Elle menatap wajahnya di pantulan cermin yang ada di meja rias kamarnya. Dia terdiam sembari merenung mengingat bagaimana indahnya kehidupan sebelum dia menikah dengan Jarvis. Dia tidak akan merindukan Ayah dan juga adiknya seperti sekarang ini, dia harus bertahan karena lilitan hutang yang tidak tahu kapan akan selesai, dia juga tersiksa dengan segala tingkah Jarvis yang semakin gila setiap harinya.
Sekarang pula dia harus bangun sangat pagi dan membantu pelayan rumah mereka untuk membuat sarapan dan mengurus rumah. Sungguh luar biasa memang, sampai sekarang ini bahkan dia masih tidak percaya kalau Jarvis sudah begitu berubah sama sekali tak mirip seperti Jarvis sebelum menikahinya.
Sudahlah, mau memikirkan masalah ini sampai kapan pun sepertinya memang masih belum masuk akal dan dia perlu menjalani hari yang sepertinya akan banyak di suguhkan dengan penderitaan. Jalani saja sembari mecari tahu sebenarnya apa masalahnya, dan apa alasannya sehingga dia harus di bohongi habis-habisan oleh Jarvis sampai Jarvis menikahinya seperti ini tentulah ada hal yang terjadi dan itu tidak sederhana.
Beberapa saat kemudian.
Elle membuang nafas kasarnya setelah selesai mengelap piring yang akan di gunakan Jarvis dan dedengkotnya untuk sarapan, sebenarnya kalau boleh jujur saat ini hati Elle benar-benar sangat sedih dan menangis, tapi sayangnya dia tidak ingin mengeluarkan air mata berharganya untuk menangisi orang-orang tak berperasaan seperti Jarvis dan keluarganya.
" Sayang, tas yang kemarin aku tunjukan padamu aku sudah pesan jadi tinggal di bayar saja. " Ucap Vivian yang tengah berjalan menuju meja makan sembari memeluk lengan Jarvis.
" Iya, beli saja apa yang ingin kau beli. Nanti uangnya aku kirim ke nomor rekeningmu. "
Elle mencengkram kain lap yang ia gunakan karena merasa begitu marah dengan apa yang dia lihat. Bagaimana tidak? Jarvis dan Vivian tinggal di satu kamar yang sama padahal jelas sekali kalau pernikahannya dengan Jarvis terdaftar dalam catatan negara, jadi Vivian ini apa? Mungkinkah tinggal bersama kekasih seperti suami istri adalah hal yang wajar terutama mereka tinggal bersama dengan keluarga inti? Entahlah! Rasanya hanya dengan memikirkan itu Elle benar-benar merasa begitu sakit. Matanya yang sedari tabah tak menangis kini mulai sedikit berair jadi segera dia bangkit dan mencari kesibukan lain dari pada menangis.
Selian Jarvis dan Vivian yang duduk di sana, sekarang juga sudah ada Wendy dan juga Ibu Diana.
" Hei, ambilkan air mineral yang botolan! " Ucap Wendy kepada Elle dengan wajah dan nada bicara yang benar-benar tidak sopan sama sekali. Elle tadinya ogah menanggapinya, tapi yah mau bagaimana lagi karena kalau tidak menurutnya dia malas berhadapan dengan Jarvis dan harus melihat tatapan dingin dan kejam karena bagaimanapun tetap saja masih begitu sakit untuknya.
" Silahkan diminum, airnya. " Elle tersenyum seraya menyerahkan botol air mineral itu kepada Wendy. Tentu saja Elle tersenyum, tapi tatapan matanya tidak bisa berbohong kalau Elle benar-benar kesal dan Wendy benar-benar bisa melihat betapa menyebalkan itu.
" Gila! " Kesal Wendy dengan kasar mengambil botol itu dan mulai dengan kegiatan sarapannya.
" Hei, ambil salad sayur itu! Kenapa juga meletakkannya begitu jauh dariku. " Ucap Vivian kepada Elle yang baru akan beranjak dari sana setelah memberikan air mineral kepada Wendy.
" Wah, sepertinya kakimu tidak bisa bangkit karena bokongmu terllau besar ya? " Elle tersenyum dengan tatapan sinis begitu melihat Vivian menganga Kesal, tapi dia tetap mengambilkan salad dan menyendokkan salad ke piring Vivian dengan begitu banyak bahkan ada yang sampai berceceran di meja.
" Kau, kau sengaja ya?! " Kesal Vivian mendelik menatap Elle yang masih tersenyum manis seolah dia tidak merasa bersalah sama sekali.
" Tidak, hanya saja saya belum terbiasa menjadi pelayan, jadi mohon di maklumi saja ya? Aku tidak bersiap-siap dan kursus menjadi pelayan karena tahunya masuk ke sini sebagai istri. Yah, tapi mau bagaiman lagi? " Elle kembali tersenyum tidak ingin melanjutkan ucapannya karena tahu urusannya akan panjang kalau sampai dia mengatakan apa yang ingin dia katakan tadi.
" Enyahlah, aku muak melihatmu. " Ucap Jarvis dnegan tatapan yang terlihat begitu marah hingga rahangnya mengeras. Lagi, tatapan dan mimik wajah Jarvis benar-benar membuat Elle merasa begitu sakit karena lagi-lagi harus mengingat betapa manisnya Jarvis dulu seolah menjanjikan kebahagiaan yang luar biasa, tapi nyatanya malah neraka yang dia berikan padanya.
" Dengan senang hati. " Ucap Elle, dengan segera dia beranjak pergi menuju dapur untuk melepas kain lap yang ia gunakan dan masuk ke dalam kamarnya. Sedih, tentu saja dia sangat sedih hingga air mata sialan itu tumpah begitu saja ketika dia menutup rapat pintu kamarnya. Padahal dia sudah membayangkan betapa indah dan bahagianya ketika dia menikah dengan Jarvis. Dia akan tersenyum dan mendapatkan kecupan di dahi sama seperti istri pada umumnya ketika mengantarkan suaminya untuk memulai bekerja. Dia membayangkan masa-masa indah ketika dia hamil nanti, melahirkan bayi yang lucu dan membesarkan bersama dengan perasaan bahagia. Salahkah dia memimpikan semua itu setelah merasakan bagaimana betapa tulus, penuh perhatian, serta cinta yang begitu dalam sebelum Jarvis mengajaknya untuk menikah.
Sekarang semua berbalik begitu menderita seperti mimpi, seperti sulap yang tiba-tiba hilang dan berubah begitu saja membuat masih sulit untuk percaya bahwa ini nyata, dia masih saja berharap ini adalah mimpi buruk saja. Tapi yah, ketika sakit berkali-kali ini dia harus terbiasa dan mencoba sebaik mungkin untuk tetap menyadarkan dirinya bahwa ini nyata dan dia harus belajar sabar setiap hari untuk rasa sakit yang akan dia dapatkan.
Di ruang makan.
" Wanita itu benar-benar tidak memperlihatkan wajah melas, itu benar-benar tidak seru. " Ucap Ibu Diana yang langsung mendapatkan anggukan dari Vivian dan Wendy. Mereka benar-benar ingin minat wajah sengsara, menderita sampai menangis tersedu-sedu tapi sepertinya agak sulit karena Elle ternyata wanita yah cukup keras kepala dan pembangkang.
" Dia hanya pintar menjawab saja, kalau kita menyiksa fisiknya mana mungkin dia tidak akan menangis melas? " Ucap Vivian, maksudnya adalah ini sebuah usulan.
" Iya, dia memang harus di berikan hukuman fisik agar bisa sedikit tahu diri. Jangan segan-segan memberikan pelajaran, bagaimanapun membiarkan dia terus melawan adalah kesalahan yang besar karena nantinya dia akan terbiasa untuk melawan. "
" Aku setuju. " Ujar Wendy.
Jarvis tak mengatakan apapun, dia benar-benar serius dengan sarapannya karena dia tidak ingin terganggu dengan perut lapar saat meeting nanti.
" Sayang, kenapa diam saja? Kau setuju tidak dengan apa yang dikatakan Ibu? " Tanya Vivian.
" Iya. "
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
waahhh makin bikin penasaran
2022-12-26
0
Desy Noviana
jahatnya mereka
2022-10-30
1
Siti Fatimah
Sungguh menjijikkan punya istri tapi satu kamar dan wik wik sama wanita lain...sorry Thor gue nggak rela klo sampai Elle sampai balikan sama c cecungguk Jarvis..hidup seperti ini adanya cuma di dunia novel kali ya wkwkwk...jangan bikin perempuan nggak punya harga diri dengan balikan lagi sama manusia 😈 kaya gitu...
2022-10-30
2