang dia ucapkan saat dia akan pergi meninggalkanku tepat di usia satu bulan pernikahan. Apakah harus menangis , tersenyum atau menertawakan takdir yang tak sesuai dengan impianku.
Begitu mudahnya dia mengatakan semua kata itu. Pernikahan seolah menjadi permainan darinya yang bisa dimulai juga diakhiri dengan mudah. Bodoh aku menerima pernikahan saat itu, aku tidak berpikir jika dia akan meninggalkanku karena janji juga komitmen yang sudah kami pegang teguh selama tiga tahun saat kami berpacaran.
Ujung bibirku tertarik saat mata ini memandangi langit dan melihat begitu jelas wajah suamiku yang tersenyum. Apakah dia begitu bahagia sekarang? Atau dia tengah menertawakan nasibku? Atau mungkin dia tengah mengolok-olok karena aku begitu mudah percaya dengan kata-kata manisnya?
Entah apa yang dia lakukan di sana sekarang, sementara aku di sini hanya bisa merajut kebahagiaan semu yang kian menjadi asa.
Ku tatap lembar putih di pangkuan, tulisan yang hanya sesederhana anak TK yang baru merajut kata. Tulisan tanpa filosofi juga tidak berbait-bait seperti puisi yang penuh arti.
Kerinduan, amarah, kekesalan juga kekecewaan bertumpuk menjadi satu di sebuah wadah yang bernama hati dan hanya akan selalu tertuang dalam baris buku bersampul navy yang selalu menjadi teman keseharian ku.
"Kapan kamu akan pulang, Mas? Apakah kamu tidak merindukanku? "
Secercah harap bisa menyambut kepulangannya, memeluk erat tubuh yang sudah entah seperti apa sekarang.
"Lihatlah, Mas. Lihatlah keadaanku sekarang! Aku semakin kurus semenjak kepergian mu. Meski begitu aku tetap menjaga diriku agar selalu cantik sampai kepulangan mu."
Mata kembali memandangi sang sinar di atas sana, berharap mereka akan menyampaikan kerinduan yang kian membesar.
"Bunda, Ara pengen bobok di peluk Bunda."
Aku terkesiap. Astaghfirullah, karena sebuah kerinduan yang belum berujung ini aku melupakan bidadari kecil yang menjadi kebanggaan ku dan kekuatanku.
Ya, namaku adalah Nayla Ariane. Berusia dua puluh empat tahun. Seorang ibu dari bidadari cantik yang aku beri nama Ara Nuril Aisyah, usianya sebentar lagi akan menginjak lima tahun, dia sangat cantik sama seperti ku.
Ku tutup sahabatku sejenak dan ku selipkan pena hitam di dalamnya sebelum tertutup oleh tangan. Tubuh mulai beranjak mendekati bidadari kecil yang berdiri mematung menatapku dengan memeluk boneka panda.
'Dialah benih yang kamu tinggalkan sebelum kepergian mu, Mas. Dia sudah besar dan mirip dengan mu.'
Aku merasa iri acap kali melihat wajahnya, hidungnya yang mancung, bentuk wajah yang oval, kedua alisnya yang tebal seperti ulat bulu, matanya yang bulat terang juga bibirnya semua sama seperti milik Aditya Wilman, suamiku.
Suamiku begitu serakah karena mengambil semuanya, bahkan tidak satupun tempat menyisakan diriku dalam diri Ara. Aku yang mengandungnya, merawat sampai sekarang seorang diri tapi tak ada satupun yang mirip dengan ku.
Bibir ini tersenyum menyambut Ara yang merenggangkan kedua tangan untuk meminta gendong, ku angkat tubuhnya yang kecil dan membawa ke kasur lalu menurunkannya dengan sangat pelan.
"Tidurlah sayang, Bunda akan selalu menjagamu."
Ku tarik selimut untuk menutupi tubuhku dan juga Ara. Nyanyian nina bobok mulai berbunyi, tangan juga mulai bergerak untuk terus mengusap keningnya. Dengan cara ini Ara pasti akan cepat memejamkan mata.
Satu hal yang sangat aku sesalkan, Mas Aditya tidak pernah ada untuknya bahkan dia sama sekali tidak mengetahui akan kehadiran Ara di tengah-tengah rumah tangga kami yang tidak ada kejelasan.
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
Pagi ku, weekend-ku hanya berada di rumah bersama Ara menghabiskan waktu berdua setelah enam hari selalu sibuk bekerja. Aku tak mau sampai Ara merasa kesepian atau merasa tidak di perhatikan. Ku limpahkan semua kasih sayang agar dia tak merasakan kekurangan.
Surya terus tersenyum di atas sana, melihat kebahagiaan dalam kebersamaan kami di teras dengan memainkan boneka barbie. Sungguh, hati ini merasa bahagia melihat bidadari kecil yang selalu tersenyum dan berkembang dengan sangat baik.
Tangannya memegang kedua boneka yang tak sama, boneka anak kecil juga boneka laki-laki yang berpakaian ala pengantin. Di ambil satu lagi boneka perempuan yang juga bergaun ala pengantin dan disejajarkan oleh Ara dalam satu tempat selayaknya keluarga yang begitu bahagia.
"Bunda, kapan ayah Ara akan pulang? Ara pengen seperti Leni, dia selalu bermain dengan ayahnya, apakah Ara bisa sama seperti Leni."
Aku tersenyum ketika mendengar nama Leni yang dia berikan untuk boneka kecilnya. Tapi itu tak berlangsung lama setelah menyadari akan keinginan Ara. Aku terdiam dan senyum ini pudar dengan sendirinya.
Bibir terasa kelu untuk mengucapkan kata, apa yang harus aku katakan entah besok, lusa atau kapan tak tau kapan Mas Aditya akan pulang.
Bibir hanya bisa kembali tersenyum penuh dengan kepalsuan.
"Secepatnya ayah pasti akan pulang. Ayah sedang bekerja di tempat yang jauuuhhh... jadi Ara harus sabar ya, kan ada Bunda di sini yang akan selalu bersama Ara."
Lagi-lagi hanya harapan palsu yang aku berikan. Hati ini tak sampai tapi mau bagaimana lagi.
"Permisi, apa benar ini rumah Nayla Ariane? "
Aku menoleh, mengangguk pelan sembari beranjak menghampiri orang yang datang. Siapa dia? Sama sekali tidak kenal, tapi sepertinya dia seorang yang mengantarkan surat.
"Ya, saya sendiri. Ada apa ya, Pak?"
Aku beranjak, berjalan lalu berhenti tepat di depannya, ternyata orang itu benar pengantar surat. Kedua alis saling menyatu karena kening yang mengkerut.
"Ada surat untuk anda."
Tangannya menyodorkan sebuah amplop berwarna cokelat. Setelah aku terima orang itu juga meminta untuk tanda tangan sebagai serah terima.
"Saya permisi."
"Terimakasih, Pak." kataku yang sangat berterimakasih meski belum tau itu surat apa dan darimana asalnya.
Jantung ini berdetak tak karuan saat mengetahui surat yang aku pegang dari kantor pengadilan agama. Tangan mulai membukanya meski sudah mulai gemetar, ingin lebih jelas mengetahui apa isi di dalamnya.
Air mata yang selalu di bendung tak aku izinkan keluar kini satu-persatu menampakkan dirinya. Hati ini tak percaya, setelah hampir enam tahun menunggu kepulangan suamiku kini hanya selembar kertas yang datang dan memberikan kepastian.
"Mas Aditya menceraikan ku?" tangis tak dapat aku tahan, kertas yang baru aku pegang tak mampu di pertahankan dalam genggaman dan kini terbang terbawa angin.
Tubuh seketika lemas dan ambruk. Mimpi akan kebahagiaan semua telah hancur diterpa badai perceraian yang di putuskan sepihak.
◌◌✧༺♥༻✧◌◌
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
maulana ya_manna
mampir thor
2023-11-09
0
YuWie
suami Bs berhati Bs
2023-03-03
0
Diaz
tiba tiba diceraikan 😔
2023-01-14
2