Ch.4 Tidur Bareng

Setelah kejadian Alisa melihat tubuhku yang separuh terbuka tadi, ia bergegas pergi ke dapur untuk memasak mie untukku.

"Fyuh ... walau begini aku juga malu tau kalo dilihat seorang gadis, apalagi pacarku sendiri ..." gumam aku.

Setelah selesai berganti pakaian, aku membuka smartphone-ku untuk membaca manga sembari menunggu Giza selesai memasak.

beberapa menit kemudian.

*tok tok tok

"Y-Y-Yuta ... apakah aku sudah bisa masuk?"

"Ah, Silahkan Giza"

Giza masuk membawa piring berisi mie dan juga minuman untukku. Aku jadi ngebayangin gimana kalau aku sudah menikah dengannya nanti.

"Ini mie yang kamu mau, Yuta"

"Terima kasih ya Giza"

"Dan itu ... aku minta maaf tentang kejadian tadi, aku lupa untuk mengetuk pintunya jadi–"

"Yosh yosh,"–aku mengelus kepala Giza–"gapapa kok Giza. Lagian itu juga salahku karena aku tidak mengunci pintunya"

"Mhm ... yaudah kalo gitu, sebagai permintaan maafku, aku suapin ya, mau nggak?"

"Mau banget!"

Siapa sih yang nggak mau disuapin Giza.

"Sambil nonton yuk"

"Nonton apa Yuta?"

"Anime ... oiya, kamu itu suka anime atau nggak sih?"

"Umm ... nggak terlalu sih sebenarnya, mungkin karena masih sedikit yang ku tonton"

"Yaudah, sekarang aku akan membuatmu suka sama anime, ehehe"

"Hum ... oke deh, toh aku bisa nonton bareng Yuta"

Kami pun akhirnya menonton anime bareng. Nonton sambil disuapin pacar tuh enak banget! Serasa seperti sudah nikah.

"Yuta, aku ke bawah dulu ya, mau cuci piring ini"

"Oh, oke Giza"

Sesaat aku kepikiran tentang osis yang dibicarakan Giza tadi siang. Seandainya aku masuk osis, apakah aku akan diterima? Siswa-siswi yang berkompeten saja mengundurkan diri, apalagi aku?

Sebenarnya, kak Ayane itu orangnya seperti apa sih?

Suara pintu yang dibuka terdengar di telingaku saat aku sedang memikirkan hal itu.

"Yuta ..."

Giza? Kok dia balik lagi ke kamarku? Dan juga ... dia mengenakan piyamanya? Baru kali ini aku melihat Giza menggunakan piyama. Dia kelihatan cocok banget, seperti putri kerajaan yang ingin tidur.

"E-eh ...? Ada apa Giza? Kamu gak ke kamarmu?"

"Anu ..., malam ini, bolehkah aku tidur bersamamu?"

"Ha–hah?!"

Sebentar, dia mau tidur bareng? Kita ini pacaran loh, walaupun sudah jadi kakak adik sih ... tapi.

"E-engga boleh ya? Kalau begitu aku minta maaf karena–"

"Boleh kok"

"Eh ...?"

Kalo aku jawab tidak, aku yakin Giza bakal sedih, jadi ya mau gimana lagi?

"T-tapi kasur ini tidak terlalu besar, loh? Apakah tidak apa-apa?"

"Nggak papa kok Yuta"

"Kalau begitu, Giza ambil bantal dulu sana di kamar Giza, bantal di sini hanya ada satu untukku, oiya sama guling juga untuk kamu peluk"

"Padahal aku bisa ..."

"Apa Giza?"

Suara Giza terlalu kecil, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

"Tidak ada apa-apa, kalau begitu sebentar ya Yuta"

"Oke"

Tetapi aku gak nyangka juga ya, tiba-tiba Giza mau tidur bareng. Apakah ada sesuatu? Atau mungkin dia memang hanya ingin berada di dekatku?

"Ini Yuta"

Giza kembali dengan membawa satu bantal saja.

"Gak pake guling, Giza?"

"Gak usah"

"Oke deh, sini Giza,"–aku menepuk-nepuk kasurku–"kamu di sebelahku sini"

"A-ah ... oke"

Wangi harum tubuhnya Giza tercium sesaat setelah dia mendekatiku. Apalagi piyama yang ia pakai itu sedikit besar, membuatnya tubuhnya terlihat kecil.

"Permisi ..."

Giza mengangkat selimut kasurku lalu masuk ke dalamnya. Sekarang, posisi Giza benar-benar ada di sampingku.

Mataku sempat bertatapan dengannya sesaat, lalu setelah itu kami berdua berbalik badan memalingkan wajah kami.

"Yuta ..."

"A-ah, kenapa Giza?"

"Apakah kita benar-benar bisa meneruskan hubungan ini?"

Suara lirih Giza membuat hatiku terasa seperti tersayat oleh pisau. Kata-kata yang ia keluarkan itu sangat mendalam hingga aku tidak bisa menjawabnya dengan asal.

Namun, aku tetap berusaha untuk terus menghibur Giza. Sambil berbalik badan menghadap Giza, aku menjawab pertanyaannya.

"Giza, lihatlah aku"

Aku mencolek badan Giza, lalu secara perlahan badan ia berbalik menghadapku. Aku menatap Giza sambil berusaha menenangkan dirinya dengan lembut.

"Giza, sudah kubilang, bukan? Jangan terlalu memikirkan hal ini"

Sambil mengelus-elus rambutnya, aku melanjutkan perkataanku.

"Untuk sekarang, selama kita masih bisa bersama, masih bisa berdua seperti sekarang, semuanya akan baik-baik saja"

"..."

Aku melipat tanganku ke belakang kepala, menatap langit-langit ruangan.

"Lagi pula, kita berdua masih bersekolah 'kan? Kita masih kelas 2 SMA, belum saatnya untuk memikirkan hal tentang itu"

Giza mengangguk seakan meng-iyakan pernyataanku. Sesaat setelahnya, Giza menanyakan suatu hal yang tidak ada kaitannya dengan yang dibahas tadi.

"Yuta, apakah berpelukan adalah sebuah hal yang normal untuk seorang kakak ke adiknya?"

"Eh? Umm ... kurasa itu hal yang normal"

"Kalau begitu ... Yuta, peluk aku dong"

Guha! Hatiku tidak siap menerima permintaan yang tiba-tiba seperti itu. Giza mengucapkan permintaan itu sambil merentangkan kedua tangannya ke arah leherku.

"... Yuta?"

Tanpa berkata apapun, aku mulai merentangkan kedua tanganku juga lalu mendekati Giza yang ekspresinya berubah dari murung menjadi malu-malu itu.

Secara perlahan, aku mulai mendekap Giza ke dalam hangatnya tubuhku. Giza juga mulai merapatkan tangannya ke belakang leher kepalaku. Saat ini, tidak ada jarak sedikit pun antara kami berdua.

"Yuta, Giza berharap waktu akan berjalan lebih lambat di saat-saat seperti ini"

"Yuta juga berharap seperti itu"

Sesaat setelahnya, kesadaranku mulai hilang. Penglihatan mataku mulai kabur dan di saat itu juga aku mendengar sebuah kata-kata dari Giza.

"I love you, Yuta"

"I love you too–"

Sebelum sempat mengucapkan kalimat terakhirku, aku sudah terlelap dalam dekapan hangat Giza. Waktu pada malam itu terasa berjalan lebih lambat dari biasanya. Sepertinya harapan Giza terkabul.

***

Ada sesuatu yang menempel di pipiku saat aku hampir terbangun, lalu suara ini terdengar di telingaku.

"Yuta, bangun udah pagi"

Giza membangunkan aku sambil mencium pipiku. Tidak seperti biasanya, aku langsung terbangun saat dibangunkan oleh Giza.

Mungkin karena aku tidak tidur terlalu malam? Atau karena aku dibangunkan dengan cara dicium?

"Erm ..."

Aku merentangkan badanku sambil berusaha membuka mataku yang masih tertutup. Sesaat setelah aku membuka mataku, aku melihat Giza yang hanya memakai handuk untuk menutupi tubuhnya yang mungil itu.

"E-e-e-eh? Giza? Kenapa cuman pake handuk doang?!"

Tentu saja aku terkejut karena melihatnya. Ini adalah naluri alami seorang lelaki saat melihat lawan jenisnya berpakaian seperti itu.

"Kenapa? Tentu saja karena aku habis mandi"

Giza tiba-tiba menyeringai sambil melanjutkan kata-katanya.

"Atau jangan-jangan ... Yuta mikir yang aneh-aneh ya?"

"Eh ... uh ... ngga kok ..."

"Ehehe, aku bercanda kok. Ngomong-ngomong, selamat pagi, sayang"

"Hee ...? bukannya kemarin Giza menyuruhku jangan panggil sayang kalo di rumah? Sekarang malah Giza-nya yang manggil aku sayang"

"Gapapa kok, lagi pula mama–"

Ah, handuk yang terlilit di tubuhnya itu sepertinya akan jatuh. Ini firasatku saja tapi aku langsung berbalik badan memalingkan wajahku.

"AAAAAA!!!!!"

Giza berteriak kencang lagi saat melihat handuk yang dipakainya jatuh.

Sepertinya Giza benar-benar gadis yang ceroboh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!