Arti Cinta (Menurut Red)

Rumah keluarga Ardibrata dan Martin jika dilihat dari depan nampak seperti terpisah oleh benteng yang begitu tinggi, memang bersebelahan, tapi tetap ada sekat di antara bangunan itu.

Tapi yang tampak itu justru kadang menipu.

Jika menelusuri lebih jauh dan dalam lagi. Bagian belakang rumah keduanya terhubung satu sama lain, tidak ada skat sama sekali dan menyatu jadi satu.

Halaman belakang yang sangat luas itu dijadikan lapangan golf pribadi oleh kedua keluarga tersebut—definisi sahabat sejati kata mereka.

Terkadang di waktu senggang mereka juga bercengkrama di gazebo yang sudah di sediakan. Akses para penghuni kedua keluarga bebas tanpa batas.

Entah apa yang Red pandangi di saat ia berdiri di balkon rumahnya bagian belakang, yang berada di lantai dua, matanya menyorot sedikit tajam tapi juga teduh secara bersamaan.

Disana bawah sana. Satu buah tenda sudah berdiri di sayap kiri halaman belakang ditemani api unggun yang sudah menyala terang sebagai penghangat malam. Red praktis mengelus kedua sisi tangan saat ia diterpa angin yang sedikit kencang dan dingin.

Fokus Red bercabang.

Hanya ada dua di dua titik.

Dua remaja yang sedang ribut sembari mengerubungi panggangan daging.

Atau.

Gadis berambut pirang yang duduk bersila di rumput basah sembari memandangi bulan.

Bulan seperti magnet erat yang mampu menyeret Red dalam masa kelam, masa disaat dirinya dibuai oleh kesenangan tapi dihancurkan secara bersamaan. Masa saat dirinya memiliki harapan tapi juga hilang begitu saja, tanpa ada kabar atau berita dan perlahan ia melupa karena saking bencinya.

Sekarang percuma.

Terlambat.

Red mendengus bersamaan dengan napas yang keluar dengan berat. Pemuda itu berpikir, saat ini pukul sepuluh malam, apakah dua remaja yang sedang menawari daging hasil panggangan kepada satu-satunya gadis yang sedari tadi diam itu tidak akan berangkat sekolah besok pagi? Kenapa masih heboh sendiri dan tidak meluangkan waktu untuk tidur malam.

Pendidikan anak jaman sekarang memang sudah salah kaprah.

"Ma..."

"Mama.."

Red menuruni anakan tangga, Mama-nya jam segini sebenarnya belum tidur, terkadang berada di ruang kerja atau menonton acara berita yang ada.

"Mama." Red membuka pintu kerja Mama-nya.

"Apa sih Red? Mama lagi ada kerjaan!!"

Ya. Kirana, wanita yang meski sudah hampir tua itu masih sibuk bekerja. Jika dulu ia hanya sesantai seperti tak kelihatan sibuk sama sekali, berbeda dengan sekarang.

Satu alasan.

Anaknya, Arve Jared Ardibrata, yang masih berusia 26 tahun itu belum begitu mumpuni, meski dibantu Davis dalam segala hal, Kirana masih harus turun tangan.

Aset Ardibrata tak bisa diatasi hanya dengan tangan Red saja.

"Ma. Itu Blue kok dibiarin main sampai jam sepuluh dirumah Sky? Pakai bikin tenda lagi!! Mau pramuka?"

Kepala Kirana mendongak, alis berwarna hitam tebal itu menyatu. "Kenapa kamu sok peduli dengan adikmu? Biasanya cuma Rubby yang kamu ributkan!"

Kirana masih ingat dengan jelas saat putra pertamanya ngamuk-ngamuk sesaat setelah pulang dari liburan di Lombok. Saat itu Red dengan terang menolak tegas jika Sea akan mengganggu lagi disaat akhir pekan, Red meluapkan segala emosinya ke sang Mama karena berkat Mama-nya itu Red selama ini tidak bisa berkutik untuk menolak permintaan Sea, jadi kesimpulan yang bisa diambil oleh Red adalah, Kirana yang sudah salah karena memaksa putranya untuk menuruti Sea dengan embel-embel 'jaga Sea ya Red'.

Red menggeram tidak terima saat Mama-nya mencemooh meski dengan nada bercanda. "Ma. Kenapa jadinya Rubby sih."

"Lho. Mama realistis aja, kenapa kamu nanyain adikmu. Bisanya nggak pulang aja kamu nggak tanya tuh."

Red itu hanya heran saja. Kenapa Blue sekarang berbeda. Adik imutnya itu sangat dekat dengan Sea. Red takut gadis pirang jelmaan rubah yang selalu mengganggunya akan mengambil alih Blue untuk dimanfaatkan, misalnya untuk menarik Red lebih dekat mungkin. Semacam memonopoli.

Katakan Red sangat narsis, tapi pemuda itu benar-benar risih jika hidupnya masih diganggu oleh Sea.

Kirana total mengabaikan tumpukan berkas yang menumpuk di meja, melepaskan kacamata beningnya lalu diletakkan begitu saja, punggungnya juga sudah disandarkan pada kursi dengan tangan melipat di bawah dada.

"Mama mau tanya sama kamu."

Red yang sedang menyandarkan satu sisi tubuh di kusen pintu, keningnya mengkerut. Pembawaan tenang dan perkataan yang teramat dalam dari Mama-nya seperti membelai telinga, kewaspadaan meningkat pesat, proteksi keamanan seratus persen, oke, Red dalam bahaya teramat besar.

"A-apa ma?"

"Mama denger Rubby cemburu sama Sea?"

Benar bukan.

Padahal Red mati-matian tidak membawa nama pacarnya dalam ungkapan kemarahan pada sang Mama waktu itu. Ia haya mengatakan jika akhir pekannya terganggu saja karena Sea, bukan mengatakan jika Rubby-nya yang terganggu karena Sea dan berakhir dengan menumpuknya rasa cemburu.

"Mama tau?" Mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa Red tanyakan selanjutnya, mau mengatakan 'tidak, Rubby tidak cemburu' malah terlihat sangat canggung mengingat Mama-nya begitu cerdik.

Berbalik dengan ketakutan yang Red rasakan, Kirana mengangguk mendengar penuturan jujur putranya, ia berdiri, berjalan dan mendekati Red.

"Kamu nggak usah sekhawatir itu. Sea nggak akan pernah ada perasaan serius sama kamu, Red. Mana ada Sea mau sama cowok dekil kayak kamu."

Red kehilangan harga diri di depan Mama-nya sendiri.

Ini bukan masalah besar lagi, tapi ini sudah dalam taraf mala petaka.

Bagaimana bisa Kirana menghina anaknya yang super manis dan banyak digandrungi kaum hawa di muka bumi. Tidak tahukan sang Mama jika anaknya ini sudah menolak jutaan wanita.

Kirana menahan tawa dan mengulum bibirnya saat putranya hanya mampu menganga saja. "Mama juga sudah bilang dan meyakinkan Rubby jika kamu nggak mungkin berpaling."

Disaat badai menghantam, durian jatuh bersamaan.

Mamanya ini pandai sekali sih membuat Red teramat senang. Pantas saja kekasih dari Red dua hari ini tidak cerewet untuk menanyakan perihal Sea. Biasnya Rubby itu selalu riweh dengan berbagai curiga di kepalanya.

"Sea dateng kerumah kamu enggak?"

"Sea ada nyariin kamu nggak?"

"Sea ngajak jalan kamu nggak?"

Dan itu setiap hari. Padahal Red sudah mengingatkan Rubby jika Sea hanya menggganggunya di malam minggu saja hingga pacarnya itu tak perlu setiap hari bertanya. Red terkadang muak. Makanya ia sangat membenci Sea yang sudah menjadi pemicu akan hidupnya yang rancu.

"Dan ini bagian inti yang pengen mama tegasin lagi sama kamu, Red."

Perasaan yang sudah tenang mendadak berkecamuk lagi. Kenapa Mama-nya ini penuh kejutan sih. "Jangan terlalu membenci Sea. Dia gadis baik. Mama bisa lihat dari matanya. Mungkin dia cuma pengen deket aja sama kamu."

Red praktis mengangguk. Tidak tahu kenapa sangat otomatis, biasanya ia menolak dengan tegas.

"Blue juga bilang sama mama kalau Sea juga suka sama dia. Mama harap, kamu jangan terlalu pede kalau Sea itu benar-benar suka kamu dalam tanda kutip, jatuh dari ketinggian itu sakit lho Red."

Mamanya kok bisa ngomong se-nyelekit ini ya. Apa ini karma karena ia selalu meghina Sea?

"Ah. Satu lagi. Nggak usah khawatirin adikmu, besok itu tanggal merah. Kamu ini habis rekreasi dari planet mana sampai nggak tahu. Hus, sana pergi, mama masih sibuk."

Red beberapa kali melihat ibunya selalu menyapa ramah kepada Sea. Memeluk hangat tubuh Sea. Selalu memuji Sea. Apapun yang dilakukan gadis itu terlalu berkesan lah untuk Kirana.

Red kok jadi cemburu.

***

Pagi hari itu Red terburu dengan laju mobilnya.

Masih pagi buta karena memang ada perkara yang harus ia selesaikan dengan kekasihnya. Mata Red ganas seperti elang yang ingin menangkap mangsa. Kilatan marah begitu kentara dengan jelas di ujung matanya.

Red tahu tidak sopan bertamu di jam enam pagi. Tapi mau bagimana, jika tidak diselesaikan dengan benar, maka Red harus memendam sampai hari senen mendatang, dan itu hanya akan menumpuk masalah yang akhirnya tidak terselesaikan dan terlupa, untuk kesekian kalinya.

Red hanya ingin satu penegasan saja.

Apa sih kurangnya Red dalam hal sabar?

Apa sih kurangnya Red dalam hal menurut?

Apa sih kurangnya Red dalam hal menjaga komitmen?

Dan apa sih kurangnya Red dalam hal setia?

Red hanya ingin keadilan.

"Red?" Rubby dengan memincing mencoba membuka kelopak matanya, seperti ada lem yang melekat tak mau diajak kompromi.

Mata itu. Red sangat menyukai sepasang mata indah milik Rubby, ciri khas yang tak bisa menipu.

"Sepagi ini? Kamu kangen sama aku?" Rubby mengalungkan lengannya saat Red berjongkok di sisi ranjang sembari menyamakan kepalanya agar sejajar dengan kekasihnya.

"Aku mau tanya. Kamu bangun."

Red berkata teramat lembut. Berbeda dengan dirinya yang berapi-api saat perjalanan kesini. "Ayo."

Rubby yang diperintah seperti itu praktis mendudukkan diri. Mengucek matanya, dan mencoba sadar dari mimpinya. "Kamu beneran disini?"

Red mengangguk. "Udah bisa denger aku dengan baik?"

Giliran Rubby mengangguk. "Ada apa?" tanyanya serak.

"Menurut kamu arti cinta itu apa?"

Pikir Rubby, kenapa kekasihnya ini random sekali. Please. Ini masih sangat pagi. Rubby semalam pulang larut jika Red tahu. Tapi daripada Red menunggu, maka Rubby akan menjawab sekenanya. Mungkin kemasihnya ini hanya usil saja mengingat ini hari sabtu dan pemuda itu akan pergi ke Bandung, makanya menyempatkan mampir dulu.

"Seperti aku ke kamu, aku cinta sama kamu, nggak mau kehilangan kamu, aku bakalan nangis kalau kamu pergi dari aku."

Red mengangguk datar. "Kamu nggak mau gantian tanya?"

Rubby tersenyum tipis. Apa Red ingin main rayu-rayuan. Oke. Rubby menuruti. "Apa arti cinta?"

Red yang semula berjongkok kini badannya sudah berdiri tegap, tangannya melingkar di bawah dada. Tatapan dingin yang sempat hilang kini muncul lagi, dan itu mengerikan bagi Rubby.

Firasat Rubby mendadak buruk.

Dan kalimat super panjang yang disampaikan Red selanjutnya membuat jantung Rubby seperti berhenti berdetak.

"Cinta ya. Cinta adalah, disaat aku beberapa kali mergokin kamu jalan bareng Geido padahal dia cowok yang jelas-jelas suka sama kamu, dan kamu tahu dengan baik soal itu. Tapi, aku masih bisa maafin kamu di setiap waktu. Aku nggak berani protes karena takut kamu marah, takut kamu sedih, takut kamu nggak mau makan. Sekali aku protes, kamu selalu punya alasan bagus dan cerdas buat penyangkalan tanpa perduliin perasaan aku. Dan..." Red menjeda sedikit kalimatnya. "Kamu mempersoalkan tentang Sea yang hanya main-main soal sukanya dengan aku?"

Rubby total membisu. Wajahnya muram, air matanya mulai menetes dan tangannya gemetar. Red total membuang muka.

Tidak tega.

Tapi masih ada sesak yang setia menyumbat dadanya. Dimana Rubby yang selalu punya alasan. Red berharap kekasihnya mempunyai sedikit penyangkalan yang mampu melegakan.

Tapi nyatanya apa.

Rubby tetap diam.

Red melirik melalui ekor matanya, pemuda itu semakin tidak tega saat Rubby menunduk dengan bahu bergetar.

Lihat. Semarah apapun Red, ia masih begitu sayang dan cinta kepada dia, kepada kekasihnya, kepadanya yang selalu ia perjuanglan tanpa henti.

"Disini. Aku yang bodoh atau kamu yang tidak punya perasaan?"

Setelah mengatakan itu Red benar-benar pergi. Berharap Rubby mampu bernegoisasi dengan hatinya sendiri dan jauh lebih baik saat Red kembali.

Terpopuler

Comments

osa

osa

suka banget gaya tulisannya

2023-01-02

0

Dedo

Dedo

Sialan si rubby

2022-12-16

0

Dedo

Dedo

Wkwkkwkwww nih mama beneran deh

2022-12-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!