Ruang kelas yang berada di lantai empat membuatku harus mengeluarkan ekstra tenaga untuk menapaki anak tangga. Sebenarnya ada liftnya tapi harus memutar ke depan dan aku malas melakukannya.
Dengan nafas yang ter engah-engah, akhirnya aku sampai di lantai empat. Itupun masih harus berjalan sampai ke ruangan yang ada di ujung koridor sana.
“Ra!” Panggil sebuah suara yang sudah sangat familiar di telingaku. Dia adalah Fiona, teman satu jurusan dan merupakan teman dekatku.
Kedekatanku dengan Fio dimulai saat pertama masuk ke universitas ini. Saat itu sedang ospek dan masing-masing mahasiswa sibuk dengan urusannya sendiri. Tapi Fio, nampak kebingungan karna tidak tau apa yang harus di lakukannya. Jadi aku membantunya. Sejak saat itu dia melekat denganku.
“Hai, Fio. Baru sampai?”
Fio mengangguk. “Aku terpaksa meminta pergantian sif. Alamat kena marah lagi..” Gumamnya
“Kenapa tidak cari pekerjaan lain saja?” Saranku. Saat ini, Fio bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran cepat saji.
“Apa kau fikir mencari pekerjaan itu semudah yang kau kira? Itu sama sekali tidak mudah, Kuara. Lagipula, pekerjaan ini gajinya lebih besar dari yang lainnya. Sayang sekali kalau aku harus melepaskannya.”
Aku hanya menggeleng saja. Setelah itu kami masuk ke dalam kelas dan mencari meja paling depan dan duduk disana.
Satu persatu mahasiswa nampak mulai memasuki ruang kelas. Menimbulkan sedikit suasana riuh. Setelah duduk aku langsung mempersiapkan buku dan perlengkapannya. Saat tiba-tiba sekotak susu instan mendarat di meja di hadapanku.
Aku segera mengikuti pergerakan orang yang sudah meletakkan susu itu. Menoleh kebelakang dengan tatapan memicing kepada pria yang sedang duduk di kursi paling belakang.
Yuta, pria tertampan di kelas yang terkesan dingin itu hanya membuat tanda hati dengan ibu jari dan jari telunjuknya tanpa ekspresi. Dan aku membalasnya dengan tersenyum.
“Terimakasih.” Ujarku tanpa suara yang kemudian langsung meminum susu itu sampai habis.
Jam pelajaran berakhir pukul setengah lima sore. Aku sedang membereskan buku dan barang-barangku yang lain. Sementara Yuta berdiri di hadapanku sambil menungguku selesai beberes. Hal yang sudah biasa dia lakukan setelah selesai kelas.
“Aku akan mengantarmu pulang.” Ujar Yuta lagi. Padahal aku sudah tau kalau dia pasti akan mengatakan hal itu.
“Oke.”
“Antarkan aku juga.” Pinta Fio.
Yuta hanya tediam saja. Itulah sebagai jawabannya.
“Terimakasih, teman.” Ujar Fio yang kemudian menepuk punggung Yuta sambil berlalu.
Aku sudah selesai mengemas barang-barangku dan bersiap bangkit. Namun tiba-tiba Yuta menyambar tasku sesaat sebelum aku meraihnya dari atas meja. Dengan santainya dia menentengnya dan berjalan mendahuluiku.
“Biar aku saja!” Pekikku sambil mengejar langkah Yuta yang jenjang.
Yuta tidak peduli. Sikap diamnya yang seperti itu membuatku serba salah. Dia hanya terus berjalan dan tidak mengindahkan rengekanku. Bukan apa, seisi kampus sudah membicarakan perihal kami. Perhatian-perhatian dari Yuta untukku membuat orang-orang berfikir kalau kami sedang menjalin sebuah hubungan.
“Biar saja. Tidak perlu di tanggapi. Buang-buang waktu. Buang-buang tenaga.”
Itulah jawaban Yuta saat aku mendesaknya untuk memberitahu orang-orang tentang kebenaran hubungan kami.
Karna kabar itu juga, akhirnya tidak ada perempuan yang berani mendekati Yuta. Sialnya, akupun ikut ketiban juga. Para pria akan menjaga jarak saat ingin mendekatiku. Sialnya, mereka tidak percaya dengan apapun yang aku katakan saat menyanggah kabar itu.
Tapi itu sama sekali tidak masalah bagiku. Karna aku memang sudah berkomitmen tidak akan berpacaran selama kuliah. Aku hanya tidak ingin proses belajarku terganggu.
Ya, aku memang cukup berambisi tentang rencana masa depanku. Cita-citaku adalah menjadi dosen.
Aku sangat tertarik dengan sejarah. Sejarah apapun. Karna menurutku, lewat sejarah aku bisa menyelami kejadian masa lalu tanpa perlu terlibat langsung di dalamnya. Mengetahui berbagai cerita dari masa lalu yang penuh misteri, bukankah itu luar biasa?
Aku terkekeh saat Yuta menarik kerah punggung Fio saat gadis itu hendak membuka pintu mobil bagian depan. Lantas Yuta malah membukakan pintu belakang untuk Fio sementara mempersilahkanku duduk di depan.
Aku bisa mendengar Fio mendengus pura-pura kesal dengan perlakuan Yuta. Tapi namanya Yuta, dia sama sekali tidak peduli.
“Aku juga ingin duduk di depan sekali-kali.” Rengek Fio.
“Bukan tempatmu.” Balas Yuta.
“Memangnya itu tempat Kuara?”
“Bisa jadi.” Jawab Yuta santai sambil mengancingkan sabuk pengaman miliknya.
“Ups, sorry.” Kataku memasang wajah memelas kepada Fio. Aku senang mengganggunya
Yuta sudah mulai melajukan mobilnya menuju ke arah kos Fio. Padahal tempatnya berlawanan dengan rumahku, tapi Yuta tetap mengantarkannya. Menurutku sebenarnya bukan hanya denganku saja Yuta bersikap baik. Dengan Fio juga sama baiknya. Tapi entah kenapa hanya padaku saja yang membuat salah penafsiran.
Mobil sudah berhenti di depan kos Fio. Dan Fio segera membuka pintu mobil untuk keluar.
“Terimakasih.” Ujar Fio sebelum turun.
Aku hanya melambaikan tangan saja saat mobil Yuta kembali melaju menuju ke rumahku. Gerimis kecil nampak kembali turun.
“Mau makan dulu?” Yuta menawari.
Aku segera menggelengkan kepala. Perutku masih kenyang setelah makan siang bersama Awan tadi.
“Aku belum lapar.”
“Ara, kamu tau kan?” Ujar Yuta tiba-tiba. Ia berkata tanpa menoleh kepadaku.
“Apa?”
“Perasaanku.”
“Sudah. Cukup.” Sergahku sebelum Yuta mengucapkan kalimat selanjutnya.
Ah, sebenarnya aku tidak ingin membahas ini. Aku tau Yuta menyukaiku. Dia sudah pernah menyatakannya.
“Kamu tau komitmenku.”
“Aku tau. Karna itu aku tidak pernah lagi menyatakannya padamu setelah dulu. Aku cuma memastikan kalau kamu tau.” Ujar Yuta lagi.
“Aku ingin berhasil, Yuta. Aku ingin membuat gebrakan yang membanggakan kedua orang tuaku. Aku ingin membuktikan kalau aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Bukan hanya karna aku seorang perempuan lantas aku berdiam diri. Aku tidak mau seperti itu.” Ucapku.
Ya, aku sudah muak dengan pandangan orang-orang yang menyepelekanku hanya karna kedua orangtuaku merupakan orang terpandang.
Ayahku yang seorang artis terkenal dan ibuku yang seorang pengacara kondang membuat orang-orang sepele menilaiku karna latar belakangku itu. Mereka selalu menganggap kalau apa yang kucapai sampai hari ini, merupakan campur tangan kedua orangtuaku. Mereka memang membesarku dengan baik. Selebihnya, aku yang mencari jalanku sendiri.
Sayangnya, orang-orang tidak tau hal itu.
Awalnya aku suka. Tapi lama-kelamaan, aku benci saat orang-orang mulai baik padaku hanya karna aku anak mereka. Tidak pernah melihatku pribadi dan selalu disangkut pautkan dengan kedua orang tuaku.
Aku memang beruntung menjadi anak mereka. Tapi aku juga muak menghadapi orang-orang bermuka dua itu.
Aku sepenuhnya mengerti kalau paradigma sosial itu tidak akan bisa lepas dariku. Seberhasil apapun diriku dengan usahaku sendiri, orang-orang akan tetap melihatnya sebagai campur tangan orangtuaku.
Tapi setidaknya, aku akan merasa lega setelah mencoba semua hal yang aku bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
rintik
yuta dan rahwana catet dua pria yg bakal deket kuara
2022-10-31
0
fLo
kak pieL tumben 2hari ga up....
2022-10-28
1
Nyonya Gunawan
Ok lanjut thor..
2022-10-26
1