“Tidak mau, Mamah tetap harus di sini,” jawab Erland yang terdengar seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk.
Erland yang mendengar jika Reina akan pulang ke rumah orangtuanya. Mendengar itu tentu Erland langsung takut ditinggalkan, ia tidak ingin jika Reina tidak kembali lagi.
“Saya harus pulang terlebih dahulu, ada barang yang belum sempat saya bawa dari rumah,” jelas Reina yang merasa jengah dengan laki-laki yang sedang amnesia itu.
Hari ini, ibu Reina memanggilnya untuk datang. Dan itu Reina gunakan sebagai alasan saat ia akan mengambil barang-barang miliknya yang belum ia bawa dari rumahnya dulu.
“Tidak! Mamah hari ini harusnya bersama dengan Erland, bukankah ini saatnya Mamah mengajak Erland jalan-jalan.”
Tatapan meminta dan berharap Erland tunjukkan, lelaki itu terlihat berharap bisa pergi berjalan-jalan dengan Reina yang ia anggap ibunya.
Aneh memang saat mendengar panggilan Mamah yang diucapkan oleh Erland pada Reina. Karena itu, Reina hanya akan meminta Erland untuk di rumah. Ia jarang dan hampir tidak pernah mengajak Erland keluar.
Bukankah akan terasa aneh saat kamu disebut dengan panggilan Mamah' oleh orang yang jauh lebih tua. Terlebih lagi, nada suara Erland saat mengatakan itu sangat polos, hingga terdengar jelas jika Reina seolah adalah ibunya.
“Tidak! masih ada yang harus saya urus, jika memang kamu begitu ingin keluar. Maka keluar saja! saya tak akan peduli sekalipun nanti kamu tidak akan kembali lagi!”
Tanpa sadar, sikap Reina pada Erland kini sangat acuh dan dingin. Mungkin itu karena pertemuan Reina dengan Elisa saat itu. Reina kini seolah tak tahu harus bersikap dan berperilaku seperti apa untuk kedepannya.
Haruskah dirinya melepaskan laki-laki yang sudah bersama dengannya ini? meski waktu yang dilalui cukup singkat. Tapi rasanya moment yang mereka lalui sangat bermakna dan penuh ketulusan.
“Tapi Mah, hari ini Erland ingin keluar. Boleh 'kan kita keluar bersama? Erland tidak ingin pergi jauh dari Mamah, tolong jangan usir Erland juga Mah,” pinta Erland dengan tatapan yang terkesan memohon.
Reina tidak tahu alasan mengapa lelaki itu bersikap sangat manja padanya. “Erland Kamu bukan anak kecil lagi,” kesal sudah Reina. Reina yang biasanya tidak akan pernah bereaksi meski sedang sekesal apapun itu, kini karena tingkah amnesia Erland, membuat Reina bisa mati karena kesal.
“Mah, Erland 'kan masih kecil, kenapa Mamah selalu bilang kalau Erland bukan anak kecil,” lirih lelaki itu dengan tatapan mata yang terlihat sedikit berkaca-kaca.
Reina yang melihat itu menghela nafas, ia ingat jika pemikiran laki-laki itu masih menganggap jika kini dirinya berusia lima tahun. Ini memang gila! mana ada anak laki-laki berusia 5 tahun sebesar itu, tubuh dan wajahnya mengatakan jika laki-laki itu hampir berkepala 3.
Reina bingung sebenarnya, apa yang membuat Erland bisa menganggap dirinya ibunya. Erland langsung memanggilnya dengan sebutan Mamah' sejak saat pertama kali lelaki itu sadar. Apa karena wajahnya terlihat mirip dengan ibu dari lelaki itu? atau karena apa?
Kalau misalkan ibu dari lelaki itu adalah ibunya, itu adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Karena Reina pernah mengetes DNA dirinya dan Sang ibu, dan hasil dari itu adalah 98% yang berarti menandakan jika ibu yang merawatnya sekarang adalah ibu kandungnya.
Jika itu kembaran ibunya juga tidak mungkin.
Sudahlah, Reina bingung dengan hal itu. Biarkan nanti saat laki-laki itu sudah pulih dari amnesianya Reina akan bertanya langsung mengapa lelaki itu menganggap dirinya sebagai ibunya.
Tapi, apakah Reina berani?
“Mah, Erland ingin Mamah kupas 'kan buah untuk Erland, boleh 'kan Mah?” tiba-tiba permintaan Erland berganti pada sesuatu hal yang sederhana.
Meski ingatan Erland terakhir kali saat berusia 5 tahun. Tapi, ia sangat pintar dan peka. Tahu bagaimana harus bersikap dan bertindak.
Reina yang mendengar itu, ia mengangguk.
“Terima kasih,” kata Erland terlihat senang.
“Apa memang senang sekali saat mendengar saya akan mengupaskan kamu buah?” tanya Reina yang langsung Erland angguki dengan semangat.
“Iya, biasanya Mamah tidak pernah mau menatap Erland, apalagi mau mengupaskan buah untuk Erland. Tentu Erland merasa sangat senang karena hal itu,” ungkap Erland yang terlihat polos.
Selama 1 bulan bersama, mana ada Erland meminta Reina untuk mengupaskan buah. Atau yang Erland kini bicarakan adalah ingatannya tentang ibu kandungnya dulu?
Entah kenapa saat mendengar itu Reina merasa penasaran dengan masa kecil Erland. Seperti apa wanita yang menjadi ibu Erland itu?
“Setelah ini kamu tidur.”
Entah mengapa Reina yang mendengar ucapannya sendiri merasa lucu, apa ada anak sebesar dan setua ini, sedangkan ibunya sendiri lebih muda darinya?
Melihat jika Erland benar-benar sudah tertidur, Reina yang melihat itu memanfaatkan kesempatan ini untuk pulang ke rumah.
Rumah yang seperti neraka untuknya, tidak ada sebuah kenyamanan ataupun ketentraman dalam rumah itu. Justru yang ia dapatkan adalah sebuah rasa dimana jika ia kembali ke rumah itu, ia merasa jika ia sedang berada di penjara.
Jeruji besi yang mengikatnya untuk tidak pergi jauh.
...*****...
Meski tidak ingin masuk ke dalam rumah, tapi karena permintaan dari ibunya yang ingin bertemu dengannya. Maka itu, Reina terpaksa pulang.
“Anak kamu itu sukanya bikin masalah terus, dia pikir dia siapa sampai bisa menyinggung keluarga Rayyan. Ingat, Rayyan itu adalah keluarga kaya! sedangkan kita itu keluarga miskin! aku tidak akan peduli jika nanti kalian terkena masalah karena menyinggung mereka,” acuh Jack yang berkata dengan nada seolah Reina itu bukan anaknya.
“Jangan seperti itu, aku yakin Reina tidak bersalah. Dia hanya berusaha untuk membela dirinya saja,” bela Rosa yang tak lain ibu dari Reina.
“Terus saja bela anak kesayangan kamu itu, ingat! aku tidak akan ikut campur jika kalian nanti akan dibuat sengsara, urus saja masalah kalian sendiri!” marah Jack.
“Lagipula seharusnya Reina hanya perlu diam, apa yang Rayyan lakukan ke dia, harusnya dia hanya bisa terima itu saja. Tidak usah melawan apalagi sampai membuat anak orang kaya itu babak belur! memangnya kalian berdua punya uang untuk biaya perawatannya?” lanjut Jack sinis.
Reina yang mendengar itu, mendadak langkahnya terhenti. Ia heran dengan ayahnya Jack itu, setiap dirinya melakukan kesalahan, maka ayahnya akan marah besar, padahal kesalahan yang ia lakukan itu karena ada sebabnya, dan biasanya kesalahan yang sering dilakukan olehnya dulu hanya sebuah masalah kecil.
Sedangkan jika kakaknya Alisa yang melakukan sebuah kesalahan, ayahnya tidak akan pernah marah seberapa besar kesalahan itu. Bahkan ayahnya itu sampai rela untuk menjadi orang yang disalahkan atas kesalahan yang dilakukan oleh Alisa.
“Lalu jika yang ada diposisi saya ini adalah Kak Alisa, apakah dia harus tetap diam saja atau melawan seperti saya?” tanya Reina sinis. Ia memang tidak dekat dengan ayahnya, tidak ada memori kedekatannya dengan ayahnya itu.
Entah, laki-laki itu seolah menganggap dirinya benalu di keluarga ini. Terlihat jelas dari tatapan serta perilaku laki-laki itu yang terang-terangan membenci dirinya.
“Tidak sopan! beraninya kamu bicar seperti itu pada orang tua!” marah Jack yang hendak memukul Reina, tapi sayangnya Reina langsung mencekal itu karena sekarang dirinya bukan Reina dulu yang masih kecil.
“Seharusnya sebagai seorang ayah yang baik, Anda harus melindungi anaknya, bukan malah justru mencelakai dia,” kata Reina menatap Jack langsung.
Dengan mata tajam dan tak suka serta benci, Jack tersenyum sinis dan meremehkan. “Anakku? siapa yang anakku? jelas kamu bukan anakku!” tegas Jack.
“Cukup!” tiba-tiba Rossa memotong pembicaraan itu. Ia terburu-buru seakan tidak ingin Jack berkata lebih jauh
“Apa maksudnya ini Bu?” tanya Reina yang menatap ke arah ibunya yang hanya diam.
“Sudahlah Rossa, jujur saja. Cepat atau lambat dia juga akan mengetahui tentang kebenaran ini! kebenaran yang ternyata dirinya bukanlah anakku!” tegas Jack sinis.
“Cukup, aku bilang cukup Jack! jangan katakan itu lagi,” marah Rossa yang tidak bisa mengendalikan emosinya.
Biasanya Rossa adalah wanita yang tenang, ia wanita yang sabar meski setiap kali suaminya selalu kasar dan memukulnya.
“Bu, maksudnya apa ini?” tanya Reina yang terus saja mencecar pertanyaan itu. Reina ingin tahu tentang kebenaran yang sebenarnya.
Jika dirinya bukan anak Jack? lalu siapa ayahnya?
“Reina, lebih baik kamu masuk ke dalam kamar kamu dulu Nak, ibu masih mau bicara sama ayah kamu,” ucap Rossa lembut.
Tapi ucapan Rossa itu justru semakin menyulut emosi Jack dan membuat Jack marah. Ia tidak terima saat dipanggil ayah ataupun dianggap ayah Reina.
“Siapa yang ayah dari anak ini, jelas dia adalah anak haram yang tidak jelas ayahnya!”
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments