Bab. 2

Nenek Mina menggelengkan kepalanya melihat sikap dari keponakannya yang masih betah hidup sendiri itu di usianya yang sudah 36 tahun itu.

Maulida yang mendengar teriakan Bibinya yang sedang melipat pakaian dan mengemasi beberapa barang yang akan dibawanya ke Jakarta. Maulida lalu memasukkannya ke dalam tas ranselnya yang sering dia pakai ke sekolahnya dengan terburu-buru.

"Bibi Ani sudah datang," gumamnya Maulida.

Maulida bergegas menuju pintu depan dan tertawa ketika melihat Bibinya dijewer telinganya oleh Neneknya sendiri hingga Bu Ani mengeluh kesakitan padahal hanya jeweran seadanya saja.

"Waduh kasihan banget nasibmu bibi sudah hidup menjomblo dijewer lagi," gurau Maryam yang baru pulang dari sekolahnya itu dengan tawanya yang terbahak-bahak memenuhi seluruh ruangan.

Bibi Ani berusaha melepaskan perlakuan bibinya sendiri yang sudah biasa diperlakukan seperti anak kecil saja, "Ampun Bibi! sakit loh nih, apa Bibi ingin melihat keponakan cantiknya Bibi jadi cacat gak punya daun telinga lagi?" sungutnya Ani.

Bibi Ani segera memeriksa kondisi telinganya yang menurutnya sudah memerah, ketika tangan dari Bu Mina sudah terlepas.

Bu Mina menatap jengah ke arah Ani, "Makanya kalau masuk rumah ingat lah selalu untuk mengucapkan salam terlebih dahulu," ketus Bu Mina lagi.

Bibi Ani kemudian mendaratkan bokongnya di atas kursi kayu jati itu yang warna catnya sudah pudar yang awalnya berwarna coklat tua. Bu Mina menatap intens ke arah Maryam sedangkan yang ditatap sangat mengerti dengan arti tatapan dari neneknya itu.

"Nenek sudah yah marahnya kasihan sama Bibi loh, entar cantiknya hilang dan tidak cantik cetar membahana lagi," gurau Maryam.

Maryam berusaha yang menahan tawanya melihat apa yang mereka lakukan dengan di dalam kedua tangannya sudah terdapat beberapa cangkir yang berisi teh yang masih mengepul asapnya dengan sepiring singkong goreng. Aroma wangi teh yang baru saja diseduh sangat jelas tercium ke lubang hidung mereka semua.

"Wangi teh buatmu Maryam mampu mengobati lukanya telingaku ini," canda Bu Ani seraya menyentuh ujung telinganya itu yang masih sedikit memerah saja.

"Ayok Bi Ani, Nenek disantap makanan dan minumannya," imbuhnya Maryam yang ikut duduk bergabung dengan mereka.

Mereka sore itu menyantap makanan dan meminum minuman teh itu yang sangat nikmat. Mereka berbincang-bincang sambil menunggu Maulida siap dengan barang bawaannya.

Rumah yang sangat sederhana itu menjadi saksi bisu selama ini. Maulida yang dibesarkan dengan penuh limpahan kasih sayang harus ditinggalkan sementara waktu demi mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta. Berselang beberapa saat kemudian, barang-barangnya Maulida sudah diangkat oleh adik sepupunya Maryam ke dalam mobil.

Mobil rental yang akan mengantar mereka hingga ke Kota sudah terparkir di pinggir jalan raya yang depan rumahnya. Maulida langsung memeluk tubuh renta itu, jasa-jasa Nenek Mina sangatlah besar dan tanpa kasih sayang Nenek dan Kakeknya mungkin, ia tidak akan ada hingga sekarang.

Maulida satu persatu memeluk tubuh Nenek dan Kakeknya dengan sangat erat. Maulida seakan-akan tidak ingin melepas pelukannya dari tubuh orang yang paling penting saat ini dalam hidupnya.

Seorang perempuan setengah baya brerlarian masuk ke dalam halaman rumah yang sederhana itu, "Maulida!! apa Kamu sudah siap Nak?" Teriak Bu Ani.

Bu Ani berlari ke arah dalam rumahnya Bu Mina dari depan rumahnya yang kebetulan tidak tertutup itu. Nenek Mian segera berjalan ke arah depan pintunya setelah mendengar teriakan dari keponakannya itu.

Bu Mina menatap jengah ke arah keponakannya itu, "Kamu kebiasaan belum berubah masih sama seperti dahulu, kalau masuk di rumah itu, harus beri salam terlebih dahulu sebelum berteriak, kamu seperti Tarzan saja," sarkas Nenek Mina.

Bu Minah mengelus punggung cucu kesayangannya, "Tidak perlu kamu risaukan masalah itu semua, pergilah insya Allah Nenek akan baik-baik saja," tutur Neneknya Bu Minah.

Bu Mina berusaha byang membujuk dan meyakinkan cucunya agar mantap dan tenang melangkah ke depan, lalu menghapus air matanya Maulida yang sudah membanjiri wajahnya.

Mereka saling berpelukan dan saling meluapkan kesedihan karena mereka akan berpisah. Maulida pun memutuskan untuk akan mengikuti jejak Bibinya Bu Ani yang masih perawan tintin itu untuk bekerja di Ibu Kota besar Jakarta tepatnya di rumah majikannya Bu Ani.

...----------------...

Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan atau typo dalam penulisannya..

Mampir juga dinovelku yang lain Kakak ceritanya juga bagus tidak kalah dengan Duren, I love you loh, judulnya ada di bawah ini:

Pelakor Pilihan

Cinta Kedua CEO

Love Story Ocean Seana

Ketika Kesetiaanku Dipertanyakan

Baby Sitter Pilihan

Kau Hanya Milikku

Dewa dan Dewi

Merebut Hati Mantan Istri

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya terhadap DILY dengan caranya:

Like Setiap babnya

Rate bintang lima

Favoritkan agar tetap mendapatkan notifikasi

Bagi gift poin atau koinnya dan klik iklannya juga yah kakak readers...

Makasih banyak all readers…

I love you all..

Terpopuler

Comments

Amiera Ismail

Amiera Ismail

baru lagi nih

2022-10-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!