"Kas, Kasih. Ayo bangun," suara Rayi dengan gedoran keras di pintu membangunkan dari mimpi indahku.
"Jam berapa?" tanyaku dengan mata masih terpejam.
"Sudah jam tujuh, kurang sepuluh menit," kata Rayi masih dengan berteriak.
"Kenapa baru dibangunin? " protesku sambil berlari membawa handuk ke kamar mandi.
Masih terdengar omelan Rayi yang tidak jelas di telingaku karena tertutup oleh suara guyuran air. Aku berlari lagi ke lemari mengambil seragam yang ternyata masih kusut dan aku buru-buru menyetrika. Ah sudahlah, tidak perlu berdandan yang penting ketiak aman pakai deodoran. Tanpa sarapan aku lalu bergegas menaiki sepeda motor yang sudah dinyalakan dan digas terus menerus oleh Rayi sebagai pertanda aku harus bergegas.
"Makanya kalau tahu besok kerja, malamnya jangan keluyuran. Tidur awal, tidur cukup delapan jam, seragam disiapin dari sore jadi pagi tinggal pakai" Rayi mulai ceramahnya.
"Fokus dong nyetirnya, jangan nyanyi terus," protesku tidak mau tahu.
Rayi adalah teman kerjaku, hanya saja dia di departemen fabric. Dia mengontrak di depan rumahku dan setiap hari kami berangkat dan pulang kerja bersama-sama. Dia adalah teman baikku saat ini.
Kami tiba pabrik dan presensi tepat waktu. Hanya saja aku kurang pede dengan penampilanku hari ini. Sangat awut-awutan tanpa make up.
"Yang sudah baikan sama Awan, lupa waktu," kata Rayi dengan nada khas nyinyirnya.
"Kok tahu?" tanyaku sambil merapikan rambut.
"Iyalah, semalam kalian pelukan lama banget di depan pintu. Belum tahu rasanya digrebek warga sih," kata Rayi.
"Ngintip ya, kamu?" tuduhku sambil memonyongkan bibir
"Ndak lah, kebetulan aku di depan pintu, ngesis, sumuk aku nonton sinetron eh malah dapat yang live" kata Rayi membela diri dengan nada medok bercampur bahasa Jawa khas ala Rayi.
"Udahlah, nanti pas makan siang aku cerita. Kerja dulu, kerja dulu." kataku sambil berlari kecil memasuki ruang kerjaku.
...****************...
"Jadi semalam aku jadian sama Awan," kataku sambil setengah berbisik.
"Hah? Kok iso ki lho?" tanya Rayi seakan tak percaya.
"Ya bisa dong, kan kami saling mencintai," jawabku sambil menyuapkan soto daging ke mulutku.
"Terus kalian pergi ke mana?" tanya Rayi yang semalam pasti memantau kegiatanku dan Awan.
"Ke cafe," jawabku singkat
"Ke cafe tenan? Ah, mosok?" katanya meragukan ucapanku.
"Kamu maunya kami ke mana?" tanyaku dengan nada menantang.
"Ya terserah kalian, wong kalian yang pacaran," katanya tanpa rasa bersalah.
"Ya udah, kami ke cafe. Kamu nggak usah protes kalau aku cerita," kataku sambil menggelengkan kepala.
"Terus pulang jam berapa sampai bangun kesiangan?" tanya Rayi menginterogasi.
"Nggak tahu, aku pulang langsung tidur." kataku
"Mosok?" Rayi mulai protes lagi
"Kamu ni lho, mosak mosok, mosak mosok terus," aku tidak kalah protes juga ke Rayi.
"Jadi kami ke cafe, dikenalin sama temannya yang nyanyi di situ, namanya Arka," kataku menjelaskan
"Si Arka ganteng ndak?" tanya Rayi mulai keluar dari topik awal.
"Kok malah bahas Arka sih?" protesku dengan nada tinggi dan disambut Rayi dengan ngedumel entah apa.
Beginilah kami, selalu heboh dan ribut setiap kali bertemu tapi kamu saling nyaman berteman satu dengan yang lainnya. Kami menyelesaikan makan siang dan obrolan kami yang tak tentu arah karena jam istirahat sudah selesai dan kami harus kembali bekerja.
...****************...
Lumayan lelah untuk hari ini. Betapa tidak, ada beberapa model pattern baru yang harus diselesaikan. Aku dan Rayi melangkah malas menuju parkiran.
"Nanti mampir ke minimarket sebentar ya," kataku ke Rayi yang dijawab dengan anggukan.
Sampai di gerbang luar, tampak di seberang jalan seorang laki-laki yang berpakaian rapi berdiri bersandar pada mobilnya dan sedang asyik dengan ponselnya.
"Awan tuh," kata Rayi sambil menghentikan sepeda motor dan menunjuk dengan bibirnya.
"Ngapain dia? Rapi amat kayak mau kondangan," kataku seakan tidak percaya.
"Jemput kamu toh ya, mosok yo mau melamar kerja jadi satpam? Beneran pacaran nggak sih?" Kata Rayi urung menjalankan sepeda motornya kembali.
"Tunggu di sini sebentar," kataku kepada Rayi lalu turun dari sepeda motor dan berlari kecil menyebrangi jalan.
"Awan, kamu ngapain di sini?" tanyaku begitu tiba di depannya.
"Jemput kamu," jawabnya singkat.
"Aku kan sama Rayi, kasihan kalau dia harus naik motor sendiri." kataku menjelaskan.
"Ya udah, kamu sama Rayi, aku tunggu di rumahmu ya," jawab Awan sambil menepuk lembut puncak kepalaku.
Aku lalu bergegas kembali ke lokasi di mana aku meninggalkan Rayi dan kagetnya aku, dia sudah tidak ada di situ. Aku mulai mengacak-acak poniku dan sesekali menggaruk-garuk kepalaku, hal yang sering aku lakukan saat panik. Rasanya ingin mencakar-cakar tanah. Astaga, Rayi ini benar-benar tidak jelas, kurang cerdas, nggak etis, jadi teman nggak ada akhlak, masak aku ditinggalkan begitu saja.
Aku lalu mengambil ponselku dan menelponnya, tapi tidak diangkat. Lama aku mencoba namun tidak ada jawaban. Pasti Rayi meletakkan ponselnya di dalam tas sehingga dia tidak sadar kalau aku menghubungi. Masa' iya aku harus menghubungi Awan padahal tadi aku yang menolaknya menjemputku. Terpaksa aku memesan ojek online sambil terus menggerutu mengenai tingkah Rayi.
Aku hampir sampai di depan rumah dan tampak dari kejauhan Rayi dan Awan berdiri di depan rumahku. Setelah berterimakasih pada bang ojek, aku mendekati Rayi dengan muka cemberut yang pasti sangat jelek.
"Maksudmu apa?" tanyaku galak ke arah Rayi.
"Lho, lha wong tak kiro kamu pulang sama Awan," katanya berusaha membela diri.
"Tadi akan aku bilang tunggu bentar, kok malah ditinggal?" aku masih melayangkan protes tidak terima dengan perlakuan Rayi.
"Iya deh, sepurane! Maaf! Salah paham!. Habisnya kamu ya aneh, dijemput pacar malah ndak mau," kata Rayi sambil melangkah menuju rumahnya.
Awan malah tertawa saat melihat pertengkaran kami. Seperti menikmati acara lawak di TV.
"Nggak dikejar tuh Rayinya?" kata Awan masih menyisakan tawa.
"Nggaklah, nanti juga ke sini sendiri. Kamu sih, jemput tapi nggak ngabarin dulu," kali ini aku malah protes ke Awan
"Kan mau kasih surprise," balasnya.
"Luar biasa aku benar-benar terkejut. Tunggu sebentar ya, aku mau mandi dulu," katamu sambil masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Awan.
Aduh, pasta gigiku sudah habis, sabun juga tinggal sedikit. Gara-gara peristiwa tadi aku batal ke minimarket untuk membeli keperluanku. Sudahlah, gosok gigi nanti malam saja dan mandi dengan sabun seadanya. Sabun mandi dikocokin air dikit pasti busanya jadi banyak Nanti malam sebelum tidur aku akan mandi lagi. Tidak nyaman juga tidak bisa berlama-lama di kamar mandi karena Awan sudah menungguku.
"Kamu wangi, tahu nggak aku suka banget sama cewek yang wangi," kata Awan saat aku menemuinya di ruang tamu.
"Kenapa nggak pacaran aja sama sabun GIV, kan wangi terus tuh sepanjang hari," candaku yang disambut tawa oleh Awan.
"Kayak lagu dangdut aja," kata Awan sambil tertawa terkekeh.
"Lagu tentang pacaran sama sabun gitu?" tanyaku penasaran.
"Bukan, lagu judulnya cinta sabun mandi," jawab Awan.
"OOO,," jawabku singkat tanda mengerti.
"Sudahlah, malah jadi bahas itu. Ke rumahku yuk, aku kenalin ke orang tuaku," kata Awan menggebu-gebu.
"Lho, kan aku sudah kenal," jawabku apa adanya.
"Aku kenalin sebagai calon istri," katanya mantap.
"Apa? Apa tidak terlalu cepat?" tolakku halus. Astaga aku belum siap untuk ini.
"Kan usiaku sudah cukup, sudah sesuai undang-undang," katanya sambil tersenyum
"Apa lain kali aja ya, aku kan masih capek baru pulang kerja. Biar kalau ketemu terlihat fresh, bersemangat. Ya." kataku beralasan.
Untung saja Awan menyetujui penolakanku. Kami lalu berbicang-bincang sebentar dan tidak lama kemudian Awan pulang.
"Besok aku anterin kerja ya," kata Awan menawarkan.
"Nggak usah, aku sama Rayi aja seperti biasa," jawabku.
"Nanti ditinggal lagi, kalian bertengkar lagi" katanya sambil tertawa.
"Kalau Rayi nggak lihat kamu ya pasti nggak ditinggalin," jawabku sambil bergelayut manja di tangan Awan.
"OK deh, pacarku yang kayak jaelangkung," katanya sambil menepuk lembut puncak kepalaku.
"Kok jadi jaelangkung?" tanyaku penasaran.
"Datang tak dijemput, pulang tak diantar" katanya santai sambil masuk ke dalam mobil.
"Bisa aja," aku menbalas sambil tertawa.
Awan pergi setelah aku melambaikan tangan ke arahnya. Dan tampak Rayi berjalan mendekatiku lalu aku berpura-pura menghindarinya dengan berjalan cepat kembali ke rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments