Intoxicating Disaster

Intoxicating Disaster

Prasangka

Wanita itu hanya sedang menikmati candunya melihat sebatang rokok yang menjadi ke favoritannya sejak beberapa tahun terakhir. Matanya sangat menyukai kala batang yang awalnya indah berbentuk sempurna perlahan memudar menjadi asap dan akan menghilang bersama hembusan angin.

Anna Park; baginya, bisa lenyap tanpa pesakitan itu tidak seru, ia ingin merasakan terbakar sehingga sakit yang menjalar disekujur tubuh bisa menggantikan sengatan kecil yang membuat hatinya semakin rapuh.

Beberapa orang berpendapat terluka oleh cinta adalah hal yang sangat sulit disembuhkan daripada luka-luka basah lainnya. Namun ada beberapa orang berpendapat tak serupa, luka bisa sembuh tergantung seberapa kuat kamu menghendaki untuk sembuh.

Tapi Anna mengabaikan satu teori itu, yang mencangkup banyak arti—merelakan, mengikhlaskan, dan memaafkan.

Semua tak semudah seperti bibir berbicara, menyusun kata lalu di sampaikan begitu saja. Masalahnya ada di hati yang terlanjur lebam oleh pukulan.

Memang tidak mudah. Tidak ada sesuatu yang bisa di dapatkan dengan mudah di dunia ini. Namun, melupakan, merelakan memang benar adalah salah satu jalan keluar.

Tapi, Anna tetap tidak bisa. Jika ada jalan praktis yang bisa membawanya sembuh total tanpa rasa sakit yang berkepanjangan, ia sangat rela.

Mati misalnya.

Terkadang juga, wanita yang berbalut dress hitam mempesona itu suka menantang maut hanya untuk menjemput ajalnya sendiri. Namun, Tuhan tidak mau memberikan kesempatan untuknya mati dengan mudah. Diam-diam ia juga selalu berdoa kapan sang pencipta mengambil nyawanya, sudah bosan hidup jika boleh dikata.

Anna menghembuskan napas pelan sembari meletakkan kembali satu gelas minuman di atas meja lalu ia menatap hingar bingar lampu yang menjadi cahaya di kegelapan.

Malam ini, rasanya masih sama, dingin.

Hari-harinya masih sama, sepi.

Dirinya pun masih sama, memendam sakit hati.

Anna menggeleng kepala mengingat asal muasal bagaimana ia menaruh hati padanya, pria masa lalunya, hingga tak mampu lagi kembali merasakan hal sama untuk pria lainnya.

Bodoh.

Anna tiba-tiba tersenyum.

"Jeff, ayo ke arena!"

"No, thank you." Sarkas Jung Jeffry sembari membentuk bunyi klotak pada gelas yang baru saja ia letakkan di meja.

Anna mendengus. "Ayolah, Jeff," rengeknya.

Jeffry mendelik. "Kalau kau mau mati, minum racun tikus juga bisa 'kan? Perlu ku belikan?" tawarnya retorik dengan mata melirik.

Pria yang berstatus menjadi sahabat setia Anna itu bagai tumpukan memori perjalanan hidup wanita itu dari piyik sampai masa kini. Terlalu limbung dan terlanjur masuk hingga mampu menerobos sampai bagian dalam kehidupan Anna.

Anna mendengus kesal dengan hembusan nafas gusar akibat tolakan mentah pria pemilik kulit bening dihadapannya. Selalu saja seperti ini jika menyangkut urusan jalanan.

"Anna, bisa tidak mulai sekarang berhenti bermain-main? Sampai kapan kau akan terus begini?"

"Jangan harap." Anna tersenyum miring sebagai tanggapan dan Jeffry sangat kesal melihatnya.

Tangan Anna kian sibuk dengan segelas minuman memabukkan dengan bongkahan es yang dipadukan di dalam gelas kaca bening sehingga menimbulkan dentingan gemeletuk saat benda itu digoyangkan.

Jeffry semakin jengah dengan kelakuan Anna. Wanita dengan surai pirang itu sadar jika pemuda dihadapannya menatap dirinya dengan intimidasi kuat. Satu hentakan terdengar saat tangan Anna menaruh gelas hingga beradu keras dengan meja.

"Aku janji ini yang terakhir kalinya, minggu depan aku menikah, ayolah Jeff."

Jeffry tersedak dengan mata membola sempurna. Jika saja pernyataan itu disuguhkan tidak bersamaan dengan dirinya meneguk vodka, pasti saat ini tenggorokannya tidak akan panas akibat batuk yang tak tertahankan.

"Me-nikah?" tanyanya terbata karena pernyataan sahabatnya memang tak pernah diduga.

Anna memutar bola matanya tanpa sedikitpun niat untuk menjawab. Menurutnya Jeffry sangat berlebihan, jika di ingat-ingat, pria itu pernah mengatakan jika keinginan terbesarnya melihat Anna menikah dengan dia yang rela mengabadikan segala momen indah di hari itu.

"Apa dia tampan sepertiku?" Sejatinya pria bernama lengkap Jung Jeffry itu mempunyai tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.

Anna terkekeh. "Sejujurnya dia lebih tampan darimu, tapi aku lebih menyukaimu," jawabnya.

"Tapi kau tidak akan pernah mau menikah denganku 'kan? Dasar pembual." keluhnya merasa percuma dengan cibir manis dari bibir Anna.

Mereka tertawa bersama hingga perlahan Jeffry meraih telapak tangan Anna untuk di genggam, ekspresi kelewat dewasa dan serius nampak jelas menghiasi rautnya. "Datang padaku jika nanti dia menyakitimu. Aku akan membuka pintu rumahku lebar-lebar hanya untukmu. Kau dapat golden tiket ngomong-ngomong." Ucapnya diakhiri cengiran lebar.

Anna hanya mampu tersenyum dengan tingkah manis Jeffry. Pemuda itu bagaikan belahan jiwa tanpa gangguan kata cinta, tidak akan pernah ia memposisikan Jeffry lebih dari ini.

"Coba buka hatimu untuk orang lain, Anna. Sampai kau lelah dan tak sanggup lagi. Hingga saat itu tiba, datanglah padaku." Hingga di akhir kalimat, Jeffry menatap lurus bola mata Anna yang sudah berkaca bak menyimpan lara.

Susah payah Anna menelan ludahnya bagai duri mengganjal di tenggorokan. Lagi, kenangan itu muncul untuk menyeretnya hingga rasa luka yang masih menganga lebar itu semakin perih mengiris.

Anna mencoba tersenyum walau getir. "Cepat menikah, Jeff."

"Aku janji akan menikah setelah melihat kau benar-benar bahagia," jawabnya tulus pun jujur.

"Dasar keras kepala, aku ke toilet dulu."

Anna beranjak dari kursi lalu menuju ke toilet dengan membawa pikirannya yang kosong. Kendati minum terlalu banyak, wanita itu justru lebih daripada baik. Nyatanya meneguk alkohol sama sekali tidak mempan untuk tubuh Anna. Itulah mengapa ia sangat membenci keadaan ini. Ingin sekali mati rasa walau sebentar saja.

"Pernikahan yang sangat konyol." desis Anna sebal.

Matanya menyorot tajam pada cermin, mempertontonkan wajah dengan ekspresi penyakitan. Wanita itu frustasi total jika saja semua orang tahu. Sayangnya peringai luar biasa yang ia bangun dapat membohongi siapapun—dingin, angkuh; yang nyatanya hanyalah seseorang yang rapuh.

Menengadah sebentar dengan menutup mata, menghembuskan nafas begitu pelan, Anna segera mencuci tangan dan beranjak setelah menetralkan pikiran.

Hal tak terduga terjadi begitu saja, tubuh Anna terperojok akan hantaman dari seseorang yang sedang mendorongnya kuat di lorong toilet. Anna mendesis kuat merasakan punggungnya yang bertabrakan dengan dinding.

"****, apa yang kau lakukan bodoh?" bentak Anna saat nyeri masih menguasai sekujur tubuhnya. Bibirnya masih meringis dengan mata memejam menahan sakit.

"Apa begini adapmu saat sebentar lagi kau akan menyandang gelar sebagai Nyonya Kim?" Bisik seseorang tepat di daun telinga, suara itu berat dan mengintimidasi. Anna seperti ingat pembawaan vocal yang seperti ini.

Anna tersenyum remeh sesaat setelah mendongak guna menangkap presensi seseorang dihadapannya. Namun, fokus Anna terseret habis-habisan saat matanya memeta keparipurnaan pria di depannya. Pahatan sempurna wajahnya sangat mempesona ditambah hanya cahaya temaram yang menempa. Jika saja wanita lain yang diberikan kesempatan untuk menjamah pemandangan indah lewat mata seperti yang Anna dapat saat ini, bisa dipastikan seseorang itu sudah dimabuk cinta.

"Ada apa denganmu Tuan Kim Vee yang terhormat?" tanya Anna penuh penekanan.

Vee, pria itulah yang tempo hari ada pada pertemuan keluarga, pria yang akan menjadi pendamping hidupnya. Tidak ada kata ataupun sesuatu yang berbelit saat itu. Keduanya hanya mengangguk setuju untuk merespon para tetua yang akan menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan.

Vee melepas cengkramannya pada bahu terbuka milik Anna yang tak tertutup sehelai kain karena memang menggunakan strap dress. Pria itu mundur sedikit menjauh dengan tangan melipat di bawah dada dengan angkuh.

"Kelap malam! Merokok! Memiliki kekasih disaat kau memiliki calon suami!" Ungkap Vee tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun.

Anna hanya membuang pandangan kesamping, lagi-lagi wanita itu hanya tersenyum miring menanggapi omong kosong yang menguar mengusik indra dengarnya. Namun, semua harus cepat dibereskan bukan?

Mengambil kesempatan selagi bisa untuk menghindar dari kehidupannya yang terasa konyol untuk kedepannya.

"Lalu apa? Kau ingin membatalkannya?"

Oh.

Apakah wanita ini sungguh ingin bermain-main?

Mendengar penuturan kelewat santai tentang pembatalan yang tidak masuk akal membuat Vee total muak. Rahang pria itu mengeras dengan gigi yang memberetak.

"Kau pikir ini lelucon?"

"Sejak kapan aku bilang ini lelucon, Tuan Kim!"

Sampai disini emosi Vee sudah diambang batas. Vee merasa Ibunya sudah salah menilai, menjunjung dan membanggakan calon menantu di depannya yang ternyata hanyalah kedok semata.

Apakah Vee harus berakhir dengan wanita rusak seperti ini?

Seakan mesin otaknya berhenti untuk mengolah kata. Seorang Kim Vee dengan perangai angkuh itu hanya bisa terdiam tak bicara. Membawa hati yang mati untuk rasa cinta membuatnya tanpa berat hati menerima calon istri. Perintah Ibu yang tak mampu ditolak pun juga menjadi alasan dirinya tak bisa berkata tidak. Tapi, bagaimana jadinya jika wanita yang paling dihormatinya itu tahu jika calon menantunya mempunyai kehidupan yang liar tak terkendali.

Sedang Anna yang tak mendapat respon hanya bisa diam menunggu, sebenarnya dirinya ingin cepat beranjak dari tempat ini. Sangat tidak etis berbicara di lorong kamar mandi, oh ayolah, masih banyak tempat duduk di luar sana. Kakinya pun juga sudah pegal untuk terus berdiri menyangga badan.

Anna bukanlah orang yang bisa sabar menunggu. Oleh sebab itu, dirinya harus melakukan sesuatu, ia berdehem singkat untuk pembukaan sebelum dirinya mengajukan pertanyaan lagi.

"Bagaimana Tuan Kim?"

Vee mengerjab sadar jika dirinya sedari tadi hanya melamun dengan sekerubung spekulasi jika saja semua tidak berjalan mulus adanya. Membatalkan pernikahan sama saja menggali lubang yang sama. Saat satu dibatalkan, maka ada satu lagi untuk disodorkan. Dan seorang Kim Vee sudah sangat lelah untuk mendapat itu secara berkala.

"Aku harap kau dapat menjaga sikap setelah menikah Nona Anna."

Terpopuler

Comments

Roy Zali

Roy Zali

AQ mampir thor semoga cerita nya bagus semangat 💪💪💪

2023-01-19

0

Loli

Loli

Nyimk dlu mga ajj ceritanxa seru..

2022-11-15

0

Momogi

Momogi

Duh sad boy

2022-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!