Pagi ini disambut dengan hujan rintik-rintik yang membuat kasur dan segala teman-temannya seakan memiliki magnet sepuluh ribu lebih kuat untuk menahan tubuh seseorang agar tak beranjak, termasuk Juliana. Ya, wanita perfeksionis itu pun mempunyai kelemahan. Ia sangat menyukai hujan rintik-rintik, bukan gerimis. Dulu sekali saat hidupnya terasa sempurna, setiap kali hujan rintik-rintik membasahi bumi, ibu akan membuatkan secangkir susu cokelat panas dan sepiring biskuit. Biskuit itu akan dicelupkan ke dalam susu sebelum masuk dan lumer di dalam mulut. Ah... Juliana sangat tergoda untuk membuat susu cokelat panas sekarang, membuka setoples biskuit dan bergelung di atas tempat tidurnya yang sepuluh kali lipat lebih nyaman saat hujan kesukaannya datang.
Namun kewajiban sebagai seorang pekerja kantoran dan tuntutan hidup yang harus dipenuhi membuat Juliana terpaksa mengangkat seluruh tubuh dan kelemahannya terlepas dari magnet kenyamanan tempat tidur, seprai, bantal, guling dan selimutnya, ia menyeret kakinya langsung menuju kamar mandi, mencuci mukanya, menyikat giginya untuk menyadarkannya bahwa ia bukan anak sultan yang bisa bermalas-malasan. Ia mencepol rambut panjang hitam dan bergelombangnya secara asal di atas kepala, setelah selesai dengan ritual di dalam kamar mandi, ia segera ke dapur, menyiapkan sarapan sederhana untuk dirinya dan Dimas. Setelah selesai mengisi perut dengan setangkap roti panggang dan susu cokelat, ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, kali ini untuk mandi dan bersiap-siap menjadi nona sinis, ketus, kaku yang menjunjung tinggi kesempurnaan bekerja.
Hari ini ia mengenakan celana bahan longar, blouse longgar, sepatu pantofel andalannya, dan tidak ada lagi cepolan rambut yang berantakan di atas kepalanya.
"Dim, Kakak berangkat ya."
Terdengar sahutan pelan dari dalam kamar adiknya. Ia tahu, jika Dimas belum keluar kamar pada saat dirinya berangkat, itu artinya semalaman adiknya itu begadang mengerjakan tugas.
Seperti biasa, ia akan menggunakan jasa taksi online untuk mengantarkannya ke kantor. Sejujurnya, jika saja ia bisa menghilang hari ini, ia akan menghilang. Namun ia harus bertahan dan mejalani apa yang akan dijalaninya hari ini, yaitu acara ulang tahun perusahaan. Ini adalah kali kelima Juliana menghadiri acara yang selalu meninggalkan kesan tidak menyenangkan baginya. Karena dibandingkan acara ulang tahun perusahaan, acara itu lebih cocok menjadi acara ajang pameran outfit, OOTD, merk pakaian dan segala macamnya yang berbau style dan fashion. Dimana semua orang saling memuji, Juliana justru akan duduk sendiri pada sebuah meja, menikmati makanan dan minuman yang tersedia tanpa satu orang pun yang akan datang menemaninya, dan Juliana akan menatap nanar Ditto dari kejauhan.
Juliana mengela napas panjang.
Begitu tiba di kantor, Juliana akan disambut oleh tatapan-tatapan mencemooh, meski tidak ada yang berani langsung mengatainya di depan wajah, karena sikap dingin Juliana. Ia segera menuju kantor divisinya, suara obrolan-obrolan pagi yang santai dan lebih seru terdengar begitu Juliana mendorong pintu kaca terbuka.
"Juliana, kita voting tempat makan malam tim malam ini. Oke?" Rina memberitahu.
Juliana tidak menjawab, ia hanya terus melangkah menuju mejanya, menyemprotkan cairan disinfektan pada permukaan meja dan melapnya dengan tisu, ritualnya sebelum mulai bekerja.
"Kita ada pilihan restoran Korea, restoran pasta dan steak, restoran Sunda. Kau pilih yang mana?"
Tahun ini adalah tahun kelimanya bekerja diperusahaan ini, itu berarti kali kelimanya ia akan menghadiri acara ulang tahun perusahaan yang akan diadakan nanti siang. Dan kali kelima ia akan mengikuti kebiasaan tim di hari ulang tahun perusahaan, yaitu makan malam tim. Dan ini adalah kali kelima ia diberikan pertanyaan yang sama setiap tahunnya. Juliana tahu bahwa rekan-rekan divisinya itu sudah hapal di luar kepala apa yang akan menjadi jawaban Juliana, namun mereka tetap bertanya demi nilai dan norma kesopanan. Dan makan malam tim hanyalah acara membosankan lainnya bagi Juliana, yang lebih parahnya tidak akan ada Ditto disana.
"Kau bertanya padanya? Yang benar saja." Harsa berdecak. "Tentu saja Tuan putri akan menjawab, "terserah kalian." Karena apa? Karena dia tinggal di dalam gua, mana dia tahu tentang restoran-restoran yang kau sebut itu, Rin."
Rina terpaksa menendang kaki Harsa saat melihat ketenangan pada wajah Juliana perlahan meninggalkan posnya.
"Apa kau pernah melihatku keluar dari dalam gua?" Tanya Juliana dengan nada ketus.
"Aku tidak perlu melihatnya, karena kau sudah menunjukkannya." jawab Harsa santai. "Kau tidak akan tahu arti makan malam tim itu apa, makanya kau selalu menjawab terserah dan tidak pernah memberikan pendapatmu. Kau tidak pernah tahu arti kesenangan dan membangun ikatan dengan orang lain, karena di dalam gua tidak ada kesenangan dan kau sendirian."
Juliana memejamkan matanya, jelas sekali kali ini ia berusaha menahan diri. Kemudian matanya menatap tajam kepada Harsa lalu kesemua orang.
"Aku pilih tim kita makan malam di bar!" Tantang Juliana, ia mengangkat dagunya semakin tinggi. Semua orang dibuatnya kehilangan kata-kata. Hanya saling berpandangan heran. "Kenapa diam semuanya? Apa bar tidak ada dalam pilihan voting?"
"Kau yakin?" tanya Pandu.
"Ya!"
"Juliana, kau tidak perlu seperti itu, jangan terpancing Harsa." sahut Novi berusaha untuk menenangkan Juliana.
"Apa? Aku terpancing oleh kutu busuk itu?" Juliana melemparkan tatapan tajam pada Harsa yang dibalas dengan seringai jahil. "Aku tidak terpancing olehnya!"
"Tapi, kami rasa bar bukan tempat yang pas untuk makan malam tim." Haru memberikan komentar, meski dia oke-oke saja selama dia tidak merogoh isi dompetnya.
"Kenapa? Apa sekarang kalian yang takut mengikutiku? Dan kau," Juliana menuding Harsa dengan hidungnya, "Apa kau juga keberatan dengan bar?" tanya Juliana dengan nada meremehkan.
Harsa terkekeh, ia berdiri dari kursinya, memukul permukaan mejanya pelan.
"Oke, deal!" katanya.
"Deal apaan, Bro?" tanya Pandu.
"Kita makan malam tim di bar! Lagi pula disana juga ada makanan, dan pastinya ada minuman-minuman yang menyenangkan. Bukan begitu, Yang Mulia?"
Juliana hanya mendengkus kemudian mengalihkan tatapan kesalnya pada perangkat komputer. Dengan hatinya yang meruntuk kebodohannya. Kenapa juga dia harus terpancil oleh Harsa sialan. Dan bar? Astaga! Juliana pasti akan mati sebelum memasuki bar apa pun yang akan dipesan oleh rekan-rekannya.
"Oke, kalau begitu aku akan meja di bar." kata Mona yang tidak terlalu banyak bicara.
Sementara itu Harsa bersiul-siul menjengkelkan.
"Apakah kau tidak bisa menyumpal mulutmu itu?" Omel Juliana.
"Dengan apa?" Harsa menengok kiri dan kanan mejanya.
"Entahlah, mungkin dengan pakaian dalam wanita bodoh yang kau bonceng dan kau nodai di suatu tempat."
Pandu tergelak. Haru tersedak cheetos, Rina memoles kuas lip creamnya hingga keluar garis bibir, Novi menyemburkan sedikit kopi yang sedang asik diseruputnya dan Mona menggelengkan kepala setelah menutup gagang telepon menyudahi reservasinya pada sebuah bar.
"Tidak bisa, karena yang kemarin itu kurang memuaskan, jadi aku tidak menyimpan pakaian dalamnya untuk menyumpal mulutku." Balas Harsa. "Bagaimana jika kau saja yang menyumpal lubang telingamu denga hak sepatu patofelmu. Itu akan membuat siulanku semakin merdu."
Juliana hanya memicingkan mata, berharap dari matanya bisa mengeluarkan belati tajam yang merobek bibir Harsa. Lelaki itu sungguh menyebalkan.
Dan, ya, Harsa kembali bersiul.
.
.
.
TBC~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Rianti
novel bagus gini kok sepi komen ya
2023-12-19
0