Kutukan Cinta Pertama
Oktober, 2012
Qiara terperanjat bukan kepalang saat beberapa detik yang lalu, seseorang yang begitu asing baginya membanting pintu di depannya dengan cukup keras. Tidak hanya suara dari gebrakan pintu yang membuat Qiara merasa sangat terkejut, namun seraut wajah dingin dengan sorot mata mematikannya telah berhasil menciutkan nyali Qiara. Aliran darah di wajahnya berkurang, hingga membuat wajahnya tampak pucat.
Beberapa saat yang lalu, Danny memintanya untuk mengambil buku catatan miliknya yang kemarin sempat dipinjam oleh Danny. Qiara yang memang cukup sering keluar-masuk rumah Danny sejak masih kecil pun, langsung masuk ke kamar milik Danny. Namun, betapa terkejutnya ia saat sudah membuka pintu, seseorang yang tidak pernah ia lihat sebelumnya tiba-tiba saja muncul dari balik pintu dan menatapnya dingin. Saat itu, tenggorokan Qiara seakan tercekat. Ia tidak mampu mengeluarkan satu kata pun karena terlalu terkejut dengan sosok es yang baru saja ia lihat untuk pertama kalinya.
"Qi, bukunya udah ketemu?" Tegur Danny tepat dari belakang Qiara yang masih membeku di tempatnya.
Melihat ada yang tidak beres dari Qiara sekarang, Danny tahu-tahu menyadari sesuatu. Ia baru ingat, bahwa ia belum memberitahukan pada Qiara bahwa ia sudah pindah kamar sejak tiga hari yang lalu. Danny meringis, lalu mendekati Qiara.
"Maaf, gue lupa ngasih tahu. Kamar gue sekarang di sana." Terang Danny sambil menunjuk salah satu kamar yang letaknya bersebelahan dengan kamar lamanya.
"Qi, lo baik-baik aja, kan?"
Tidak ada jawaban dari Qiara, ia masih menatap pintu di depannya dengan pandangan kosong.
"Qia?" Lirih Danny pelan, kali ini sambil menyentuh salah satu bahu Qiara.
Dan untuk yang kedua kalinya, lagi-lagi Qiara tersentak saat merasakan sebuah sentuhan di bahunya. Ia pun menoleh ke samping, lalu mendapati Danny yang sedang menatapnya dengan penuh rasa bersalah.
"Siapa pemilik baru kamar ini?" Tanya Qiara pada Danny dengan tatapan matanya yang masih kosong.
"Dia bukan pemilik baru. Dia pemilik lama kamar ini. Pemilik yang sebenarnya." Jawab Danny kemudian.
...****...
"Jujur, gue tahu masalah ini baru seminggu yang lalu. Gue ngasih tahu ini ke kalian, karena gue percaya sepenuhnya sama kalian." Terang Danny menutup penjelasan panjangnya pada Qiara, Arga, Windy, dan Celine.
Mendengar cerita yang baru saja Danny utarakan tentang rahasia besar keluarganya, Qiara, Windy dan Arga yang baru mengetahui kebenarannya tampak begitu terkejut, namun juga tidak bisa mengatakan apapun. Celine sendiri tidak merasa terkejut, karena ia tahu dalam waktu yang bersamaan dengan Danny. Celine adalah saudara sepupu Danny dari pihak Mamanya.
Mereka berlima adalah sahabat karib sejak mereka masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak hingga kini mereka menginjak tahun terakhir mereka di sebuah SMA. Hampir empat belas tahun bersahabat dan tumbuh bersama, membuat mereka merasa sangat dekat dan memiliki ikatan yang cukup kuat satu dengan yang lainnya.
Tentu saja bukan hal yang mudah bagi Danny untuk menceritakan yang sebenarnya pada sahabat-sahabatnya, utamanya pada Qiara. Tapi tidak peduli sesulit apapun, Danny merasa perlu untuk membagi rahasia ini dengan sahabat-sahabatnya agar tidak ada satu hal pun yang ia sembunyikan. Agar untuk ke depannya, mereka tidak merasa bingung dan bertanya-tanya tentang keadaan Danny dan juga... pemuda sedingin es itu.
"Makasih karena udah cerita ke kita, ya, Dann? Kita semua tahu, ini pasti bukan hal gampang buat lo." Ujar Arga.
"Ayo, lalui ini sama-sama. Kita selalu ada buat lo." Sambung Windy.
Menanggapi perkataan Arga dan Windy, Danny hanya tersenyum perih seraya menundukan pandangan matanya. Tidak lama kemudian, Qiara yang duduk tepat di sebelahnya, langsung mengangkat tangannya, lalu meraih tangan kanan Danny dan menggenggamnya cukup erat, berharap bisa mengalirinya sedikit kekuatan yang ia miliki. Sekali lagi Danny tersenyum, namun tidak seperti tadi, saat ini senyumannya lebih terlihat tenang. Tidak ada lagi rasa perih di dalamnya. Sepertinya, kekuatan yang Qiara berikan sudah merasuki dirinya. Itu terlihat dari senyuman di wajah Danny yang semakin lebar. Binar di matanya pun kembali terpancar.
Memiliki gadis ini di sampingnya, Danny sungguh merasa sangat beruntung.
Hanya beberapa saat setelah itu, tanpa sengaja Qiara melihat sosok laki-laki yang baru saja menjadi topik perbincangan di kelompoknya. Ia berdiri di atas balkon dan melemparkan tatapan dingin yang masih sama pada Qiara. Qiara tersenyum lembut meskipun pada akhirnya ia tidak mendapatkan balasan. Laki-laki tadi justru memilih hengkang dari balkon. Ia berjalan tanpa sekalipun menoleh ke arah Qiara yang terus mentapnya tanpa henti.
"Dann, nama Kakak lo siapa?" Tanya Qiara tanpa mengalihkan pandangannya dari balkon yang sudah kosong itu.
"Dean. Dean Nandra Adhitama."
...****...
"Lo suka sama gue?" Tanya Dean tanpa keraguan saat dia berbalik dan menghampiri Qiara yang berdiri tidak jauh dari posisinya.
Selama beberapa hari ini, Qiara terus saja mengikuti Dean. Dean sebenarnya sadar bahwa gadis itu sedang mengikutinya. Namun Dean hanya membiarkannya saja karena berfikir dia akan berhenti dengan sendirinya.
Tapi ternyata Dean salah. Qiara masih saja mengikutinya, seperti sebuah bayangan.
Bukan tanpa alasan kenapa Qiara melakukan hal itu. Sejak Dean pertama kali datang, pemuda itu selalu terlihat sendiri. Qiara yang tidak bisa mengabaikannya begitu saja, akhirnya memutuskan untuk mengikuti Dean, dan jika ada kesempatan, Qiara ingin mengajaknya berteman agar Dean tidak lagi sendiri. Alasan lain kenapa Qiara melakukan hal itu adalah, dia ingin mencari celah agar Dean dan Danny bisa dekat, layaknya saudara yang sesungguhnya.
"Ng─ nggak. A─aku nggak suka Kakak. Lagian aku udah punya pacar," sanggah Qiara gelagapan. Ia terlihat salah tingkah.
Sementara Dean, ia langsung menunjukkan reaksi misterius di wajahnya. Sejak dia kembali dengan semua luka dan kemarahannya, ini pertama kalinya Dean menemukan kenyamannya. Dan dia benci harus mengakui ini.
"Kalau begitu, jangan ikutin gue lagi!" Ucap Dean dengan tajam. Sorot matanya seakan mampu membekukan apa saja yang ditatapnya.
"A─aku..."
"Atau apa Danny yang minta lo buat ngikutin gue?"
"Bukan!" Jawab Qiara dengan cepat.
Tidak mungkin, kan, Qiara menyampaikan tujuannya yang sebenarnya? Bisa-bisa dia mati konyol di tangan manusia es ini.
Dean mengangguk. Raut wajahnya masih se-misterius tadi. "Kalo lo ngikutin gue cuma karena lo penasaran, gue saranin mending lo pergi sekarang juga." Dean terdiam sesaat sebelum berbisik pada dirinya sendiri, "lo bahkan mengatakan kalo lo nggak suka sama gue."
"Ha? Kak Dean ngomong apa?"
"Gue bilang, berhenti ngikutin gue!" Itulah ucapan terakhir Dean sebelum akhirnya melenggang pergi dari hadapan Qiara.
Di luar sadarnya, Dean tersenyum kecil.
Sesuatu yang tidak terjelaskan sedang terjadi padanya.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments