Perjanjian

Mungkin sudah lama saat terakhir kali Anna merasakan kencan dengan minum coffee americano sebagai sajian dalam obrolan. Mungkin ini juga pertama kalinya lagi wanita itu membawa tubuh dengen setelan gaun cantik sebagai penunjang penampilan.

Anna beberapa kali tersenyum dalam selanya menyeruput kopi. Tidak ada wanita yang tak tersentuh akan perhatian yang tertuju ke pengertian; nyatanya Vee punya sisi yang tak seburuk ucapannya, pria itu masih punya prinsip jika wanita harus mendapatkan haknya.

"Kau begitu senang hanya karena cincin?" Tanya Vee.

Pria itu tak menutup mata, bahkan sangat jelas terlihat jika bibir ceri milik Anna tak berhenti melengkung keatas sejak keluar dari toko perhiasan yang bertujuan untuk memilih cincin pernikahan. Vee sangat yakin jika hak penuh yang ia berikan pada Anna untuk memilih benda bulat yang akan melingkar di jari mereka dalam waktu tiga hari lagi menjadi penyebab wanita itu senang bukan main.

Anna mengangguk. "Tentu saja. Kau sudah merampas hakku untuk memilih gaun pernikahan. Jadi, setidaknya untuk benda yang akan aku pakai seumur hidup itu adalah pilihanku sendiri," jawabnya terus terang.

Vee sedikit mengerutkan keningnya pada poin 'seumur hidup', dadanya tiba-tiba teramat nyeri. Mengingat kata itu yang dulunya selalu di ucapkan untuk mengiringi kisah cintanya dengan Rubby; ada perasaan tak rela jika Anna berada di posisi itu untuk menggantikan gadisnya.

"Seyakin itu kau bisa bertahan denganku untuk seumur hidup?"

Langit yang semakin menggelap dengan cahaya kota yang gemerlap mampu menghilangkan bintang yang harusnya berkelap kelip di sepanjang bentangan cakrawala. Anna tak memungkiri jika gulitanya malam membawa dirinya untuk kembali tersadar jika pernikahan ini hanyalah hasil dari sebuah kesepakatan.

"Jika akhirnya bercerai. Kita akhiri sekarang juga."

Jawaban Anna yang tak terduga mampu membawa Vee untuk memalingkan muka menatap lurus sang pembawa berita. Bersamaan itu, Anna mengangkat alisnya untuk menunjukkan tanda jika tidak ada yang salah dengan ucapannya.

Bagi Anna. Kehormatan keluarga Park akan tetap dijunjung sampai akhir hidupnya. Wanita itu putri penurut yang tak mampu menyakiti hati orang tua terlebih ibunya. Kendati permintaan yang mengharuskan Anna menikah dengan jalan perjodohan harus diturutinya, wanita itu tak serta-merta ingin mengacaukannya begitu saja.

"Apa kau sudah tertarik padaku!" retorik Vee. Pria itu tersenyum remeh yang tak mampu diartikan oleh Anna.

"Kau percaya cinta?"

Bukan menjawab ketunakkan hati yang Vee lemparkan, Anna memilih untuk membuka obrolan dengan lain makna yang kebetulan bertolak belakang dengan kemampuannya.

"Tidak untuk sekarang dan selamanya," jawab Vee.

Anna mengangguk-angguk, beriringan itu ranumnya tersenyum tipis. Wanita itu merasa lega untuk alasan yang ditakutinya. Membuka hati yang telah mati sama sekali tak dapat Anna sanggupi; sepertinya Vee juga bernasib sama dengannya.

"Aku lega."

"Maksudmu?"

Sebelum menjawab, Anna merubah pandangan pada onyx Vee lebih dalam. Bukan tanpa alasan Anna bertanya, justru itu adalah patokan baginya untuk menentukan nasibnya di biduk rumah tangga.

"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Tapi aku akan menawarkan sebuah bisnis dengan kesepakatan," tawar Anna kemudian.

Merubah sudut pandang, Vee mulai tertarik akan persengkongkolan yang tersirat makna dibaliknya. "Aku tidak suka basa-basi," desaknya.

"Kau tampan, aku pun cantik," ucap Anna. Sedikit menjeda karena Vee mulai tak mengerti dengan yang di bicarakannya. "Tidak mungkin orang lain tak tertarik dengan menaruh hati pada kita, bahkan yang mengemis cinta padaku sangat banyak, aku yakin kau juga mengalaminya," lanjut Anna.

"Lalu?" Sela Vee.

Vee tak mengelak itu semua. Kebenaran yang diungkapkan Anna memang terselip fakta. Banyak wanita di luar sana yang secara terang-terangan mengambil perhatian untuk duduk berdampingan dengannya.

"Aku pun sama denganmu, Tuan Kim."

Pandangan Anna berubah nanar, kepingan-kepingan memori yang dihancurkannya setiap hari selalu berubah bentuk menjadi sempurna lagi. Sakit itu, masih terasa sampai melilit hati. Percaya akan cinta, Anna berdusta jika tak pernah merasakannya. Hingga akhirnya, semua terjadi tanpa peringatan; kepercayaan, cinta, kesetiaan hanyalah kata tabu yang saat ini tak mampu ia kenali.

"Kita bisa hidup bersama tanpa cinta yang merepotkan. Tidak saling menyakiti, menghianati dan tidak harus saling percaya untuk menjaga hati. Kita bisa bebas dengan ikatan sakral berdasar status saja. Aku tidak percaya cinta. Kau mengerti maksudku, Tuan Kim?" Anna melanjutkan.

Terkejut. Vee merasa punya lawan yang seimbang. Saling menguntungkan menjadi salah satu kata yang tepat untuk direnunginya. Mengelak untuk buta jika wanita didepannya menyimpan pilu yang tersimpan rapi di dalamnya. Vee sedikit tahu dengan gelagat Anna yang terlampau acuh dengan sikap arogan miliknya. Tipe yang mungkin bisa diajak berjalan bersama.

"Lalu, kesepakatannya terletak dimana?"

"Jangan pernah ada kata cerai."

Jika ditelaah lebih dalam lagi. Maksud dari Anna sebenarnya adalah jangan sampai mempermalukan kedua keluarga yang sangat amat terhormat dimata publik dengan pernikahan keturunan yang mungkin hanya akan seumur jagung. Itu saja.

Sedang Vee mencoba untuk merenung. Jika begitu, Anna akan menjadi pendamping hidupnya sampai tua, artinya Vee tidak akan bisa bebas untuk menikmati kesendirian dengan Rubby yang akan selalu di kenang.

Bagaiamana jika nanti mereka punya seseorang hasil persilangan?

Vee teramat takut jika perasaannya pada Rubby akan hilang tergantikan oleh buah keturunan.

Tidak. Vee menggeleng, walau bagaimanapun, pria itu tak kan mungkin melupakan Rubby, menghilangkan wanita pujaannya sama saja mengubur hidup-hidup tubuhnya yang bahkan belum menjadi jasad. Tapi Vee juga tertarik dengan tawaran Anna.

"Adakah kesepakatan lagi?" tanya Vee.

"Tidak," jawab Anna tanpa berpikir panjang.

Dengan begitu, keduanya memilih untuk hidup yang akan terikat oleh buku pernikahan, cincin yang melilit di masing-masing jari dan sumpah di depan pendeta.

"Peraturan hidup bersama, apa kau memikirkannya?"

"Aku terserah kau saja. Sebagai istri aku akan melakukan kewajibanku sebagaimana mestinya."

Vee memincingkan matanya, ada gelagat yang sulit ia ungkapkan. Merasa ragu dan sungkan untuk berbicara lebih lanjut.

"Termasuk melayanimu," imbuh Anna.

Vee sontak tersentil di ulu hatinya, ada perasaan geli saat calon istri mengungkap hal yang menjadi privasi dalam hal ranjang secara blak-blakkan. Dugaan Vee semakin kuat jika Anna memang gampangan.

"Tanpa cinta?" Tanya Vee.

"Aku sering mendengar pria bisa melakukan tanpa cinta. Aku pun juga sama," terang Anna.

Merasa final dengan praduganya. Vee memijit pelipis untuk menetralkan degub jantungnya. Hal ini begitu sensitif untuk dibicarakan secara dini. Terlebih Anna adalah seorang wanita; yang harusnya ia lakukan adalah menjaga ucapan dan kelakuan.

Vee juga bukan pelupa yang terlalu awal untuk menghilangkan sekelebat ingatan. Baru semalam, wanita didepannya ini menambah asumsi jika semua yang diperlihatkan di depan mata Vee bukanlah sebuah dongeng yang diciptakan oleh penulis buku cerita. Ditambah lagi, hari ini Anna sedikit-sedikit meringis dan mengelus punggung yang tampak sakit; sepenggal kalimat 'olahraga malam' itulah pikir Vee yang menjadi penyebabnya, pria itu semakin kuat untuk menyimpulkan jika calon istrinya adalah wanita murahan.

Vee mengangguk beserta raut datar yang mengiringinya. Kondisi perasaannya tidak dapat diungkapkan dengan frasa, pun tak dapat dinilai dengan angka.

"Jika nanti kau sudah sah menjadi istriku. Jangan pernah membagi tubuhmu dengan orang lain," perintah Vee.

"Tentu saja," ucap Anna setenang air telaga.

Bukan. Bukan itu yang diharapkan dari ekspresi Anna. Vee menginginkan setidaknya wanita itu tahu diri dan merasa malu. Peringai Anna yang tak merasa terbenani membuat Vee kalang kabut, wanita di depannya benar-benar tak bisa terbaca.

Anna sebenarnya tahu apa maksud yang tersirat dari sarat perintah yang membidik saraf dengarnya. Tidak mau repot dan ambil pusing, ia memilih untuk mempersingkat jawabannya. Banyak bicara sebenarnya bukan gaya Anna, ia suka dengan aksi yang menimbulkan reaksi.

Tanda waktu yang berjalan dalam ruang bulat yang melingkar dipergelangan Vee menunjukkan pukul delapan malam, ia tampak melirik sebentar dan Anna melihatnya.

"Kau bisa pulang duluan jika ada keperluan!" seloroh Anna membuka jalan. Barangkali Vee sungkan untuk berpamitan atau mengajak pulang lebih awal.

"Lalu kau? Tidak ingin pulang bersama?"

Anna menggeleng dengan lengkungan bibir terangkat, penolakan itu membuat Vee urung untuk beranjak. Dipikirnya tidak usah pergi agar tidak diduga menelantarkan calon istri.

"Pulanglah, aku akan bersenang-senang sebelum menjadi istri baik nantinya."

Sedetik kemudian Vee sadar jika kebaikan hatinya harusnya tidak muncul secara tiba-tiba. Vee dibuat lupa jika Anna bukanlah wanita yang harus digiring dan di tuntun dalam penjagaannya. Anna tetaplah wanita liar dengan kesenangan yang tak wajar.

Tak membuang waktu lebih lama, Vee segera undur diri dari persinggahan. Apa boleh buat, keputusan untuk mempersunting Anna sudah bulat dia tetapkan. Setidaknya wanita itu sudah bicara akan menjadi istri baik, itu sudah lebih dari cukup.

Terpopuler

Comments

Momogi

Momogi

Awas lu sampai suka

2022-11-13

0

Momogi

Momogi

Santuy ledy

2022-11-13

0

Momogi

Momogi

Please, ini terlalu terus terang

2022-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!