BAB 5
Dewa menunggu selama 2 jam sampai tugasnya di IGD selesai barulah ia duduk dekat pintu ruang rapat menanti istrinya. Namun hampir setengah jam rapat belum kunjung selesai, tiba-tiba seorang dokter koas duduk tepat di sampingnya memberikan satu botol air mineral untuk Dewa.
“Dokter, ini untuk dokter”
Sontak Dewa menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis lalu mengambil botol air itu, “Terima kasih, ada keperluan apa kamu di sini?”, tanya Dewa karena tidak seharusnya dokter koas berkeliaran di area khusus petinggi rumah sakit.
“Ah em itu, aku ingin menemui sepupuku tapi ternyata dia sedang rapat”, alasannya dan tentu saja itu bohong, dokter koas ini sengaja naik ke lantai 5 hanya untuk menemui Dewa, menarik perhatiannya.
“Sebaiknya kamu kembali ke bawah, Dokter Regina lebih membutuhkanmu”, usir Dewa dengan halus.
“Sebenarnya ada hal yang aku tidak mengerti ka, eh dokter. Aku malu bertanya pada dokter lain”, tolaknya.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?”, Dewa menanggapi pernyataan dokter koas di sampingnya. Mereka pun mulai terlibat perbincangan panjang seputar kedokteran. Dewa yang memang lebih senior memaparkan rinci apa yang ditanyakan juniornya, ia tidak menghindar dari situasi ini karena pernah mengalami sulitnya menjadi dokter koas ketika ada hal yang tidak dimengerti.
“Sekarang, ada lagi yang mau kamu tanya?, tadi sudah jelas?”, tanya Dewa.
“Cukup dokter, terima kasih. Sebaiknya dokter melanjutkan spesialis saja”, ucapnya.
Tanpa disadari Dwyne menatap keduanya dengan kesal, apalagi Dewa yang tersenyum pada dokter muda di sampingnya “Ck, dasar player”, umpat Dwyne memilih menunggu kedua dua orang itu pergi.
“Nona, bukankah anda mau ke kantin?, sebaiknya anda makan dulu karena jadwal kita masih ada di beberapa tempat”, ucap asisten D. Karena setelah rapat selesai semua yang hadir di ruangan memilih menunggu Dwyne keluar lebih dulu termasuk Direktur GB Hospital kembali duduk di kursinya melihat Dwyne Bradley tidak jadi keluar ruangan.
“Hah, ayo kita ke kantin”, perut yang tidak bisa diajak kompromi dan menagih jatahnya sangat mengganggu konsentrasi bagi Dwyne. Dirinya berjalan angkuh keluar ruang rapat diikuti asisten, beberapa petinggi rumah sakit dan pengawal pribadi yang menunggu tepat di depan pintu.
Dewa yang melihat istrinya berjalan menuju lift langsung berlari kecil menghampiri Dwyne tanpa pamit pada wanita yang memberinya satu botol air minum itu, hanya menatap nanar punggung Dewa kian menjauh dan masuk ke kotak besi mengikuti langkah istrinya.
Dalam lift Dewa dan Dwyne tidak bertegur sapa melainkan hanya saling diam membisu.
“Emm , nona anda ingin makan apa? Biar saya pesankan”
“Tidak perlu”, sahut Dwyne.
“Kamu belum makan Dwyne?”, akhirnya Dewa membuka suara karena cemas sudah lewat dari jam makan siang istrinya belum juga mengisi perut.
“Hem”, tanggapan dingin diberikan untuk Dewa.
Ting
Sesaat pintu lift terbuka, Dewa langsung menautkan jemarinya dengan sang istri menuju kantin, tersenyum pada Dwyne yang tidak memberontak saat ini, merasakan hangatnya tangan wanita yang telah menjadi istrinya. Asisten D tersenyum di belakang sepasang suami istri yang terlihat kaku ini, semua pasang mata di kantin pun mengalihkan fokusnya pada Dewa dan Dwyne, menatap kagum sekaligus iri pada keduanya. Beragam bisikan pujian di ucapkan semua yang makan di kantin, tidak lupa ungkapa iri yang ditujukan pada Dewa.
Dewa menarik kursi mempersilahkan istrinya duduk, “Kamu mau makan apa?”, tanya Dewa yang sedikit membungkuk di belakang Dwyne dengan tangan menahan pada meja di depannya seperti memeluk dari belakang.
“Menjauhlah”, ketus Dwyne tidak suka Dewa terlalu dekat sampai ia bisa merasakan hangat napas dan aroma maskulin suaminya.
“Mau makan apa?”, tanya Dewa tak merubah posisinya sedikitpun, ia pun sama menikmati momen ini dan menghirup aroma tubuh wanitanya.
“Nasi padang dengan rendang”, jawab Dwyne cepat.
“Ok tunggu di sini”, akhirnya Dewa berdiri dengan benar dan hendak berjalan memesan menu yang diinginkan istrinya.
“Hey tunggu, jangan lupa pakai perkedel dan sambalnya yang banyak”, ucap Dwyne sangat lapar. Sementara Dewa hanya mengangguk lalu tersenyum manis pada istrinya.
Dewa memperhatikan sang istri makan sangat lahap, ia tidak menyangka seorang wanita seperti Dwyne menyukai makanan lokal dan tidak jijik hanya menggunakan tangan tanpa sendok. Makanan di piring pun ludes tak bersisa, hanya sedikit bumbu yang menodai sudut bibir wanita cantik ini. Sigap Dewa mengambil tissue dan menghapusnya, mengusap lembut area sudut bibir sang istri.
“Mau makan apa lagi?”, suara lembut Dewa.
“Ck, kau ingin aku gendut”, seru Dwyne menatap tajam tapi Dewa malah tersenyum menanggapi ocehan istrinya. “D, ayo kita berangkat sekarang”, memanggil asistennya yang baru saja menyelesaikan makan siang tertundanya.
“Baik nona, permisi pak dokter”
Dwyne kembali berjalan angkuh, penampilan casualnya menjadi daya tarik tersendiri hari ini, sangat cantik dan mempesona. Tidak lupa Dewa ingin mengantar istrinya sampai pintu depan rumah sakit, “Kau itu tidak mengerti bahasa manusia”, sentak Dwyne tidak terima tangannya kembali digandeng oleh Dewa. “Aku bisa berjalan sendiri, bukan anak kecil”, menghempaskan tautan tangan begitu saja. Dewa tidak patah semangat, tetap berjalan di samping istrinya memastikan wanita itu memasuki mobil.
“Asisten D, tolong kabari aku jika kalian sudah sampai tujuan”, pintanya pada asisten pribadi Dwyne. Dewa tahu Dwyne tidak akan membalas pesannya, untuk itu ia meminta orang lain menyampaikan keadaan istrinya, karena begitu khawatir pada Dwyne yang memiliki segudang jadwal padat di luar kantor.
Dewa masih setia melihat mobil mewah yang ditumpangi istrinya, hingga roda empat itu menghilang barulah ia masuk kembali ke rumah sakit bersiap mengunjungi klinik kecil tempatnya praktik.
“Cie bro, pepet terus bro”, goda Dokter Cakra.
Dewa tersenyum smirk menanggapinya, tidak mengeluarkan sepatah katapun. Hanya fokus memasukan beberapa barang yang akan ia bawa ke klinik.
“Istri Dokter Dewa hari ini sangat cantik, beruntungnya dokter. Doakan aku yang jomblo ini memiliki istri seperti Nona Dwyne eh Nyonya maksudnya”, ucap Dokter Cakra yang juga mengagumi sosok Dwyne Bradley, ya hanya sebatas kagum tidak lebih karena mana mungkin dokter biasa sepertinya berani mendekati putri pemilik rumah sakit yang menjadi incaran para pengusaha muda.
“Tentu aku doakan”, Dewa menepuk pundak rekannya itu, lalu keluar ruangan dengan langkah cepat menuju area parkir karena seharusnya telah berangkat 15 menit yang lalu.
Dewa praktik di dua klinik kecil berbeda membantu seorang teman yang kekurangan tenaga medis, sedangkan dia pun memiliki tempat praktik sederhana di pinggir ibu kota, hanya mengontrak satu rumah untuk membantunya menjalankan profesinya sebagai dokter. Dengan mobil yang digunakan sejuta umat Dewa melaju menuju tujuan pertamanya hari ini.
Tbc
Visual Dwyne
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments