“Hiduplah setiap detik tanpa ragu-ragu.” — Elton John
Evelin berjalan dengan santai melalui lorong sekolah. Suasananya damai dan sepi karena semua murid berada di dalam kelas.
Sebenarnya waktu pulang sekitar 30 menit lagi, tapi Evelin malas menunggu jadi dia keluar duluan.
Sebuah tembok tinggi terpampang di depannya. Evelin melihat sekeliling sebelum sedikit mundur lalu berlari dan melompati tembok yang bisa dibilang tinggi itu. Dia mendarat dengan mulus tanpa kesusahan.
Dia berjalan dengan santainya menjauh dari sekolah. Evelin sekarang ingin berjalan-jalan melihat dunia yang akan dia tempati mulai sekarang sekaligus mencuri informasi.
Evelin terus berjalan tanpa memedulikan sekitarnya. Menurut informasi dari novel, pemilik aslinya sering berkumpul di markas tempat anak-anak nakal berada.
Jadi, sekarang tujuannya adalah ke sana. Jika berjalan kaki hanya butuh waktu sekitar 15 menit, jadi Evelin memutuskan berjalan sambil melatih tubuh barunya.
***
Di suatu tempat yang dipenuhi oleh banyak orang terdengar suara ribut. Itu bukanlah tempat yang bagus namun juga bukan tempat yang buruk.
Jika ada yang bertanya kepada murid nakal, mereka akan bilang itu tempat yang bagus.
namun jika ada yang bertanya kepada murid teladan dan rajin, mereka pasti menjawab kalau itu adalah tempat yang buruk.
Gedung tiga lantai yang terlihat usang dan sudah ditinggalkan itu menjadi tempat anak-anak nakal berkumpul. Walau terlihat usang dari luar namun di dalamnya sama sekali berbeda.
Ada sofa panjang yang diduduki beberapa remaja, tidak jauh dari sofa terdapat meja biliar yang elegan.
Gedung itu adalah tempat anak-anak Invisible berkumpul.
Beberapa remaja juga bermain kartu dalam grup beberapa orang.
Ada juga yang saling bertarung adu panco, di kelilingi beberapa orang yang berteriak dengan semangat.
Siswa yang ada di sana berbeda dari siswa lainnya.
Seragam sekolah mereka lusuh dan terselip di pinggang mereka.
Beberapa memiliki rambut dicat warna-warni dan tindik di telinga mereka.
Beberapa memiliki tato yang mengintimidasi di leher dan tangan mereka.
Dan yang lebih penting adalah mereka semua memancarkan aura menindas.
itu menakutkan bahan untuk dilihat.
Karena itu, beberapa orang memilih menghindar dan bahkan tidak mau bahkan hanya untuk mendekati gedung itu.
semua berjalan sepeti biasa tanpa adanya gangguan. Itu tadi.
"Hai.. Everyone."
Evelin melihat sekeliling ruangan, hanya ada anak laki-laki di sana. Setiap pemilik aslinya kesini dia selalu membawa 'temannya' bersamanya tapi sekarang dia datang sendirian.
Gedung itu di beli oleh pemilik aslinya termasuk perabotan dan hal lainnya di dalam gedung itu.
Dua lantai digunakan untuk anak-anak berkumpul dan lantai paling atas di gunakan sebagai kamar pemilik aslinya.
Alasan pemilik aslinya membuat tempat ini adalah untuk mengumpulkan anak nakal yang bisa dia suruh.
Misalnya jika dia ingin mencelakai atau menargetkan seseorang, dia akan menyuruh mereka.
Dia membeli tempat adalah sebulan yang lalu. Jadi, pemilik aslinya hanya menyuruh mereka untuk melakukan pekerjaan 'kecil' sepeti bullying.
"Selamat datang.. Boss."
"Hai.. Boss."
"Siang boss."
Berbagai sapaan mencapai telinga Evelin. Dia tidak membalas namun hanya berjalan dengan santai ke sofa.
Anak-anak yang duduk di sofa segera menyingkir dengan cepat.
"Awal banget Lo kesini. ada apa?" Remaja yang memiliki gaya rambut comb-over itu menghampiri Evelin yang sudah duduk di sofa.
Dia adalah salah satu remaja yang akrab dengan Evelin yang bisa dibilang tangan kanan Evelin.
"Nggak papa, cuman lagi bosan aja." Suaranya cerah dan ceria ditambah dengan wajah imutnya, dia seperti anak kecil yang lucu dan imut.
Alex sedikit tercengang melihat Evelin namun dia kembali normal dengan cepat. Anak-anak lain sibuk dengan urusan mereka sendiri jadi mereka tidak memerhatikan adanya keanehan.
"Cewek-cewek yang biasa ngikutin Lo mana? kok nggak keliatan?" Alex melihat sekeliling untuk menemukan orang yang dicari namun dia tidak menemukan apa-apa.
"Udah gue usir." Jawab Evelin acuh.
"Oh.."
Evelin kembali melihat sekeliling ruangan. Seakan menemukan sesuatu yang menarik matanya berbinar dengan gembira, senyum di bibirnya semakin mengembang, dia kembali melihat Alex.
"Alex.. mau adu panco sama Evelin?" Saat dia bertanya dia meletakkan jari telunjuknya di dagunya dan memiringkan kepalanya, terlihat seperti gadis polos.
Seketika semua mata melihat ke satu arah.
"Nggak ah.. nanti tangan Lo kenapa-napa lagi." Alex melambaikan tangannya saat menolak, dia mengalihkan pandangannya dari Evelin.
'Dia kok aneh banget ya hari ini?'
Dia menyentuh telinganya yang terasa panas, itu benar-benar pemandangan yang berbahaya bagi dirinya.
"Kalau Alex menang nanti Evelin kasih Alex hadiah, tapi kalo Evelin yang menang Alex harus kabulin permintaan Evelin."
"Ya.!?" Matanya semakin berbinar saat mengatakan itu.
"Nggak.." Alex masih mengalihkan pandangannya.
"Please.."
Remaja yang ada di sana bersorak dengan gembira melihat hal tersebut. Bahkan ada yang mengejek Alex.
Remaja 1: "Ayo Alex.. masa Lo takut sih!"
Remaja 2: "iya tuh.. kan nggak ada ruginya juga."
Berbagai kalimat provokasi di lontarkan oleh mereka. Jarang mereka bisa melihat Alex seperti ini. Mereka tahu jika Alex tidak bisa melawan Evelin.
Kalau Evelin bisa dibilang Boss Invisible, maka Alex adalah yang berkuasa setelah Evelin. Alex pandai dalam bertarung dan bisa memimpin dengan baik.
Nilai plusnya adalah wajahnya juga tampan. Jadi, Evelin menunjuknya sebagai tangan kanannya.
"Okay.. Fine. Gue terima." Alex berkata dengan pasrah.
***
"Kenapa sih harus ngasih tugas mulu? Gue tuh sibuk banget." Daffa mendesah lesu.
"Ck.. Sibuk apaan Lo? Sibuk ngurusin cewek Lo palingan." Rian mengklik lidah dengan kesal.
"Ya daripada Lo jomblo." Daffa berbicara dengan nada sarkastik.
"Mending jomblo daripada jadi playboy kayak Lo." Rian mengejek Daffa dengan senyum miring.
"Terima kasih atas pujiannya."Daffa hanya tersenyum dengan bangga.
"Lo nggak punya urat malu ya?" Rian kembali kesal melihat senyum di wajah sabatnya itu.
"Udah lama putus."
Reyhan hanya diam mendengar pertengkaran kedua sahabatnya, mereka sudah sepeti kucing dan tikus jika sudah bersama.
Dia mengambil handphone dari sakunya dan melihat notifikasi pesan yang belum di baca, Reyhan mengklik salah satu pesan dan langsung terdiam.
Daffa dan Rian yang melihat sahabat mereka berhenti kembali berbalik dan mengerutkan kening heran sebelum bertanya.
"Kenapa Rey?"
"Lo kenapa berhenti sih?"
Reyhan melihat kedua sahabatnya dan kembali melihat pesan dengan tatapan tidak percaya.
"Lo kenapa sih Rey?" Daffa berbicara dengan sedikit kesal.
"Kalian berdua ikut sama gue." Setelah mengatakan itu, Reyhan berjalan dengan cepat ke arah mobilnya.
"Woi.. ngomong dulu kenapa."
Reyhan berbalik dan melihat ke arah mereka berdua. matanya terlihat gelisah dan khawatir.
"Evelin pergi ke markas Invisible."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments