...-KUTUKAN CINTA PERTAMA-...
..."Layaknya seorang penyihir jahat, kau selalu berhasil menahanku seperti sebuah kutukan."...
...----------------...
Maret, 2014...
Setelah kelas dibubarkan, Danny langsung naik ke lantai atas untuk menyusul Qiara yang saat itu juga pasti sudah menyelesaikan kuliahnya. Begitu akan memasuki kelas Qiara yang sudah tampak lengang, Danny seketika menghentikan langkahnya di ambang pintu ketika melihat sosok Qiara yang saat itu tengah tertidur di dalam kelas sendirian. Danny mendesah tak kentara. Semalaman, gadis itu pasti tidak tidur lagi karena harus melakukan jadwal siaran malamnya.
Danny menghela nafas setelahnya. Dengan sedikit jengkel, ia memasuki kelas Qiara dan mendekatinya. Ia bahkan berusaha meredam suara langkah kakinya agar Qiara tidak terganggu. Berikutnya, Danny melepaskan jas almamater yang ia kenakan, lalu menyampirkannya di bahu Qiara dengan gerakan pelan.
"Kenapa jam tidur lo berantakkan sekali?" Sungut Danny dengan nada setengah berbisik, lalu mendaratkan sebuah pukulan lembut di dahi gadis itu. Ia sebal, tapi juga merasa cemas.
Selepas itu, Danny segera keluar dan menunggu di depan kelas Qiara dengan sabar. Setengah jam berlalu, dua orang mahasiswa tiba-tiba datang. Dan ketika mereka hendak memasuki kelas, Danny langsung mencegahnya.
"Maaf sebelumnya, tapi ruangan ini akan segera dipakai."
"Oya? Maaf juga, ya?" Ucap salah seorang dari mereka, lalu segera pergi dan mencari kelas lain.
Danny langsung menarik nafas lega sambil memegangi dadanya. Ini semua gara-gara Qiara! Kalau saja dia tidak tidur sembarangan, tentu Danny tidak perlu berbohong seperti ini.
Lima belas menit kemudian, saat Danny mengintip ke dalam kelas, ia dapat melihat Qiara yang saat itu sedang melenguh pelan. Sepertinya ia sudah terbangun dari tidur panjangnya. Saat secara perlahan kedua mata Qiara terbuka, Danny segera pergi dari depan kelasnya dengan langkah yang begitu ringan. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya.
"Astaga! Kelas udah sepi!" Pekik Qiara begitu sadar bahwa kelasnya sudah benar-benar sepi.
Ketika ia menegakkan badannya, ia otomatis menyadari bahwa di bahunya sudah tersampir sebuah jas almamater. Dengan heran, Qiara menarik jas itu. Saat itulah, sebuah aroma parfum yang begitu ia kenal langsung menyapa indera penciumannya. Saat itu juga Qiara sudah tahu, bahwa jas almamater itu pasti milik Danny.
"Danny sialan! Kenapa nggak bangunin gue, sih? Awas, ya!!"
...****...
Qiara menghampiri Danny yang saat itu tengah berkumpul bersama Arga dan Celine di sebuah café. Mereka bertiga tampak asyik mengobrol dengan masing-masing ice coffee di atas meja. Qiara menghempaskan pelan jas almamater itu di tubuh Danny, lalu segera mengambil posisi di samping Celine. Tanpa permisi, ia menyeruput ice coffee milik Celine. Hal itu, kontan saja disambut oleh decakan Celine yang merasa tidak habis fikir dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.
"Lo tadi ke kelas gue, kan, Dann? Kenapa nggak bangunin gue?" Protes Qiara dengan keki.
Sebelum menjawab, Danny terlihat sengaja mengendus-endus jas almamaternya, lalu menampakkan wajah mengernyit, berpura-pura seakan ia sedang mencium aroma yang tidak enak pada jas almamaternya.
"Bau iler lo, nih!" Tutur Danny yang memang sengaja ingin memicu keributan hanya untuk menyamarkan sikap perhatiannya pada Qiara.
Qiara serta-merta merenggut jas almamater itu dari tangan Danny, dan turut mengendus aroma yang Danny maksudkan. Tak pelak, hal yang Qiara lakukan itu dengan menampakkan wajah polosnya sukses membuat Danny menahan tawa setengah mati. Raut wajah Qiara benar-benar terlihat sangat lucu sekarang.
"Bohong!" Hardik Qiara, lalu kembali melemparkan jas almamater itu pada pemiliknya.
Danny terkekeh pelan, diikuti dengan tawa Arga dan Celine.
"Tadi lo tidurnya pules banget. Mana sambil ngorok lagi. Mana tega gue bangunin."
"Danny yang bener?" Tanya Qiara sanksi.
"Ya ngapain juga gue bohong? Apa manfaatnya buat masa depan gue?"
"Sudah! Sudah! Berantem mulu kalian ini." Lerai Celine sebelum keributan di antara mereka berlanjut lebih jauh lagi. Jika mereka berdua sudah bertengkar, sangat sulit untuk menyatukannya lagi.
Danny kemudian bangkit dari kursinya, dan pergi ke meja counter tanpa mengatakan apapun.
"Semalem di studio sampai jam berapa sih?" Tanya Celine penasaran. Tadi, Danny sempat menceritakan bahwa ia melihat Qiara ketiduran di dalam kelas seusai jam kuliah.
"Semalem sampai jam satu. Kevin nggak masuk. Jadi, salah satu Timnya minta gue buat gantiin. Mana Penulisnya nyebelin banget lagi. Bisa-bisanya Kevin betah di Tim itu. Kalau itu gue, gue pasti kabur sejak hari pertama."
"Ya itu kan lo! Jangan sama ratakan sama Kevin yang mentalnya lebih kuat." Ledek Arga.
"Ga, temen lo ini sedang capek. Nggak bisa, ya, pura-pura ngasih semangat aja gitu?" Qiara mulai menampakkan wajah memelas. Namun Arga justru tidak peduli.
"Nggak bisa!" Timpal Arga dengan tegas.
Danny tiba-tiba meletakkan segelas Almond Smoothies tepat di hadapan Qiara yang sedang menekuk wajahnya di atas meja. Qiara melirik sejenak ke arah Almond Smoothies itu seraya memasang ekspresi cemberut, ia lalu beralih menatap Danny. Alih-alih mengucapkan terima kasih, Qiara malah melemparkan protes.
"Gue mau Ice Americano. Bukan Almond Smoothies."
"Semalem lo hampir nggak tidur. Malem ini lo mau nggak tidur lagi? Minum ini supaya lo cepet ngantuk. Dan berhenti protes seperti anak kecil!" Omel Danny. Nada suaranya terdengar cukup dingin. Raut wajahnya sekarang seakan mengisyaratkan bahwa ia tidak ingin dibantah.
Qiara meringis. Sebelum situasinya menjadi runyam, ia memilih untuk mengalah dan tidak menjawab perkataan Danny. Dengan gerak cepat, ia kemudian meraih Almond Smoothies itu, lalu meminumnya dan berpura-pura menampakkan ekspresi suka. Itu sebenarnya bentuk protesnya pada Danny untuk yang kedua kalinya. Namun Danny tidak berminat untuk menggubrisnya.
"Eh, kalau gitu gue duluan, ya? Prissy udah nge-chat nih. Bye, semua!" Ucap Danny pada kawan-kawannya sesaat setelah ia membuka pesan yang dikirimkan oleh Prissy, pacarnya.
Sebelum mendapatkan jawaban dari kawan-kawannya, Danny sudah lebih dahulu berjalan ke arah pintu, dan keluar dari Café itu dengan langkah terburu.
Qiara menghela nafas. Tiba-tiba saja raut wajahnya berubah kelabu. Bukan karena kelelahan akibat bekerja, atau karena baru saja Danny memaksanya meminum Almond Smoothies. Namun ia merasa bahwa sesuatu telah mengusik hati kecilnya tanpa ia inginkan.
Almond Smoothies sialan!
...****...
Qiara berjalan gontai menuju rumahnya sembari menendang-nendangkan kakinya. Kedua tangannya mencengkram tali tasnya yang tersampir di dada kuat-kuat. Sesekali ia terdengar menarik nafas, lalu menghembuskannya dengan kasar. Ia fikir ia akan merasa lebih baik setelah melakukan itu, tetapi hasilnya nihil. Ia tidak merasa lebih baik, bahkan ketika ia telah berusaha sangat keras.
"Hay, Qia!" Sapa sebuah suara yang terdengar cukup akrab dalam pendengaran Qiara.
Qiara buru-buru menoleh ke samping. Dalam seketika, ia langsung merasakan hatinya berangsur membaik saat melihat Dean yang kini berjalan di sampingnya sambil memasukkan kedua tangan pada saku celananya.
"Kak Dean?" Pekik Qiara dengan nada yang cukup antusias.
Pemuda ini sekarang sudah banyak berubah. Meski ia hanya menunjukan sikap hangatnya di depan Qiara, namun setidaknya ia bisa menampakkan sisi lainnya dan tidak selalu terkungkung di dalam cangkangnya yang dingin.
Jika ingat yang dulu-dulu, entah kenapa Qiara merasa ngilu. Bahwa betapa gigih usahanya untuk bisa mendekati seorang Dean dan berusaha sekuat tenaga untuk bisa meruntuhkan tembok tinggi yang mengelilinginya.
Meski berkali-kali Dean mengusirnya pergi dan memintanya untuk tidak mendekat lagi, tapi toh akhirnya Dean kalah juga dengan tekad kuat Qiara. Dan meski Qiara gagal meruntuhkan tembok itu, pada akhirnya Dean membuka pintu hatinya dan mengizinkan gadis ini masuk ke dalamnya.
Namun perlu dicatat kembali; hanya Qiara seorang yang ia persilahkan masuk ke dalam hati dan seluruh dunianya.
Mereka pun menghabiskan sisa perjalanan menuju rumah dengan saling berbagi cerita satu sama lain. Sesekali, Dean terlihat tertawa kecil saat mendengarkan cerita yang Qiara tuturkan padanya.
Situasi yang terjalin cukup hangat di antara Qiara dan Dean itu, secara tidak sengaja ditangkap oleh Danny yang ketika itu sedang berada di dalam mobil bersama Prissy. Kedua mata Danny terus tertuju pada Qiara dan Dean bahkan saat mobil yang dikendarai oleh Prissy sudah melewati mereka. Tentu saja, hal yang Danny lakukan itu tidak luput dari perhatian Prissy.
"Kak Dean keliatan nyaman, ya, sama Qia?" Ujar Prissy sambil tetap fokus menyetir.
Ucapan Prissy barusan, langsung memecah keterpanaan Danny. Ia sedikit terkesiap, lalu menoleh ke arah Prissy dengan kedua alis bertaut. Gadis berwajah cantik itu tampak menyunggingkan seulas senyum lalu balas menatap Danny.
"Ini menurut pendapat aku aja, ya? Kayaknya Kak Dean suka sama Qiara deh."
Danny membeku untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia tersenyum jengah dan memalingkan wajahnya.
"Tentu saja. Nggak ada persahabatan antara pria dan wanita."
Prissy mengangguk paham, "terus, kamu masih ngerasain hal itu ke Qia?"
Prissy melontarkan pertanyaan itu sebenarnya hanya untuk menggoda Danny saja. Ia juga tidak memiliki maksud lain di balik pertanyaan yang baru saja ia lemparkan itu. Namun, Danny justru menanggapinya dengan cukup serius. Ia kembali menatap ke arah Prissy dengan tatapan mata yang cukup tajam. Berikutnya, Prissy terkekeh, tidak menyangka Danny akan seterkejut itu.
"Hahaha... becanda, Dann!"
...****...
Juli, 2010 (Hari Pertama Masuk SMA)
Danny tertegun menatap Qiara saat untuk pertama kalinya ia melihat gadis itu mengenakan seragam SMA-nya. Entah kenapa, Qiara terlihat sangat cantik di mata Danny. Untuk pertama kalinya juga, ia merasakan jantungnya berdebar begitu kencang saat menatap Qiara.
"Gimana, Dann? Gue keliatan cantik nggak pake seragam SMA?" Tanya Qiara dengan penuh percaya diri. Ia bahkan memutar tubuhnya dengan wajah cerianya.
Danny menggelengkan kepalanya, menepis perasaan-perasaan aneh yang mulai merayapi dinding hatinya, dan berusaha untuk bersikap wajar meski deguban jantungnya sudah membuat onar di dalam sana.
"Jelek!" Jawab Danny singkat. Ia lalu memutar sepedanya dan meninggalkan Qiara yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya dengan wajahnya yang tiba-tiba berubah cemberut.
Pagi itu, Danny memang hendak menjemput Qiara. Sejak masih kecil, mereka sudah bertetangga. Mereka sangat dekat satu sama lain, dan bahkan terbiasa berkunjung ke rumah masing-masing. Dan sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar juga, mereka selalu berangkat ke sekolah bersama. Setiap pagi, Danny akan menjemput Qiara ke rumahnya menggunakan sepedanya.
Pagi ini pun masih sama dengan pagi-pagi sebelumnya. Yang berbeda hanyalah... perasaan Danny yang mulai berkembang menjadi perasaan suka.
Untuk hari-hari berikutnya, perasaan yang belum berani ia sebutkan namanya itu, terus mengganggunya tanpa tahu malu. Ia bahkan beberapa kali mendapati dirinya salah tingkah setiap kali berada di samping gadis itu.
"Qi, tanda-tanda orang jatuh cinta gimana sih?" Tanya Danny pada Qiara suatu hari.
Saat itu, mereka sedang dalam perjalanan menuju sekolah. Seperti biasa, Danny membonceng Qiara di belakangnya.
"Kenapa tiba-tiba nanyain itu? Lo lagi suka sama seseorang, ya?"
"Udah jawab aja!"
"Emmm..." Qiara terlihat berfikir, dan dengan hati-hati menjawab, "dari drama-drama yang gue tonton sih, saat Male Lead jatuh cinta sama seorang Female Lead, atau sebaliknya, dia akan ngerasain jantungnya berdebar setiap kali ngeliat cewek atau cowok yang dia suka. Saat salah satunya nggak ada, dia akan merasa ada yang kurang. Bahkan ketika –"
Ciiiit! Danny tiba-tiba menekan pedal remnya hingga membuat laju sepedanya terhenti sebelum Qiara menyelesaikan perkataannya.
"Dann, kok berhenti?" Tanya Qiara heran.
Tidak terdengar jawaban apapun dari Danny. Yang terdengar hanya suara desauan nafasnya yang memburu.
"DANNY!!" Panggil Qiara lebih keras, namun tetap tidak ada jawaban apapun dari Si Pemilik Nama.
Qiara kemudian turun dari sepeda, ia sedikit menundukan wajahnya agar bisa melihat Danny, "lo baik-baik aja, kan?"
Danny menoleh dan menatap tepat pada kedua mata jernih milik Qiara. Pandangan matanya terlihat cukup serius, hingga mau tidak mau Qiara juga merasakan debaran yang sama seperti yang Danny rasakan.
"Belakangan ini, gue juga mulai ngerasain hal itu setiap kali gue di deket lo, atau saat lo nggak ada. Apa itu berarti... gue suka sama lo?"
^^^To Be Continued...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments