BAB 3

Rayi berlari menyusul masuk ke dalam rumah sambil terus memanggilku.

"Kas, aku mau ngomong ni lho, kamu berhenti dulu," katanya sambil menarik bagian belakang bajuku.

"Kowe marah?" tanyanya

"Nggak! Kan lebih enak kalau bicara di dalam," kataku sambil menarik tangannya dan mendudukkannya di sofa.

"Aku tuh cuma mau minta shampo, ada?" tanyanya dengan muka tanpa dosa.

"Gara-gara kamu, tadi aku nggak gosok gigi," protesku.

"lha?? opo salahku?" tanyanya lagi dengan muka bengong.

"Kalau tadi kamu nggak ninggalin aku, kita sudah mampir ke minimarket, jadi kita punya sabun, odol, shampo dan seperangkat alat mandi dibayar tunai," kataku

"Oalahh..ya udah kita ke minimarket sekarang," kata Rayi sambil menarik tanganku.

Dengan sepeda motor andalan kami, kami melaju menuju ke minimarket yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah.

Karena sudah terbiasa berbelanja di sini, kami hafal dengan baik lokasi rak untuk semua keperluan yang kami beli sehingga tidak membutuhkan waktu yang banyak. Kami segera pulang karena nyanyian kelaparan sudah berkumandang. Kami mampir di warung kaki lima langganan kami untuk menikmati ayam penyet favorit.

"Besok aku sudah mulai pindah ke departemen merchandiser langsung disuruh berhubungan sama buyer besar. Jantungku iki lho, ndak berhenti berdetak," kata Rayi menggebu-gebu.

"Ya jangan berhenti berdetaklah, bahaya itu," kataku mengoreksi kata-kata Rayi.

"Maksudku iki, berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang. Wis kayak lagune Ahmad Dhani," katanya sambil mengelap meja dengan tisu.

"Siapa sih buyernya?" tanyaku mulai penasaran.

"Aku lupa lagi. Pokoke info-infone beliau mau pesan seragam untuk karyawannya. Sekitar lima ratusan gitu," jelas Rayi.

"lima ratusan udah kayak tahu bulat aja," kataku bercanda.

"500 pieces, 25 kodi non, kalau nggak lolos bisa diceramahi sama ibu ratu," katanya dengan nada sangat serius dan terlihat nervous.

"Kamu nggak didampingi Bu Linda?" tanyaku juga serius. Ini bukan waktunya bercanda.

"Bu Linda kan mendadak resign toh? Jadi ya aku iki otodidak," jawab Rayi

Kami lalu diam sejenak saat pesanan kami dihidangkan.

"Makan sek lah, daripada pingsan," ajak Rayi.

Kami sibuk sebentar mengambil sedotan, rebutan kobokan dan mulai makan dengan tangan. Sangat nikmat makan pedas tanpa sendok. Pantang bagi Rayi untuk berbicara saat makan pedas sehingga suasana menjadi sedikit tenang.

Selesai makan, kami buru-buru tancap gas dan pulang karena Rayi mengeluh sakit perut. Begitu sampai di rumah, tanpa ba-bi-bu Rayi langsung berlari membabi-buta menyerang WC. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Rayi yang tidak jelas sama sekali.

"Terus kamu sama Awan gimana?" tanya Rayi begitu selesai buang air.

"Tadi dia ngajak ke rumahnya, mau dikenalin sama orang tuanya," aku menjelaskan apa adanya.

"Mosok? Bukane kowe wis kenal?" tanya Rayi sedikit ragu.

"Iya, tapi kenalnya sebagai temannya Awan. Awan mau kenalin aku sebagai calon istri," ku katakan ke Rayi tanpa ada yang ku tutup-tutupi.

"Edan, baru pacaran semalam sudah main panggil calon istri aja," kata Rayi sambil berteriak.

Aku lalu berusaha menutupi mulut Rayi yang tidak terkendali. Bisa-bisa teriakannya terdengar oleh warga se RT.

"Opo toh yo? Aku ndak bisa napas ki lho," kata Rayi sambil berusaha melepaskan diri.

"Ya kamu nggak usah teriak-teriak gitu, bikin panik tau nggak?" kataku dengan nada yang ketus.

"Terus kamu gimana?" tanyanya sambil berusaha mengatur napas.

"Aku belum siap, mungkin lain kali," kataku santai.

"Mosok?" kata Rayi menggunakan kata yang sering digunakannya untuk memastikan kebenaran info yang diterimanya tanpa banyak bicara.

"Mosak mosok terus," protesku.

"Ah sudahlah, aku sudah mengantuk. Aku pulang dulu. Kamu juga tidurnya jangan kemaleman biar besok pagi bangunnya ndak kesiangan," kata Rayi sambil berlalu pergi membawa barang belanjaannya.

Aku lalu ke kamar mandi untuk gosok gigi dan mandi ulang. Segar rasanya, aku lalu masuk ke kamar tidurku, menyetel televisi untuk menonton berita namun akhirnya aku tertidur.

...****************...

Jam menunjukkan pukul lima pagi saat aku membuka mata. Aku lalu mandi dan kemudian ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk diriku sendiri. Cukup segelas susu dan beberapa lembar roti tawar yang diolesi margarin. Selesai sarapan aku lanjut ke rumah Rayi. Ku kira dia belum apa-apa ternyata dia sudah rapi duduk melamun di teras rumahnya.

"Selamat ya, Ra!" kataku sambil mengulurkan tangan.

"Selamat untuk apa?" katanya bingung namun tetap menyambut uluran tanganku .

"Selamat pagi," kataku sambil menjabat tangannya.

"Bocah gendeng," katanya judes sambil melepaskan tanganku.

Aku tertawa kecil, wajahnya terlihat sangat gugup. Tapi aku tahu, Rayi pasti bisa mengatasi masalahnya. Aku lalu mengajaknya segera berangkat. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini.

...****************...

Lelah rasanya setelah seharian berkutat dengan pekerjaan. Tadi siang aku makan siang sendiri karena Rayi harus keluar bertemu dengan buyer. Sepi juga sehari ini tanpa mendengar celotehan Rayi. Ternyata dia sudah bersiap-siap di parkiran menungguku. Mungkin dia sudah kembali sebelum jam pulang. Dia melambaikan tangannya dengan penuh semangat ke arahku. Aku tersenyum lega, melihat keceriaannya itu berarti hari ini pekerjaannya beres. Wajahnya juga menyiratkan banyak hal yang tidak sabar ingin dia ceritakan.

"Kita pulang, aku mandi sek, terus ke rumahmu, kita podcast," katanya sambil menyalakan sepeda motor.

Sepanjang perjalanan Rayi bernyanyi riang mulai dari cublak-cublak suweng, gundul-gundul pacul dan diakhiri dengan lagu stasiun balapan. Semua mata tertuju pada kami, mungkin mereka terganggu dengan suara Rayi yang luar biasa cempreng. Aku hanya bisa menundukkan kepala namun dalam hatiku tertawa sangat keras mendengarkan suara Rayi.

...****************...

"Wuedan, anaknya itu Pak Surya itu gantenge pol. Cowok kok kulitnya putih, bersih kayak perawatan mahal gitu. Rambutnya gondrong dikucir rapi, kharismanya wis kayak Genji Takiya," kata Rayi sambil memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya.

"Bentar, bentar! Kita ini bahas apa?" tanyaku bingung.

"Anaknya Pak Surya," kata Rayi bersemangat.

"Pak Surya itu siapa?" tanyaku lagi memohon penjelasan.

"Buyer sing kemarin aku cerita itu lho," kata Rayi menjelaskan dengan ngotot.

"Bukannya kita mau bahas masalah orderan buyer?" tanyaku berusaha meluruskan topik pembicaraan malam ini.

"Order itu berjalan lancar tanpa kendala," kata Rayi sambil menepuk dada tanda bangga.

"Oke? lalu anaknya Pak Surya namanya siapa?" tanyaku mencoba mengikuti alur cerita Rayi

"Aku nggak tahu, tadi hanya berjabat tangan. Kita sebut saja Genji Takiya gimana? Ayolah, apalah arti sebuah nama," katanya setengah merayu.

"Tak kenal makanya tak sayang. Kenapa mesti nama jepang gitu sih?," kataku.

"Aku iki wibu lho," kata Rayi.

"Wibu-wibu PKK?" kataku meledeknya.

"Wis ora urus. Tapi kedepannya urusan seragam diserahkan ke dia, jadi aku punya banyak waktu untuk kontak-kontakan sama dia," kata Rayi penuh harapan.

"Ketinggian kamu mimpinya," kataku sambil memonyongkan bibir.

"Kowe iri ya?" balasnya tidak mau kalah.

"Ngapain?" kataku menolak pernyataannya.

"Iya, nggak boleh iri. Kamu sudah punya Awan," katanya sambil menyentuh ujung hidungku dengan telunjuknya.

Ponselku lalu berbunyi dan itu adalah telepon dari Awan. Aku menunjukkan ke Rayi sebelum menjawabnya.

"Sana, jawab tuh panggilan mas yayang, aku mau pulang aja mimpiin Genjiku," kata Rayi sambil berlalu pergi.

Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 BAB 104
105 BAB 105
106 BAB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 BAB 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 Bab 120
121 BAB 121
122 BAB 122
123 BAB 123
124 BAB 124
125 BAB 125
126 BAB 126
127 BAB 127
128 BAB 128
129 BAB 129
130 BAB 130
131 BAB 131
132 BAB 132
133 BAB 133
134 BAB 134
135 BAB 135
136 BAB 136
137 BAB 137
138 BAB 138
139 BAB 139
140 BAB 140
141 BAB 141
142 BAB 142
143 BAB 143
Episodes

Updated 143 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
BAB 104
105
BAB 105
106
BAB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
BAB 112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
Bab 120
121
BAB 121
122
BAB 122
123
BAB 123
124
BAB 124
125
BAB 125
126
BAB 126
127
BAB 127
128
BAB 128
129
BAB 129
130
BAB 130
131
BAB 131
132
BAB 132
133
BAB 133
134
BAB 134
135
BAB 135
136
BAB 136
137
BAB 137
138
BAB 138
139
BAB 139
140
BAB 140
141
BAB 141
142
BAB 142
143
BAB 143

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!