Bab. 3

Maulida satu persatu memeluk tubuh Nenek dan Kakeknya dengan sangat erat. Maulida seakan-akan tidak ingin melepas pelukannya dari tubuh orang yang paling penting saat ini dalam hidupnya.

Seorang perempuan setengah baya brerlarian masuk ke dalam halaman rumah yang sederhana itu, "Maulida!! apa Kamu sudah siap Nak?" Teriak Bu Ani.

Bu Ani berlari ke arah dalam rumahnya Bu Mina dari depan rumahnya yang kebetulan tidak tertutup itu. Nenek Mina segera berjalan ke arah depan pintunya setelah mendengar teriakan dari keponakannya itu.

Bu Mina menatap jengah ke arah keponakannya itu, "Kamu kebiasaan belum berubah masih sama seperti dahulu, kalau masuk di rumah itu, harus beri salam terlebih dahulu sebelum berteriak, kamu seperti Tarzan saja," sarkas Nenek Mina.

Satu hari sebelumnya...

Sore itu cuacanya sungguh hangat, angin bertiup sepoi-sepoi menerpa dedaunan pohon kelapa dan padi yang telah menguning siap untuk dipanen oleh yang punya. Seorang gadis duduk di balai-balai yang ada di pinggir pematang sawahnya.

Gadis itu menatap hamparan sawah yang sudah menguning yang siap dipanen. Rambutnya berterbangan diterpa angin sore hari itu. Ia menatap nanar kearah padinya.

Perlahan tapi pasti air matanya mengalir setetes demi setetes hingga membasahi pipinya yang mulus dan yang sedikit tirus itu Tingginya cukup ideal, dengan postur tubuh yang semampai layaknya seorang model, kulitnya putih halus walaupun sering terpapar sinar matahari jika dirinya berada di sawahnya.

Banyak yang tidak menyangka jika, Maulida adalah hanyalah gadis desa asli yang lahir dan dibesarkan di kampung pelosok, yang kesehariannya hanya bekerja di sawah dan sekolah.

Maulida yang baru sekitar dua tahun lalu menamatkan pendidikannya di bangku Sekolah Menengah Atas. Walaupun prestasinya biasa saja yang tidak termasuk kategori siswa yang berprestasi, tapi cukup diperhitungkan oleh guru-gurunya sewaktu masih sekolah.

Maulida kadang mewakili sekolahnya untuk ikutan lomba mata pelajaran olahraga dan selalu mendapatkan juara satu atau dua setingkat kecamatan, Kabupaten bahkan pernah menjadi juara 2 tingkat Provinsi. Gadis itu bernama Maulida Ayunda Naufal, gadis yang baru berusia 19 tahun itu.

Awalnya Neneknya ingin menguliahkan dirinya di Universitas ternama, tapi Maulida sadar diri dan tidak ingin membuat Nenek dan kakeknya semakin kesulitan, apa lagi untuk kebutuhan sehari-harinya saja mereka sudah banting tulang bekerja di sawah dan juga ladangnya.

Maulida menatap ke arah hamparan padi, "Apa aku harus menerima tawaran dari Bibi yah? tapi kalau aku terima siapa yang akan menemani Nenek dengan kakek karena aku tidak mungkin mengandalkan pada Maryam yang masih sekolah, apalagi mereka keduanya sudah tua," gumamnya.

Di wajahnya sangat terlihat jelas keraguan dan kebimbangan yang menyelimuti hati dan pikirannya.

"Aku tidak mungkin seperti ini terus harus bergantung pada belas kasihnya nenek, apalagi pekerjaan dan penghasilan Kakek setiap hari semakin menurun saja, mungkin jalan yang terbaik dan solusinya adalah menerima tawaran dari Bibi saja," batinnya Maulida.

Burung-burung beterbangan yang sesekali hinggap di atas tumbuhan padinya sambil mematuk padi yang sudah menguning itu sudah tidak dihiraukan lagi.

"Mungkin sebaiknya aku utarakan semuanya di hadapan Nenek terlebih dahulu baru bisa mengambil keputusan dan langkah apa yang harus aku ambil, aku juga tidak ingin mengecewakan Bibi yang sudah jauh-jauh ke sini," lirihnya lalu bangkit dari duduknya dan tidak lupa menggoyang tali pengikat alat khusus yang dipakai untuk mengusir burung-burung.

Baru selangkah melangkahkan kakinya, tapi tiba-tiba terhenti lagi,

hatinya sedang bimbang dan ragu apa harus mengikuti dan memenuhi permintaan dari Bibinya itu. Hingga kembali terduduk di tempatnya semula.

Sebagian kakinya dia celupkan ke dalam air yang kebetulan ada saluran irigasi pas dekat sawahnya yang mengalirkan air untuk sawah-sawah yang kekurangan air, sehingga mereka dalam setahun bisa hingga tiga kali menanam padi.

Hingga menjelang malam, barulah Aia beranjak dari duduknya karena teringat jika dia belum masak makanan apa pun untuk Nenek Mina, Kakek Jamal dan adik sepupunya yang kemungkinannya sudah kembali dari ladangnya yang kebetulan hari ini panen singkong dan ubi jalar serta sayur mayur.

"Kalau aku nanti dapat gaji, aku akan sisihkan sebagian untuk biaya kuliahku nanti," batinnya Maulida.

 

Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan atau typo dalam penulisannya..

Mampir juga dinovelku yang lain Kakak ceritanya juga bagus tidak kalah dengan Duren, I love you loh, judulnya ada di bawah ini:

Pelakor Pilihan

Cinta Kedua CEO

Love Story Ocean Seana

Ketika Kesetiaanku Dipertanyakan

Baby Sitter Pilihan

Kau Hanya Milikku

Dewa dan Dewi

Merebut Hati Mantan Istri

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya terhadap DILY dengan caranya:

Like Setiap babnya

Rate bintang lima

Favoritkan agar tetap mendapatkan notifikasi

Bagi gift poin atau koinnya dan klik iklannya juga yah kakak readers...

Makasih banyak all readers…

I love you all..

Terpopuler

Comments

༄༅⃟𝐐𝗧𝗶𝘁𝗶𝗻 Arianto🇵🇸

༄༅⃟𝐐𝗧𝗶𝘁𝗶𝗻 Arianto🇵🇸

kerja dulu biar bisa kuliah y..lida.

2022-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!