Malamnya aku dan Zack membicarakan pertemuanku dengan Michael pagi tadi. Beberapa hal penting aku jelaskan persis seperti yang dikatakan Michael. Zack hanya menganggukkan kepalanya sambil melihat beberapa brosur dan penawaran yang Michael berikan.
"Jadi, kamu sudah setuju dengan harganya?" Zack akhirnya mengeluarkan kalimat.
"Hhm, aku pikir itu penawaran yang bagus. Kita juga dapat jasa konsultasi gratis."
Zack mengerutkan keningnya, ia menatapku tak percaya. "Gratis?!"
"Yup,"
Zack masih menatapku meminta penjelasan. Aku menoleh dan memastikan padanya sekali lagi.
"Apa? Kenapa wajahmu begitu?" Dari raut wajahnya aku tahu Zack tidak suka.
"A man gives something for free? Mencurigakan!"
(seorang pria memberi sesuatu dengan gratis?)
Kejutan listrik tegangan tinggi seperti sedang menyerangku. Perkataan Zack memang benar, jasa konsultan bisnis biasanya memiliki tarif lumayan mahal tapi Michael memberikan percuma padaku.
Apa aku harus jujur pada Zack jika Michael pria yang cukup pintar dan juga … tampan? Tidak! Aku rasa aku tak perlu mengatakannya bisa-bisa Zack berubah pikiran dan melarangku membeli ruko itu.
Tapi ini adalah keputusan yang dikemudian hari membuatku menyesal. Aku mengabaikan intuisi Zack dan sengaja menabrak pagar pembatas, hal yang hingga kini sangat aku sesali.
Setelah berdebat panjang, akhirnya Zack menyetujui keputusanku. Ia menyerahkan segalanya padaku. Aku sungguh tak enak hati pada Zack, entahlah aku merasa sedikit salah langkah. Mungkin.
"Lusa, aku dan Samantha rencananya akan bertemu dengan Michael, apa kamu bisa ikut?" tanyaku dengan rasa bersalah.
"Buat apa, aku percaya denganmu." Zack menjawab dengan mata tertuju pada lembaran kertas kerja yang dibawanya pulang, ia berhenti sejenak dan menatapku. "Aku yakin Samantha akan menjagamu untukku."
"Wah, tatapan apa itu? Kau seperti tidak mempercayaiku sayang," aku mendekatkan wajah mengikis jarak diantara kami.
Zack tersenyum, "Well, a little bit! Aku sedikit khawatir, Almira istriku terpesona dengan pria bernama Mickey itu!"
Mata Zack menatap bibirku yang terpoles lip balm natural beraroma coklat, aku tahu ia ingin mencicipinya sebelum kami makan malam.
"Namanya Michael sayang!" Aku mengoreksi nama Michael.
"Well, siapapun namanya aku tak peduli. Aku hanya pedulikan istriku, just you!"
Zack langsung menyambar bibirku, menyesapnya dalam l*matan liar menggoda. Aku tahu dia tak tahan dengan aroma coklat. Itu afrodisiak untuknya. Zack tak akan melepaskanku begitu saja.
Begitulah, setiap kami berdebat panjang akan selalu diakhiri dengan ciuman panas yang memabukkan dan seringkali berlanjut semalaman di ranjang. Untunglah aku tak pernah terlambat dengan jadwal kontrasepsi ku jika tidak, aku tak bisa membayangkan berapa banyak jumlah adik Ken dan Rey.
Kalian tahu, kami terkadang menggila bersama diatas ranjang, uuups ... sorry!
Keesokan harinya, seperti biasa aku harus menjemput kedua putraku di sekolah. Sekelompok ibu-ibu asik mengobrol di sudut sekolah, sementara yang lain sibuk bergosip di depan gerbang.
Aku berjalan mendekati gerbang, belum ada tanda tanda kedua putraku pulang. Aku sedikit gelisah karena cuaca tidak mendukung. Awan gelap menggantung di langit, aku yakin sebentar lagi hujan pasti turun.
Sekitar sepuluh menit kemudian, rombongan anak-anak berseragam muncul. Mereka keluar dengan riang disambut para ibu mereka. Suasana menjadi riuh, aku sebenarnya benci suasana seperti ini kepalaku sering pusing mendadak dan nafasku terasa sesak jika terlalu lama terjebak dalam keramaian.
Ken dan Rey meraih tanganku tepat saat wajahku mulai memucat dan kunang-kunang beterbangan di mata. Mereka sangat mengerti diriku yang tidak nyaman terlalu lama berada di ruang terbuka.
Itu sebabnya aku jarang menjemput mereka tepat waktu, aku selalu menunggu di saat terakhir agar tidak terjebak dalam keramaian.
Hari ini adalah pengecualian, Zack memintaku segera ke kantornya di jam yang sama dengan jam pulang kedua putraku. Mau tidak mau aku harus lebih awal menjemput Ken dan Rey ke sekolah.
"Mommy are you ok?" Ken tampak khawatir melihat wajah ku yang semakin pucat.
"Ya, mommy baik-baik saja sayang."
Sebenarnya tidak, aku benar-benar ingin pingsan saat ini!
Ken dan Rey tidak melepaskan genggaman tangan, mereka seperti membimbingku berjalan. Aku sangat berterimakasih untuk itu. Perutku mual dan pandanganku mulai kabur saat kami masuk ke dalam mobil.
"Mom yakin baik-baik saja? You look bad Mom!" Rey kembali bertanya.
Aku tak menjawab dan memijat kepalaku ringan. Ken berinisiatif mengambil obat pereda nyeri di kantong obat yang selalu kuselipkan di belakang kursi. Aku meraihnya dan segera meminum satu. Menutup mataku untuk beberapa saat.
Syukurlah kedua putraku sangat memahami kondisiku, mereka tidak protes dan menungguku normal dengan bermain iPad kesayangan masing-masing. Hingga suara panggilan telepon membuatku harus membuka mata, Zack.
"Ya," jawabku masih dalam keadaan pusing.
"Apa kau baik-baik saja sayang? Ken bilang …,"
"Aku baik, Zack. Hanya butuh waktu sejenak, maaf aku mungkin terlambat datang."
"Kau yakin bisa mengemudi dengan baik? Jika tidak aku akan menyusulmu ke sekolah!" nada bicara Zack terlihat sangat mengkhawatirkan kondisiku.
"Tidak, tunggu aku disana! Aku bisa mengatasinya, aku tiba dalam sepuluh menit."
Setelah berhasil meyakinkan Zack, aku menyalakan mesin mobil dan mulai melaju perlahan menuju kantor Zack bekerja. Tepat seperti perkiraanku dalam sepuluh menit aku tiba. Zack yang panik sudah menungguku di depan kantornya. Ia bergegas menghampiri mobil kami.
"Hai, kau pucat sekali sayang. Maaf aku memintamu segera datang, aku melupakan fobia mu," sambut Zack sedikit tegang saat kaca mobil diturunkan.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum, "I'm ok sayang, jangan khawatir."
Zack mengambil alih kemudi, memintaku bergeser ke kursi penumpang. Ia membiarkanku memejamkan mata sejenak. Menghilangkan mual dan pusing.
Zack membawa kami menuju ke sebuah restoran keluarga. Aku hanya mendengar anak-anak bersorak kegirangan memaksaku membuka mata. Rupanya Zack membawa kedua putraku makan di restoran kekinian tempat para anak muda berkumpul. Tempat yang sedang viral di media sosial saat ini.
"Yeeeei, thanks Dad! We love you so much!" kedua putraku mengecup pipi Zack bersamaan saat kami turun dari mobil. Aku tergelak melihat tingkah keduanya.
"Wow, ada apa ini? Sesuatu penting terjadi dikantor?" tanyaku penasaran saat tangan Zack melingkar di pinggangku mesra.
"Coba tebak?"
"Ehm, entahlah …," aku teringat sesuatu, lalu menghentikan langkahku. "Kamu baru dipromosikan? No way, financial manager?"
Zack mengangguk, "Yup,"
"Gosh, Zack congratulation honey!" Aku spontan memeluknya dan menghujani Zack dengan ciuman.
What a lovely day, mendapatkan tempat untuk usaha dan kenaikan pangkat suamiku Zack. Apalagi yang membuatku bahagia hari ini selain kebahagiaan suami dan kedua putraku.
Zack menggandengku mesra memasuki restoran dan saat membuka pintu.
DEG!
Jantungku berhenti berdetak, mataku menatap seseorang di depan sana. Michael duduk bersama seorang wanita, kekasihnya mungkin dan tebak apa yang mereka lakukan. Berciuman dengan panas.
What the hell, in here? This is a public place.
Aku memalingkan wajahku yang terasa panas melihat tingkah Michael. Apalagi ada anak-anak disini. Entahlah, aku kesal sekali melihatnya. Penilaian baikku padanya seketika luntur.
Mike, please cari kamar dan pergilah dari sini! And Mike you got (A-)!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
anggita
ng like👍 ae thor
2023-01-21
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
Go get a room, will ya? haha
2022-11-08
1
Nikodemus Yudho Sulistyo
ayoo.. lanjutkan sajaa...🤣🤣
2022-11-08
1