BAB 3
Dewa membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, ternyata memilih duduk menikmati angin malam di sky garden pilihan yang salah. Dirinya keluar area hotel berjalan menyusuri trotoar yang sedikit becek akibat hujan sore tadi. Dewa ingat tujuannya datang ke ibu kota untuk merantau dan meraih mimpinya menjadi seorang dokter di GB Hospital, rumah sakit ternama yang memiliki cabang di 3 benua.
Sembari terus berjalan Dewa ingat pertama kali pertemuannya dengan Dwyne, wanita itu memang sudah memiliki wajah cantik sejak kecil, bahkan Dewa ingat senyum manis yang tersungging di bibir Dwyne.
Flashback On
“Berhenti Dariel, kamu selalu ganggu aku”, ucap gadis berumur 6 tahun mengejar saudara kembarnya.
“Dwyne awas”, teriak Dariel.
Bruk
“Ah sakit, mama, papa”
“Kamu tidak apa-apa?”, tanya seorang anak laki-laki yang usianya sekitar 13 tahun.
“Sakit ka”, Dwyne menunjukan lututnya yang terluka.
“Kakak bantu obati ya, kamu bisa berjalan? Atau mau kaka gendong?”.
“Sakit ka”, manja Dwyne memilih di gendong oleh anak laki-laki yang usianya lebih tua.
Anak itu mengambil kotak obat yang tersimpan di dalam kamar, tidak lupa air minum hangat untuk Dwyne. “Ini, minum dulu ya”, membuka kotak obat mengeluarkan beberapa lembar kasa dan cairan pembersih untuk membasuh luka Dwyne, “Tahan sebentar ya, ini sakit tapi baik untuk lukamu”
“Ah sakit, ka”
“Kamu manja Dwyne”, ucap Dariel yang seketika ikut menjerit karena lengannya di cengkram erat oleh Dwyne.
“Sudah selesai, lain kali hati-hati bermainnya”
“Terima kasih kakak ganteng, kakak cocok banget jadi dokter, iya kan Dariel?”, menyenggol sikut adik kembarnya.
“Iya, tapi masih lebih ganteng aku Dwyne”, kesal Dariel tidak terima saudarinya memuji orang lain.
Anak laki-laki itu hanya menggelengkan kepala melihat kedua saudara kembar di depannya berdebat, rasanya seperti memiliki 2 adik , ya mungkin mereka memang adik Dewa secara tidak langsung karena keluarganya mendapat bantuan dari keluarga Bradley terutama Papa Rayden.
Flashback Off
Dewa tersenyum ingat suara Dwyne memanggilnya ‘Kakak ganteng’, tapi sangat berbeda dengan saat ini. Wanita itu tumbuh menjadi orang yang berbeda, sikap arogan juga tidak menghormatinya sebagai seorang suami.
Selesai menenangkan diri Dewa berjalan kembali ke hotel, tidak jadi memesan kamar lain pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan esok hari. Ia melihat istrinya terlelap di atas kasur empuk dengan selimut dan bantal. Tak ingin mengusik, Dewa memandangi wajah cantik Dwyne “Cantik”, gumamnya, satu tangan terangkat ingin membelai rambut indah istrinya tapi ia urungkan niatnya, khawatir Dwyne terbangun dan mereka berdebat sampai pagi.
Beruntunglah Dewa karena menempati kamar presidential suite, terdapat sofa panjang dan lebar yang cukup menampung tubuh tingginya, tanpa selimut dan bantal Dewa mencoba memejamkan mata, hanya kedua tangan dijadikan sebagai bantalan. Ia harus bangun sebelum Dwyne membuka mata, Dewa tidak mau membuat keributan dengan istrinya di pagi hari.
“Selamat tidur Dwyne”, lirihnya.
.
.
Pukul 5 pagi Dewa terjaga lebih dulu, ditatap kembali wajah Dwyne lalu ia beranjak keluar kamar untuk olahraga pagi sebelum melanjutkan aktifitasnya hari ini. Dewa sengaja tidak mengambil jatah cuti menikahnya, ia tidak mau meninggalkan tugasnya sebagai dokter begitu saja. Cukup banyak kata-kata menusuk hati diterimanya karena menikahi putri pemilik rumah sakit.
Dewa joging di area hotel, rasanya cukup nyaman karena belum ramai. Seketika ia tersentak mendapat tepukan di bahu “Kakak ipar”, Dariel tersenyum memanggilnya.
“Dariel?”
“Ya, ini aku. Ternyata kakak ku masih tidur ya sampai tidak bisa menemani suaminya lari pagi”, gurau Dariel.
“Ya pasti Dwyne kelelahan”, jawab Dewa sembari berlari kecil.
“Semalam kakak ipar kemana?”, tanya Dariel tidak sengaja melihat Dewa keluar hotel.
“Ah, itu hanya mencari udara segar. Kau melihatnya?”. Selidik Dewa, ia ingin tahu apa Dariel melihat hal yang lain atau tidak.
“Tentu saja, aku dan sepupuku juga mencari udara segar. Kakak ipar jangan sakiti Dwyne, karena aku tidak akan tinggal diam begitu saja jika kau membuatnya menangis”, ancam Dariel begitu menyayangi saudari kembarnya.
“Aku tidak akan menyakitinya”, jawab Dewa.
“Oke, lain waktu ikut kumpul bersama kami main bola”, Dariel berlalu meninggalkan kakak iparnya sendirian.
“Sama sepertimu Dwyne, Dariel pun senang menggertak orang lain”, Dewa terkekeh.
Satu jam menghabiskan waktu berolahraga, Dewa kembali ke kamarnya. Menelisik seisi ruangan mencari keberadaan sang istri, ia yakin Dwyne masih dalam kamar tapi tanda keberadaannya tidak ada. “Apa dia sedang mandi?”, gumam Dewa.
Benar sesuai dugaannya, pintu kamar mandi terbuka lebar menampakan sosok wanita cantik hanya menggunakan handuk putih sebatas paha. “Ahhh”, pekik Dwyne, “Kenapa disini?, cepat keluar dari kamarku, dasar pria mesum”, teriak Dwyne mengambil bantal dan melemparnya pada Dewa. Tanpa sadar handuk yang dipakainya terhempas jatuh ke lantai, menampilkan kulit putih dan mulus dari polos tubuhnya.
Dewa membuang wajahnya ke arah lain, sebagai pria normal pastilah ia tidak akan tahan melihat apa yang seharusnya menjadi miliknya, “Dwyne cepat pakai handuknya”.
Dwyne yang sadar langsung mengambil handuknya dan berlari cepat masuk kamar mandi, “Awas kau”, ucapnya sebelum masuk.
Melihat punggung sang istri telah menghilang, Dewa menghela napas berusaha menahan sesuatu yang memberontak di bawah sana, ia pun mengusap dadanya menetralkan suasana hati. Bisa saja Dewa memaksa Dwyne memberikannya karena ia berhak sebagai seorang suami. Namun Dewa ingin Dwyne menerima bahkan mencintainya lebih dulu.
Sedangkan dalam kamar mandi, wanita cantik putri Rayden dan Nayla merutuki kebodohannya karena lupa tidak membawa pakaian ganti, terpaksa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk. “Kau, jangan mengintip. Lihat ke sana”, titah Dwyne juga merasa gugup.
“Oke, cepatlah pakai bajumu”
Dwyne bergegas menarik kopernya masuk ke kamar mandi, tidak ada waktu memilah pakaian mana yang akan ia pakai. “Menyebalkan” umpatnya.
Menunggu hampir 15 menit akhirnya istri cantiknya keluar menggunakan pakaian kerja dan jangan lupakan wajah Dwyne yang juga nampak cantik usai berias diri. “Aku mandi dulu”, ucap Dewa.
“Apa urusannya denganku”, Dwyne berdecak kesal.
Dwyne mengumpulkan semua benda yang akan di bawanya ke kantor, sama seperti Dewa, wanita cantik ini tidak mengambil cutinya. Dwyne yang asyik membalas pesan dengan asistennya tidak menyadari jika Dewa berdiri tepat di belakang Dwyne.
“Kamu sudah selesai?”, tanya Dewa
“Ya ampun, Dewa. Huh”, Dwyne menghembuskan napas kasar, “Aku bilang kan, kamu jangan dekat-dekat”, ketus Dwyne.
“Mulai hari ini aku akan mengantar dan menjemputmu, aku tidak akan membiarkan istri cantikku pergi sendirian”, goda Dewa.
“Ah, rupanya kamu mau jadi supir pribadi?, tak masalah tapi jangan mengharapkan lebih”, Dwyne keluar kamar lebih dulu membawa tas mahalnya.
Dalam kamar Dewa senang bukan main, jalan untuk mengambil hati istrinya perlahan terbuka “Yes”, pekiknya, lalu berlari menyusul Dwyne.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments