"Iya, ada apa, Wan?" kataku sambil saat menjawab telepon.
"Rindu," jawabnya singkat
"Lebay," jawabku sambil tertawa.
"Kok gitu sih?" suara Awan protes dengan kata-kataku.
"Kan baru tadi sore ketemu," kataku yang disambut tawa olehnya.
"Tadi baru apa?" tanya Awan dengan suaranya yang sedikit serak.
"Biasa, buka podcast sama Rayi," jawabku sambil berjalan menuju kamar.
"Mosok?" katanya menirukan Rayi sambil tertawa.
"Bocah gendeng," balasku juga menirukan Rayi.
"Kok jadi lomba menirukan Rayi?" kata Awan
"Ya kamu yang mulai. Aku kan berusaha mengimbangi mu," balasku tidak mau disalahkan.
"Ya udah, aku cuma mau bilang ke kamu, malam Minggu kita ke rumahku ya, aku udah nggak sabar ngasih kejutan buat orang tuaku," kata Awan.
"Iya," jawabku singkat.
Kami lalu mengakhiri telepon kami. Entah mengapa hatiku berdebar kencang. Aku lalu memutuskan untuk mandi terlebih dahulu karena tadi sore aku mandi asal basah. Rasanya masih kurang sempurna. Berharap selesai mandi nanti, badan terasa lebih fresh sehingga ada harapan dan pencerahan yang terbuka lebar.
Selesai mandi, aku lalu memakai daster idolaku dan bersiap-siap untuk tidur. Ngantuk tidak juga segera menghampiri tapi yang aku lakukan hanyalah berguling ke kiri dan ke kanan. Ah, sial hari ini kan Jum'at, berarti acaranya itu besok. Aku lalu duduk dan mengacak-acak rambutku. Ku ambil ponsel yang aku letakkan di nakas.
"Jam piro iki?" suara Rayi terdengar malas berbicara.
"Ra, aku nggak bisa tidur," jawabku tanpa menghiraukan suara Rayi yang terdengar sangat mengantuk.
"Tidur tinggal merem kok ra iso?" jawab Rayi dengan nada ketus
"Bukain pintu dong, aku mau ke rumahmu," kataku setengah merengek.
"sesok wae, ini aja aku telpon sambil merem," kata Rayi terus menolakku.
"Please Rayi, please," rengekku semakin manja.
"Ya wis," jawab Rayi sambil menutup teleponnya.
Aku bergegas ke rumah Rayi dan benar saja pintunya tidak terkunci. Rayi rebahan di depan televisi sambil menonton acara sepak bola. Aku ke kamar tidurnya untuk mengambil guling dan kembali ke depan televisi. Ku rebahkan tubuhku di samping Rayi.
"Kamu tadi belum tidur kan?" kataku dengan nada kesal.
"Bocah gendeng, aku tadi sudah tidur terus kamu telpon. Lihat tuh sudah jam setengah satu lebih," kata Rayi dengan nada gusar.
"Buktinya kamu nonton bola, sudah setengah mainan lagi," kataku bersikeras.
Sebenarnya aku tahu dia sudah tidur, iseng saja memancing emosinya.
"Suwe-suwe tak jambak kowe, asal dinyalain aja biar ada suara, nggak hening, nggak sepi . Sepi… sepi dan sendiri aku benci. Ingin bingar aku mau di pasar" kata Rayi sambil menarik rambutku pelan.
"Jadul banget, masih pakai puisinya Rangga" protesku.
"Tapi itu sangat epic, Kas," jawabnya menggebu-gebu.
"Ra, besok kan malam Minggu, Awan itu beneran mau kenalin aku ke orang tuanya sebagai calon istri. Aku belum siap, Ra," kataku memulai sesi curhat.
"Bagus dong, orang pacaran itu tujuannya ya ke pelaminan. Kalian kan juga sudah lama saling kenal, hanya saja baru berani komitmen," kata Rayi sambil menguap dan mengganti channel TV.
"Tapi aku pinginnya pacaran dulu, jalan dua tiga bulan dulu, baru ke sana" jawabku beralasan.
"Itu berarti kamu belum benar-benar siap. Umur kita ini lho sudah seperempat abad. Saat yang tepat ke jenjang itu. Mau tunggu apa lagi?" kata-kata Rayi yang membuat aku berfikir keras.
"Gini lho Kas, besok kan baru ketemuan, nggak lusa langsung disuruh menikah juga kan? Jalani dulu aja. Kurang apa coba hidupmu? Kariermu bagus, usia muda sudah manajer, si Awan juga CEO, ganteng pula. Jangan sia-siakan lah," panjang nasehat Rayi yang membuka jalan pikiranku.
"Iya juga ya. Ya, semoga besok berjalan dengan baik," kataku sambil menghela nafas.
"Harus dong, tau nggak 80 persen kaum hawa iri dengan kamu saat ini," kata Rayi menyemangati.
"Termasuk kamu so pasti," kataku meledeknya.
"Nggaklah, aku masuk yang 20 persen kecuali jodohmu Genji Takiya anaknya Pak Surya," kata Rayi sambil memunggungiku.
"Tidur aja belum udah mimpi. Aku menginap di sini ya," kataku sambil memejamkan mata.
"Jangan lupa lapor Pak RT," katanya dan kamipun terdiam, lelap terbuai kantuk, hanya suara berita dari televisi yang masih terdengar.
Syukurlah aku mempunyai teman seperti Rayi, walaupun dia sepertinya suka bercanda, namun di satu sisi dia punya jalan pikiran yang sangat dewasa. Petimbangan dan pendapatnya selalu mengena bagiku. Ku mantapkan hatiku untuk menjalani esok yang menurutku adalah penentu masa depanku. Semua bisa dibicarakan dengan Awan mengenai kapan aku siap menikah. Ah, Awan aku sudah rindu senyumanmu.
...****************...
Aku mencoba membuka mata saat mendengar riuh suara Rayi yang mengomel dengan menggunakan bahasa Jawa memintaku untuk segera bangun. Ah, ini kan hari Sabtu, kerjaan juga libur, kenapa Rayi mengganggu kenyamanan tidurku. Tanpa pamit ku langkahkan kakiku pulang ke rumah dan astaga, Awan berdiri mengetuk pintu sambil sibuk dengan ponselnya. Wajahnya juga menunjukkan kepanikan. Dia menghela nafas lega saat melihatku berjalan mendekatinya.
"Dari mana kamu, sayang?" tanyanya sambil mengecup puncak kepalaku.
"Semalam nginep di rumah Rayi," kataku sambil membuka pintu.
"Terus, aku telepon nggak dijawab?" lanjut Awan.
"Iya, HP aku tinggal di nakas," jawabku sambil melabuhkan pantatku di sofa.
"Sudah mandi?" tanyanya sambil duduk di sampingku.
"Sudah, semalam sebelum tidur," jawabku sambil meringis.
"Mandi dulu sana, mau aku ajak pergi." katanya sambil menyelipkan rambut ke belakang telingaku.
"Bukannya ke rumahmu masih nanti malam?" tanyaku.
"Iya, ini kita jalan-jalan aja. Quality time." jawab Awan sambil tersenyum.
Aku mengangguk menyetujui ajakkannya. Jika diamati dengan seksama, Awan ini sangat mempesona, berkulit kecoklatan, memiliki tubuh tinggi standar dan volume tubuh yang tidak terlalu bulky. Memiliki sedikit otot pada bagian tangan ditambah dengan senyum manis dan rahang sedikit maskulin. Mungkin benar kata Rayi, ini mimpi sebagian perempuan di dunia ini.
"Hei, kok malah bengong?" tiba-tiba Awan mengagetkanku sambil melambaikan tangan tepat di depan mukaku.
"Kagum punya pacar ganteng," kataku sambil berdiri dan menuju kamar mandi.
Bisa kulihat dari ekor mataku, Awan tersenyum tersipu sambil menggelengkan kepalanya. Aduh, aku semakin jatuh cinta padanya. Segera ku bersihkan diri, tidak ingin kekasihku lama menunggu. Selesai mandi, aku bingung untuk memakai baju apa. Ahh, ketika belum berstatus pacar, aku bisa secuek itu tampil apa adanya saat pergi bersama Awan. Cukup dengan celana jeans dan kaos oblong saja sudah tidak menjadi masalah bagiku. Pikiranku jadi kacau lagi, aku mau pakai baju apa nanti malam saat ke rumahnya? Itu bisa kupikirkan nanti saja. Karena rencananya kami hanya jalan-jalan santai, ku jatuhkan pilihanku pada denim jumpsuit model rok selutut yang aku padukan dengan kaos hitam serta memakai sepatu kets wedges kesayanganku. Ku rasa cukup serasi dengan tampilan Awan yang memakai kemeja flanel yang cenderung gelap dipadukan dengan kaus dengan putih, celana jeans berwarna gelap, serta sneaker berwarna hitam putih.
Aku sudah siap dan menemui Awan di ruang tamu. Namun, Awan sibuk menjawab telepon yang dan wajahnya terlihat sangat tegang. Sepertinya ada masalah yang dihadapinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments