8 Januari 2000.
14:22.
"Okay!"
Setelah menanggapi perkataan dari rekan satu tim yang berada di tempat yang berbeda, Josh tampak bersiap-siap untuk bergeser dari tempatnya dan Arthur berada sekarang.
"Mereka—penyelundup narkotika incaran Josh dan Arthur—tidak akan datang ke sini!" celetuk Josh sambil menyalakan mesin mobilnya, dan tampak memutar kemudi, untuk keluar dari antara barisan mobil lain.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku," lanjut Josh saat mobilnya sudah mulai melaju di jalanan.
"Aku sudah dua kali bertemu dengan Alexa. Dan aku rasa, tidak yang salah dengannya," kata Arthur.
"Sejak kapan kamu menjadi ahli jiwa? Setahu aku, wanita itu sakit mental," sahut Josh. "Di mana kamu bertemu dengannya?" lanjutnya.
"Di rumah sakit."
Josh tampak melihat ke arah Arthur sebentar, sebelum dia kembali melihat ke arah jalanan.
"Rumah sakit jiwa?" tanya Josh.
"Iya."
"Kalau begitu, kamu pasti sudah tahu, kenapa dia bisa berada di sana. Untuk apa kamu memikirkannya?"
"Justru karena aku bertemu dengannya, makanya aku merasa ada yang aneh dengan prosedurnya, yang membuat Alexa harus dirawat di sana," kata Arthur.
"Demi kebaikanmu. Jangan sekali-kali mencampuri urusan keluarga William. Mereka bisa menghancurkan karirmu, kalau kamu sampai menyinggung keluarga mereka," ujar Josh.
***
19:00.
"Aku sangat lelah!" ujar Arthur, lalu menguap dengan mulutnya yang terbuka lebar-lebar.
"Memang kelihatannya, kita hanya melakukan pekerjaan sia-sia hari ini," sahut Josh.
Setelah beberapa jam mengintai dan berpindah tempat, Informasi tentang pergerakan para penyelundup narkotika, tidak ada satupun yang terbukti.
"Antarkan aku pulang. Aku mau mandi dan beristirahat sebentar," kata Arthur.
Tanpa menanggapi perkataan Arthur, Josh segera melajukan mobilnya di jalanan, menuju ke apartemen milik Arthur.
***
19:20.
"Kamu tidak naik?" tanya Arthur, setibanya mereka di depan gedung apartemen miliknya.
"Tidak. Aku akan menjemputmu nanti," jawab Josh, kemudian bergegas pergi dari sana.
Seketika itu juga, Arthur yang tidak mau berdiri berlama-lama di luar, segera berjalan masuk ke dalam apartemen.
Sembari membersihkan dirinya di bawah jatuhan air pancuran, Arthur mengingat kembali perkataan Josh tentang keluarga William.
Begitu juga dengan berkas yang terkunci, ikut menambah pikiran Arthur.
Menurut Arthur, mungkin kalau Lucy yang bertugas menjaga ruang berkas, Arthur bisa mendapatkan informasi tambahan lain tentang Mark William.
Ya, bisa saja.
Asalkan bukan anak baru itu, yang masih sangat taat dengan aturan, dan tidak bernyali untuk bertentangan dengan Chief, pikir Arthur.
Setelah mandi dan berpakaian, Arthur kemudian mengambil ponselnya, berniat menghubungi Lucy—petugas jaga ruang berkas, yang sudah di kenal lama oleh Arthur.
"Halo, Arthur!" sapa Lucy dari seberang telepon.
"Lucy! Kapan jadwal mu bertugas?" ujar Arthur.
"Arthur ...! Kamu tahu kalau aku sedang cuti," jawab Lucy. "Ada apa?" lanjutnya.
"Umm ... Aku butuh sedikit bantuanmu," sahut Arthur.
"Ckckck ... Kamu mengganggu masa liburku saja," ujar Lucy. "Oh iya! Kamu ada waktu? Mau minum-minum denganku?"
"Aku masih harus bekerja malam ini. Tapi—" sahut Arthur.
Arthur kemudian melihat jam di arloji di tangannya.
"... Sepertinya aku masih ada waktu kurang lebih dua jam. Kita bertemu di mana?" sambung Arthur.
"Aku sudah di bar XX. Aku akan menunggumu kalau begitu," jawab Lucy.
"Okay!" sahut Arthur, lalu memutuskan sambungan teleponnya.
Arthur menyambar kunci mobilnya dari atas meja, dan segera beranjak pergi dari apartemen miliknya.
Lucy, kenalan Arthur yang juga bekerja sebagai penjaga ruang berkas kurang lebih lima tahun belakangan, wanita itu juga adalah teman cerita yang nyaman bagi Arthur, selain Josh.
Lucy bisa menyimpan semua rahasia unek-unek dalam pikiran Arthur, yang dikeluarkan Arthur dari mulutnya.
Lucy yang setahu Arthur memiliki pembawaan tenang, biasanya dengan mudahnya menularkan ketenangannya kepada Arthur.
Setibanya di bar XX, setelah memarkirkan mobilnya, Arthur bergegas masuk ke dalam bar dan mencari keberadaan Lucy.
Setelah memandangi ke sekeliling area di dalam bar, Arthur akhirnya melihat Lucy yang mengangkat sebelah tangannya, sambil melihat ke arah datangnya Arthur.
"Kenapa kamu sendirian saja di sini?" tanya Arthur, setelah mengambil tempat duduk di meja bar tempat Lucy berada.
"Scotch!" ujar Arthur kepada bartender.
"Kemungkinan besar aku akan bercerai."
Berita yang cukup besar bagi Arthur, tapi seperti biasa, Lucy tidak pernah menampakan kegelisahannya.
"Mengambil cuti, agar bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya—suami Lucy—tidak sesuai dengan harapan," kata Lucy datar.
"Tapi, aku mau bertemu denganmu, bukan untuk membicarakan tentang hal itu. Dan aku yakin kamu juga begitu," lanjut Lucy, lalu meminum sedikit bir dari gelasnya.
"Apa kamu yakin, kalau kamu tidak apa-apa?" tanya Arthur memastikan.
"Oh, God! Please! ... Perselisihan kami bukanlah hal yang baru," sahut Lucy. "Ceritakan ada apa, hingga kamu menghubungiku untuk berkas di kantor? ... Itu hal yang baru." Lanjutnya.
"Salah satu berkas yang ingin aku lihat, dikunci dengan sandi," jawab Arthur.
Lucy yang menumpukan kedua tangannya di atas meja, kemudian tampak memegang dagu dengan sebelah tangannya, sambil menundukkan pandangannya ke atas meja, tampak sedang berpikir sesuatu untuk sejenak.
Lucy kemudian pandangannya dan menatap Arthur lekat-lekat.
"Sebaiknya kamu jangan mencari masalah ... Kamu sudah tahu bagaimana korupnya Chief kita itu, hingga membuat jabatannya tetap bertahan sampai saat ini," ujar Lucy.
"Jadi maksudmu, berkas itu ada hubungannya dengan orang penting di kota?" tanya Arthur.
"Apa perlu kamu menanyakannya lagi? Aku tahu kalau kamu sudah mengerti, sejak kamu melihat berkas itu, lalu berpura-pura bodoh di depanku," sahut Lucy.
"Hehehe ...!" Arthur tertawa kecil, lalu berkata, "Tampaknya, aku memang tidak bisa menipumu."
"Kamu ingin aku membukanya, kan?" tanya Lucy.
Arthur menghabiskan minumannya dalam sekali tenggak.
"Sudah jelas, kalau kamu pasti mengerti tujuanku," jawab Arthur.
"Aku bisa membantumu seperti biasa. Tapi, seperti biasa, kamu juga harus menjelaskan, ada apa," kata Lucy.
"Umm ... Yang aku ingin tahu adalah tentang Mark William," sahut Arthur.
"Willing Grup?" tanya Lucy, dengan alis mengerut.
Arthur mengangguk pelan.
"Apa Josh tahu, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Lucy.
Arthur tidak menjawab pertanyaan Lucy kali ini, dan hanya memutar jari telunjuknya, mengelilingi bagian mulut gelas minumannya.
"Pasti! Josh pasti melarang mu, kan? Dan sebaiknya kamu menurutinya," ujar Lucy lalu kembali meminum birnya sedikit.
"Satu lagi!" ujar Arthur kepada bartender, meminta tambahan minuman untuk diisi dalam gelasnya.
"Aku tidak pernah melihatmu terganggu seperti ini," ujar Lucy, sambil menatap Arthur lekat-lekat.
Mungkin karena terlalu lama saling mengenal, hingga Lucy bisa segera mengetahui gelagat Arthur yang tidak biasa.
"Aku bertemu dengan Alexa William...."kata Arthur pelan.
"Umm ...!" Sesaat, Lucy tampak bergumam, lalu berkata, "Entah aku harus senang, atau aku harus bersedih untukmu."
"Hufftt ...! Kenapa kamu harus jatuh cinta, kepada seseorang yang di luar jangkauanmu," lanjut wanita itu, setelah membuang nafasnya yang terdengar berat.
"Aku tidak tahu, apakah aku memang jatuh cinta kepadanya, atau hanya sekedar mengaguminya. Karena aku baru dua kali bertemu dengannya," ujar Arthur.
"Saranku sebagai rekan kerjamu, sebaiknya kamu berhenti menemuinya. Tapi, sebagai temanmu, aku akan membantumu sebisaku, kalau memang itu keinginan mu," sahut Lucy.
"Aku akan kembali bekerja dalam dua hari ke depan. Kamu bisa datang ke ruanganku, tanpa perlu menghubungiku lebih dulu," lanjut Lucy lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
$uRa
yang tidak aku suka...harus menunggu episode berikutnya..hahaaaaha......sehari satu kali....kayak minum vitamin aja torrr
2022-10-31
2
$uRa
cinta memang buta.tak peduli dimana cinta itu hinggap...oohh Arty..
2022-10-31
1