Calon Menantu

Laura bingung untuk menjawabnya.

"Laura, apa kamu mendengar Mama?"

"Iya, Ma."

"Siapa pria itu?"

"Calon menantu, Mama!" jawab Laura berbohong sambil memukul kepalanya pelan.

"Perkenalkan pada kami!"

"Lain waktu, Ma. Sampai jumpa!" Laura menutup teleponnya lalu menghembuskan nafas leganya.

Laura menjatuhkan tubuhnya di kursi, Keenan yang tanpa diminta memberikannya segelas air mineral.

"Terima kasih!" Laura meminumnya.

Keenan duduk berhadapan dengan wanita dengan tatapan dingin.

Laura meletakkan gelasnya kembali di meja. "Apa ada yang salah denganku? Kenapa memperhatikan aku seperti itu?"

Keenan beranjak berdiri kemudian ia pergi ke kamar.

"Dia sungguh aneh!" gumamnya.

Laura masuk ke kamarnya membersihkan dirinya lalu merebahkan tubuhnya di ranjang sembari memainkan ponselnya.

Matanya membulat kala melihat foto kekasihnya sedang merangkul seorang wanita yang dikenalnya. Laura mengepalkan tangannya, dirinya merasa dikhianati.

Laura meraih jubah panjang yang digantung dekat lemari lalu memakainya.

Keenan yang baru saja keluar dari kamar melihat Laura berjalan terburu-buru, ia pun mengikutinya.

Laura mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, ia terus memukul setir mobilnya.

Ia turun di sebuah klub malam, Laura melangkah dengan wajah kesal dan marah memasuki tempat itu.

Mengedarkan pandangannya mencari Mario dan wanita yang ada difoto. Tak cukup lama Laura mencari akhirnya ia menemukannya.

Melangkah cepat, Laura menarik bahu Mario lalu melayangkan tamparan ke pipi pria itu. "Dasar brengsek!"

Mario mengeraskan rahangnya.

Wanita yang ada disebelah Mario mendorong tubuh Laura hingga terjatuh.

Mario menahan selingkuhannya, "Cukup!"

"Aku pikir kau benar-benar mencintaiku, ternyata...." Laura tak dapat melanjutkan ucapannya.

"Ayo kita pergi dari sini!" Mario menarik teman wanitanya menjauh.

Laura berdiri dan mengejar kekasihnya itu. "Mario kita belum selesai bicara!"

Pria itu tak menggubrisnya, memilih dengan cepat memasuki mobilnya.

Laura berusaha mengejar mobil yang dikendarai Mario dengan berlari namun kendaraan itu melaju cepat. Laura terjatuh di aspal dan menangis.

Hujan pun turun dengan deras.

Keenan datang dan memayunginya yang sedang terpuruk.

Laura mendongakkan kepalanya melihat siapa yang berada di dekatnya, ia berdiri dan mereka saling berhadapan.

Keenan meraih tangan Laura dan menggenggamnya tak lama kemudian wanita itu pingsan.

****

Laura terbangun pukul 6 pagi, ia membuka matanya seperti tidak terjadi apa-apa. Melangkah dengan malas ke kamar mandi.

Hampir sejam ia keluar menggunakan handuk kimono. Mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

Mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja kemudian berjalan ke arah dapur.

"Pagi, Keenan!" sapanya tersenyum.

Pria itu tak menjawab.

Laura menarik kursi lalu duduk dan menikmati masakan yang dibuat pria itu.

"Keenan, aku tidak tahu di mana rumahmu dan siapa nama aslimu. Kau juga tidak bisa bicara, membuat kita kesulitan berkomunikasi. Ku harap kau mampu memberikan aku isyarat agar ku tahu apa yang kau inginkan."

Keenan tetap fokus dengan makanannya.

"Keenan, apa kau mendengarku?" tampak kesal.

Keenan hanya sebentar mendongak dan menatap Laura lalu kemudian melanjutkan makan.

"Kau harus bekerja, Keenan. Tak mungkin terus berada di rumahku, kau seorang pria setidaknya kau bisa bertanggung jawab dengan dirimu sendiri. Apa kau mau bekerja di perusahaan ku?"

Keenan hanya diam tak merespon.

"Astaga, Keenan. Aku sudah capek berbicara kau malah tidak mendengarkan ku. Oh, sulit sekali memahamimu!" Laura menyuapkan makanan ke mulut.

Beberapa menit kemudian, Laura memundurkan kursinya. "Aku akan ke kantor, kau mau ikut aku bekerja atau di rumah saja!"

Keenan menggerakkan jari telunjuknya ke arah dada Laura.

"Ikut bekerja?"

Keenan mengangguk.

"Berpakaianlah yang rapi, aku menunggumu di mobil!" Laura berjalan lebih dahulu ke parkiran.

Laura membuka pintu mobil bagian kemudi lalu duduk, tanpa disadarinya Keenan sudah berada di sebelahnya.

Laura memasang sabuk pengaman terkejut ketika melihat Keenan sudah berpakaian rapi menggunakan kemeja lengan pendek, celana panjang dan sepatu duduk di sebelahnya. "Cepat sekali kau sampai di sini?"

Keenan tak menjawabnya.

"Lebih baik aku tidak perlu bertanya yang ada buat sakit hati saja karena tak ada jawaban," omelnya.

Laura menghidupkan mesin mobil melaju ke kantornya tak ada obrolan diantara keduanya.

Begitu sampai, Keenan menjadi pusat perhatian para karyawan kantor

Kesya hendak bertanya tetapi dengan cepat Laura menjelaskan, "Dia temanku, dia akan bekerja di bagian kebersihan."

"Saya pikir dia calon suami anda, Nona." Celetuk Kesya.

Laura hanya tersenyum.

-

Laura kini memegang sapu, "Aku tidak tahu keahlian kamu apa, jadi untuk sementara ini saja yang kamu kerjakan 'ya!"

Keenan mengangguk.

"Aku mau ke ruangan ku, makan siang nanti aku akan ke sini menemuimu," ujar Laura.

Keenan lagi-lagi mengangguk.

"Hei, anak baru kemarilah!" panggil seorang pria sebaya usia Laura.

Keenan mendekatinya.

"Kau sungguh beruntung, bisa bekerja di sini apalagi aku lihat kau satu mobil dengannya," ujar pria yang bernama Tommy.

Keenan hanya mendengarnya saja.

"Asal kau tahu, Nona Laura itu selain cantik juga baik hati. Banyak sekali pria yang ingin menikahinya termasuk aku," ucap Tommy tertawa. "Tapi, itu tak mungkin. Aku hanya tukang bersih-bersih di sini," lanjutnya menyengir.

Keenan tersenyum samar.

"Sekarang kamu bersihkan toilet ini, aku mau membuang sampah," ujar Tommy.

Keenan mengangguk.

Tommy membawa sampah yang dibungkus plastik ke tong yang ada diluar gedung.

Sepuluh menit kemudian, ia kembali menghampiri Keenan di toilet namun pria yang dicarinya tak nampak.

Tommy melihat keseluruhan dalam toilet yang dibersihkan dan tercium bau harum juga, "Cepat sekali dia membersihkannya!" gumamnya memuji.

Tommy pun mencari keberadaan Keenan, ia melangkah ke pantry dan benar saja rekan kerjanya itu berada di sana.

"Aku mencarimu, ternyata di sini. Kerjaan sangat memuaskan, pasti Nona Laura sangat suka," ucap Tommy mengacungkan jempol kanannya.

Keenan hanya tersenyum tipis.

"Hei, apa kau tidak bisa berbicara?" tanya Tommy.

Keenan tak menjawabnya.

"Ya sudahlah, bagaimana lagi. Terpenting, kau mengerti pekerjaan. Kau ingin teh atau kopi biar aku buatkan," tawarnya.

Keenan hanya diam.

"Astaga," Tommy menepuk keningnya. "Kau 'kan tidak bisa berbicara, bagaimana bisa menjawab. Jadi, begini saja, kau mau kopi?" tanyanya.

Keenan menggeleng.

"Teh?"

Keenan mengangguk.

"Baiklah, aku akan buatkan teh untukmu!" Tommy pun membuatkannya. Terdengar suara telepon berdering, ternyata dari bagian ruangan Presdir. Ia menjawabnya tak lama kemudian menutup panggilannya.

Tommy menyerahkan secangkir teh hangat kepada Keenan.

"Aku mau buat teh hijau dan kopi, nanti kau yang mengantarkannya ke ruangan Nona Laura, ya!"

Keenan menggerakkan dagunya perlahan.

"Tunggulah sebentar!" Tommy membuat pesanan atasannya.

Tak lama kemudian, Keenan membawa 2 cangkir minuman ke ruangan kerja Laura.

Keenan meletakkan cangkir tersebut di meja khusus tamu Presdir.

"Kamu boleh keluar," ucap Laura ramah.

Keenan enggan pergi, ia menatap tajam pria yang duduk bersebelahan dengan Laura.

"Hei, apa kau tidak dengar yang diperintahkannya?"

Keenan semakin menyipitkan matanya.

Laura berdiri lalu mendekati Keenan, "Sayang, dia hanya temanku. Kamu jangan cemburu, ya!" mengelus dada pria itu.

"Kau bilang apa dengannya, Laura?"

"Sayang."

"Siapa dia?"

"Calon menantu orang tuaku!".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!