Poni berhenti....ekornya berdiri tegak.
Dino memandang sosok di depannya
dengan takjub....
Sosok itu juga memandang Dino dengan kepala tegak.....
Kedua tanduk indah yang bercabang- cabang bertengger di atas kepala makhluk itu.
Badannya besar tegap berkaki empat, berbulu cokelat mengkilap.
Makhluk itu bersikap waspada mengawasi Dino.
Dino mengangkat senapannya, ia mengarahkan moncong senjatanya tepat di kepala makhluk itu.
Makhluk itu menatap tajam pada Dino, Dino memegang pelatuk senapannya dengan gemetar, rasa ragu memenuhi pikirannya.
Rusa jantan di depannya sangat gagah, indah dengan bulu cokelat mengkilatnya. Ada rasa sayang jika rusa besar itu mati di tangannya.
Terjadi perang batin di dalam hati Dino, antara perasaan sayang dan perasaan tetap ingin menembak demi untuk mendapatkan uang.
Dino menaksir- naksir berapa uang yang akan dia dapatkan bila menjual rusa dengan tanduk indah dari makhluk di depannya itu.
Ia akan dibayar mahal, bukan hanya karena daging besarnya melainkan juga dari kulit dan kepala yang bertanduk indah dari hewan buruannya tersebut.
Ia akan menjualnya kepada penadah hewan- hewan liar, terutama karena tanduk indah bagian kepala yang biasanya dijadikan hiasan dinding, yang harganya tentu sangat menggiurkan.
Dino langsung menelan air liurnya membayangkan besarnya uang yang akan ia terima bila ia bisa membawa pulang hasil buruan besar, seperti makhluk indah di depannya.
Dino mengarahkan moncong senapannya tepat di bagian dada hewan besar tersebut dan siap menarik pelatuknya.
Dorrrr.......
Hewan itu terluka dan bersimbah darah, ia bersimpuh berusaha untuk bangun lalu ia dengan bersusah payah berlari menjauh. ia berbalik arah lalu kabur...
Poni mengonggong kencang, ia berlari mengejar. Dino yang sempat terbengong ikut berlari mengikuti Poni.
Jejak darah menetes di sepanjang belukar yang mereka lewati, berbelok ke arah bebatuan besar.
Dino merasa heran, ia merasa tembakannya tadi tepat mengenai jantung hewan tersebut.
Tetapi hewan itu, walaupun dengan bersusah payah masih bisa bangun, lalu berlari kabur menjauhi mereka.
Di balik bebatuan, jejak darah itu mengarah ke arah pepohonan besar yang berdiri berjajar di depan Dino yang menyerupai sebuah gerbang.
Poni terus berlari mengikuti jejak darah dengan dikuti Dino di belakangnya.
Dino mengatur napasnya, entah mengapa ia merasa deretan pohon besar yang ia lalui bersama Poni terlihat berbeda dengan pohon- pohon besar sebelumnya.
Pohon- pohon besar lainnya berjarak tidak terlalu dekat antara satu pohon dengan pohon lainnya.
Sementara pohon- pohon yang Dino lalui di sini, seperti membentuk barisan berpola rapi seperti sebuah pintu gerbang.
Tiba- tiba Poni mengangkat ekornya, ia berhenti berlari lalu ia meraung.
Poni bersikap tidak seperti biasanya, seperti melihat sesuatu yang hanya bisa terlihat oleh matanya.
Dino mendekati Poni lalu mengusap lembut punggungnya.
"Poni ada apa?"
Poni menggonggong, entah apa yang dilihatnya. Seakan ia menjawab pertanyaan dari Dino.
"Ayo Poni kita kejar, rusa besar itu sudah terluka. Ia tidak akan bisa pergi jauh."
Dino berjalan mengikuti jejak darah, sementara Poni di sampingnya mengikuti Dino dengan ragu dan ketakutan.
Mereka tetap berjalan ke arah jejak darah tanpa menyadari mereka semakin jauh meninggalkan tempat titik kumpul mereka bersama Andi dan Wendi.
Mereka juga tidak menyadari hari mulai merangkak menuju sore dan sebentar lagi malam akan segera datang...
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Andi dan Wendi telah kembali ke titik kumpul seperti yang mereka janjikan.
Mereka kembali dengan tangan kosong, tidak ada hasil buruan.
Selain karena memang hari sudah siang, perut mereka meronta sudah minta untuk diisi.
Andi menyalakan api di tungku batu yang mereka buat, mengambil panci yang sudah diisi air. Bersiap untuk masak mie instan.
" Apes betul nasib kita kali ini, terpaksa harus makan mie lagi," celetuk Wendi.
" Entah bagaimana dengan Dino, mudah- mudahan ia berhasil membawa buruan," sahut Andi.
" Sudah siang begini dia juga belum muncul di sini," ucap Wendi lagi.
" Mungkin bentar lagi bro, kita tunggu aja."
Andi membuka kemasan dua bungkus mie, lalu memasukkannya ke dalam panci yang airnya mulai mendidih.
Setelah mie nya matang, Andi dan Wendi mulai makan dengan lahapnya.
" Dino pasti juga sudah lapar, kenapa ia masih belum kembali ya?" Andi mulai merasa cemas.
" Iya bro, harusnya ia kembali dulu ke titik kumpul dengan atau tanpa hasil," Wendi juga mulai merasa cemas.
Mereka menyelesaikan makan siang mereka, dan Dino masih belum terlihat juga.
Andi dan Wendi saling menatap dengan perasaan cemas.
" Padahal sore ini kita seharusnya udah pulang ke rumah, isteri kita pasti cemas kalau kita masih belum pulang," ucap Andi.
Andi dan Wendi mondar- mandir dengan cemas, mereka menimbang- nimbang apa yang harus mereka perbuat, akan menyusul ke arah Dino dan Poni berburu, atau tetap menunggu di situ sampai Dino kembali.
Setelah menunggu selama kurang lebih satu jam, Dino dan Poni masih belum kembali di titik kumpul seperti yang dijanjikan.
" Gimana bro, takut terjadi sesuatu sama Dino di sana. Gimana kalau kita susul aja?" tanya Andi kemudian.
" Ayo bro, hari udah siang sebentar lagi sore. Ayo kita coba susul ke arah Dino sama Poni pergi, kita cari di sana," jawab Wendi.
Wendi dan Andi lalu mengambil senapan, lalu segera menyusul dan berjalan ke arah tempat mereka tadi berpisah arah.
Mereka terus menyusuri jejak kaki Andi dan Poni dari bekas semak belukar yang terinjak.
Mereka telah sampai di tempat Dino tadi menembak, dan mata mereka langsung melihat ke arah yang sama.
Ada bekas darah yang mulai mengering.
Andi dan Wendi saling memandang.
Andi dan Wendi tanpa suara mulai mengikuti arah jejak darah yang berceceran di antara semak belukar.
" Ini darah hewan buruan atau bukan kira- kira bro?" Andi memecah kebisuan di antara mereka.
" Mudah- mudahan iya bro, mungkin Dino berhasil menembak buruan, hewannya terluka.....lalu Poni dan Dino mengejarnya...." Wendi menjawab sambil menebak - nebak situasi yang mungkin Dino dan Poni alami.
Mereka terus berjalan sampai di sebuah bebatuan. Andi dan Wendi melihat jejak darah itu berbelok ke arah bebatuan tersebut.
Andi mengawasi sekeliling, matanya mencari - cari kalau- kalau melihat Dino dan Poni.
Hanya keheningan yang ada di dalam sana, dengan rimbunnya pepohonan dan semak belukar.
Tidak tampak satu ekor binatang pun yang mereka temui.
Andi dan Wendi melanjutkan pencarian mereka, di balik bebatuan jejak darah mengarah ke arah pepohonan besar yang berbaris aneh.
Andi dan Wendi saling memandang, mereka berdua memikirkan hal yang sama.
Pohon- pohon di depan mereka berjajar rapat membentuk dua sisi, seperti sebuah pintu gerbang.
Jejak darah menuju ke arah sana, masuk di antara jajaran dua barisan pohon tersebut.
Perlahan Andi dan Wendi masuk di antara dua barisan pohon yang berbentuk seperti gerbang itu.
Mereka memegang erat senapan yang mereka silangkan talinya di bahu mereka.
Mata mereka melihat sekeliling, yang tampak hanya semak belukar dan pepohonan rapat yang menjulang tinggi.
Degup jantung mereka berpacu dengan cepat.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Tati st🍒🍒🍒
mungkinkah siluman kijang yg ditembak
2024-11-24
0
Agatha Caulie
👍👍👍👍
2022-10-28
1
Mie Siau
🙏🙏🙏🙏🙏
2022-10-27
0