Berpura-pura Menjadi Kekasih

Pria itu berdiri dan tampak tak suka. "Aku tak percaya jika dia adalah calon suamimu!"

"Ya sudah, kalau tidak percaya," ucap Laura santai.

"Dia hanya petugas kebersihan," ujar pria itu memandang sinis.

"Memangnya kenapa? Kami saling mencintai juga," ucap Laura.

"Aku ingin bukti jika kalian adalah sepasang kekasih."

"Baiklah!" Laura merangkul pinggang Keenan lalu mengecup pipinya.

Pria itu mendelikkan matanya tak percaya.

"Sekarang kamu sudah percaya, kan?" tanya Laura.

Pria itu pun pergi.

Setelah melihat pria itu menghilang dari pandangannya, Laura dengan cepat mengambil tisu dan mengelap bibirnya, kemudian menatap Keenan. "Maafkan aku!" sedikit menunduk. "Jangan berpikir yang aneh-aneh tentangku tapi dengan kehadiranmu tadi sudah menyelamatkan aku!" lanjutnya.

Keenan tetap diam.

"Kamu boleh kembali bekerja!"

Keenan lalu melangkah pergi.

Laura bernafas lega, tapi ia segera memukul kepalanya pelan. "Kenapa aku bisa semudah itu mencium pipinya? Astaga, murah sekali bibirku ini!"

-

Menjelang makan siang, Laura ke ruangan Keenan. Ia mengajak pria itu ke sebuah restoran.

"Kamu ganti pakaian, kita akan makan siang!" ajaknya.

"Nona, kamu tidak mengajakku!" ujar Tommy.

"Bolehlah!" ucap Laura.

"Terima kasih banyak, Nona!" Tommy tersenyum senang.

Mereka menuju ke sebuah restoran terdekat dari kantor, Kesya juga turut ikut.

Sesampainya di sana, Laura menanyakan makanan dan minuman apa yang diinginkan Tommy dan Kesya.

Setelah keduanya menyebutkan makanan dan minuman, Laura juga memesan untuk dirinya dan Keenan.

Laura dan Kesya sibuk dengan ponselnya masing-masing, Keenan tetap dengan duduk posisi tegak menatap wanita yang telah menyelamatkannya.

Sementara itu, Tommy duduk sembari mengedarkan pandangannya melihat dekor restoran dan orang-orang yang hilir mudik. Maklum, ini pertama kalinya ia makan di tempat yang cukup mewah.

Tak sampai 20 menit, pesanan keempatnya datang.

Kesya dan Tommy tampak heran dengan menu yang dihidangkan.

"Nona, ini banyak sekali. Apa tidak salah?" tanya Kesya.

"Iya, Nona. Ini bisa untuk makan sepuluh orang," sahut Tommy.

"Kalian tenang saja, semua makanan ini habis," ujar Laura.

Tommy menelan salivanya, melihat makanan begitu banyaknya dan lezat.

"Ayo makan, jangan dilihat saja!" ucap Laura.

Kesya dan Tommy mulai menikmati makanannya begitu juga dengan Laura.

Tommy yang sedang mengunyah makanannya, melirik ke sampingnya dan tampak terkejut karena makanan di piring Keenan sudah habis.

Tommy lantas menegakkan tubuhnya dan melihat makanan yang tadinya di pesan sudah tinggal 3 piring.

"Apa kau sangat lapar?" tanya Tommy heran.

Keenan mengangguk.

Kesya juga rupanya memperhatikan pria yang ada dihadapan atasannya. Ia tampak heran.

"Tak usah dipermasalahkan, kamu mau tambah lagi?" Laura menawarnya pada Tommy.

"Tidak, Nona. Ini saja belum habis, tapi kalau untuk kedua orang tua saya mau," jawab Tommy.

"Ya sudah, kalau begitu pesan saja dan saya akan bayar. Nanti sepulang kerja, kamu bisa mengambilnya," ucap Laura.

"Terima kasih banyak, Nona!" Tommy begitu senang.

Selesai makan siang, keempatnya kembali ke kantor.

Kesya yang mengemudi para pria duduk di bangku belakang.

Begitu sampai, Laura melihat mobil Mario terparkir dihalaman.

Keempatnya memasuki bangunan kantor bersamaan.

"Nona, bukankah itu mobil Tuan Mario?" bisik Kesya.

Laura mengangguk.

Tommy berjalan ke ruang bagian pekerja kebersihan namun tidak dengan Keenan yang mengikuti langkah Kesya dan Laura.

Tommy yang menyadari jika Keenan berselisih jalan dengannya membalikkan badannya. "Astaga, kenapa dia ke sana?" ia melangkah cepat menghampiri temannya.

"Keenan!" panggilnya.

Keenan berhenti lalu menoleh pada Tommy.

"Kau mau ke mana? Ayo kita kembali bekerja!" ajaknya sembari memegang tangan temannya.

Keenan pun menuruti perintah ajakan Tommy.

Laura tampak cuek dengan kehadiran Mario di kantornya. "Silahkan masuk, kita bicara di dalam!" membuka pintu ruangan.

Mario masuk.

"Ada apa ke sini?" tanya Laura ketus.

"Kenapa dia tidak marah-marah?"

"Mario, mau apa ke sini?"

"Aku mau bertemu denganmu, memperbaiki hubungan kita."

"Hubungan?" Laura mengerutkan keningnya.

"Ya, aku ingin kita seperti dahulu menjalin kasih. Aku minta maaf telah melakukan kesalahan malam itu."

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan," ujar Laura.

"Kita pernah memiliki hubungan spesial sebagai sepasang kekasih," ucap Mario.

Laura tertawa.

Mario mengerutkan dahinya.

"Kita hanya teman saja, mana mungkin kita memiliki hubungan kekasih. Kau pasti sedang bermimpi," ujar Laura.

"Apa kejadian malam itu membuatmu amnesia?" Mario memegang kepala Laura namun ditepis dengan cepat.

"Aku tidak suka, kau menyentuh kepalaku!" Laura tampak cemberut.

"Sayang, kau tidak ingat sama sekali tentang kita?"

Laura menggelengkan kepalanya.

"Kita pernah menjalin hubungan, kenapa kau tidak mengingatnya?"

"Aku benar-benar tak mengingatnya, aku hanya tahu kita teman saja!"

Mario menghela nafas pasrah.

"Aku mau kerja, bisakah kau pergi dari ruangan ku ini?"

Mario tak menjawab, ia mengangguk kecil lalu keluar.

Setelah Mario pergi, Laura duduk di sofa lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya ia kemudian menangis. "Aku ingat semua kejadian malam itu, tapi aku berpura-pura melupakannya!"

-

Laura pulang ke apartemennya bersama Keenan. Suara ponselnya berdering, ia bergegas menjawabnya. "Halo, Ma!"

"Kamu pulang ke rumah sekarang juga!" perintah Mama Dita.

"Aku belum bisa, Ma."

"Mama ingin bicara denganmu!"

"Ma...."

Panggilan telepon terputus.

Laura mengarahkan pandangannya kepada Keenan. "Aku harus ke rumah, orang tuaku menyuruhku pulang. Kau tidak apa-apa 'kan jika ku tinggal?"

Keenan mengangguk.

"Besok pagi sebelum berangkat kerja aku akan menjemputmu, kita pergi bersama ke kantor!"

Keenan kembali menggerakkan dagunya.

"Sampai jumpa!" Laura melangkah cepat ke parkiran mobil.

Laura melesat ke rumahnya.

Perjalanan tak membutuhkan waktu 30 menit, Laura turun memasuki rumah kedua orang tuanya.

Tampak pria yang tadi pagi datang ke kantornya duduk bersama papa dan mama Laura.

"Mari, Nak!" panggil Papa Romi lembut.

Laura mendekat dan duduk.

"Apa benar kekasihmu adalah seorang office boy?" tanya Mama Dita.

Laura mengiyakan.

"Kenapa bisa menjalin hubungan dengan seorang pria yang pekerjaannya di bawah kamu?" Mama Dita tampak kesal.

"Kami saling mencintai, Ma." Jawab Laura berbohong.

"Jadi, pria itu yang akan kamu kenalkan pada kami!" ujar Mama Dita.

"Iya, Ma."

"Laura, kami sebenarnya berniat ingin menjodohkan kamu dengan Delon," ucap Papa Romi lembut.

"Aku tidak mau dijodohkan, Pa," tolaknya.

"Lalu kamu ingin bersama Mario atau pria itu?" tanya Mama Dita.

"Ma, beri waktuku untuk menentukan siapa akan menjadi pasangan hidupku," jelas Laura.

"Sayang, usia kamu sudah pantas untuk menikah. Kami ingin memiliki cucu, tentukan segera pilihanmu!" pinta Mama Dita.

"Sabarlah, Ma. Aku ingin mengejar karirku menjadi desainer terkenal," ujar Laura.

"Setelah menikah kamu bisa mengejarnya, Laura!" ucap Mama Dita.

"Sekarang, bagaimana Paman, Bibi?" tanya Delon.

"Beri waktu putri kami berpikir," jawab Papa Romi.

"Aku tidak mau menikah dengannya, Pa!" ucap Laura.

"Laura, jangan memberikan keputusan gegabah!" Mama Dita memarahi putrinya.

"Aku serius, Ma!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!