1 Januari 2000.
Pukul 06:00 di awal tahun milenium, di saat orang-orang merayakan tahun baru bersama keluarga dan orang-orang terdekatnya, menjadi tanggal istimewa di mana pertemuan Arthur dan Alexa terjadi untuk yang pertama kalinya.
Pihak rumah sakit yang kekurangan tenaga kerja, meminta bantuan dari beberapa orang untuk menjadi sukarelawan di rumah sakit.
Arthur yang menerima pekerjaan itu di hari libur kerjanya sebagai seorang detektif di satuan kepolisian kota, melihat Alexa yang diantar ke rumah sakit itu menggunakan ambulans.
Masih teringat dengan jelas dalam benak Arthur, ketika wanita itu tersenyum kepadanya, saat Arthur menghampirinya, lalu mendorongnya dengan kursi roda untuk berkumpul dengan pasien lain.
Baik penampilan maupun postur tubuhnya, Alexa memang jauh berbeda dari wanita kebanyakan yang pernah berkencan dengan Arthur.
Raut wajah Alexa yang maskulin, berambut pendek sebatas telinga, bentuk tubuh kurusnya yang tampak rata saat memakai baju rumah sakit yang longgar, tidak terlihat seperti wanita sesungguhnya.
Bahkan, saat Alexa berbicara dengan Arthur, suaranya juga terdengar berat seperti suara seorang laki-laki.
Saat itu, Arthur sempat mengira kalau dia jatuh hati kepada seorang laki-laki, hingga membuatnya kembali memeriksa berkas pasien yang diletakkan di atas meja di dalam ruangan perawatan Alexa.
"Apa ada yang salah?"
Suara Alexa yang bertanya saat itu terdengar sangat mengejutkan, ketika Arthur menunda untuk mendorong kursi rodanya, dan menyempatkan untuk berbalik dan memeriksa berkas milik Alexa.
"Ugh ...? Maafkan aku ... Alexa ...?" Arthur seketika itu juga jadi gelagapan.
Alexa kembali memperlihatkan senyuman di wajahnya, hingga membuat jantung Arthur terasa berhenti berdetak untuk sesaat.
"Iya. Alexa. Tapi kamu bisa memanggilku Alex," jawab Alexa sambil tersenyum.
Senyuman lebar Alexa.
Hanya jika Alexa tersenyum seperti itu saja yang bisa membuat sisi feminimnya terlihat.
Dengan satu gigi gingsul di bagian kiri atas barisan gigi Alexa, terlihat sangat menarik di mata Arthur, dan membuat Arthur tertular akan keindahannya hingga ikut tersenyum.
Arthur mendorong kursi roda di mana Alexa duduk, dengan perlahan sambil berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju ke Aula.
"Apa yang akan dilakukan di sana?" tanya Alexa.
"Umm ... Selain makan pagi bersama? Mungkin saling menyapa dan mengucapkan selamat tahun baru," kata Arthur.
"Tapi, aku tidak mengenal mereka," kata Alexa.
"Justru itu, kalau kamu ikut berkumpul di sana, maka kamu akan mengenal mereka yang lain," kata Arthur.
"Umm ... Begitu ya?! ... Jadi, kamu susah payah mengantarkan aku ke sana, hanya agar aku bisa saling mengenal dengan yang lain. Lalu, bagaimana denganmu? Apa aku bisa mengenalmu?" tanya Alexa.
"Arthur ... Namaku Arthur Smith," jawab Arthur.
"Arthur...." Alexa kemudian mengangkat tangan kanannya, dan mengarahkannya kepada Arthur yang berada di belakangnya.
Arthur menyambut tangan Alexa yang terasa sangat dingin, saat bersentuhan dengan tangannya, untuk berjabat tangan.
"Nama yang bagus. Tanganmu terasa hangat. Apa aku bisa memanggilmu Arty?" tanya Alexa tanpa melepaskan genggamannya di tangan Arthur.
Arthur merasa kalau nafasnya sedikit sesak, saat Alexa menggenggam tangannya seerat itu.
"Ka—kamu bisa memanggilku sesukamu," jawab Arthur terbata-bata.
"Bagus!" kata Alexa terdengar bersemangat, lalu melepaskan genggamannya dari tangan Arthur.
Di dalam aula, sambil menikmati makan pagi bersama, raut wajah Alexa terlihat datar dan dingin saat ada orang lain yang menyapanya, baik itu sesama pasien, maupun petugas medis yang ada di sana.
Anehnya, Alexa akan tersenyum saat matanya beradu pandang dengan Arthur.
Arthur tahu kalau Alexa tidak sedang menggodanya, karena senyum di wajah wanita itu terlihat tulus bagi Arthur.
Namun, senyuman yang berulang yang dilihat Arthur, sanggup untuk membuat Arthur semakin jatuh hati kepada wanita itu.
Arthur semakin penasaran dengan wanita bernama Alexa, yang kembali tersenyum untuk ke sekian kalinya, saat Arthur menatapnya.
Arthur mengusir keraguannya jauh-jauh, dan nekat menghampiri Alexa yang masih duduk di kursi roda, di seberang ruangan di dalam aula rumah sakit.
"Kenapa kamu tersenyum kepadaku? Apa ada yang salah?" tanya Arthur memberanikan diri.
Alexa tertawa kecil.
"Maaf kalau aku mungkin membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi, aku mencium bau rokok darimu. Apa kamu membawanya sekarang?" tanya Alexa.
"Hmm ... Aku membawa sebungkus rokok. Tapi, apa tidak akan jadi masalah untukku nanti, jika aku memberikannya kepadamu?" ujar Arthur ragu.
"Tidak. Aku diberitahu kalau aku masih bisa merokok di tempat ini—" Kata Alexa.
Arthur menatap Alexa lekat-lekat, dan hampir menyela perkataan wanita itu.
"... Maksudku bukan di dalam ruangan ini. Melainkan di luar, asalkan masih di dalam area rumah sakit. Karena aku tidak akan diizinkan untuk pergi dari rumah sakit ini," sambung Alexa.
"Baiklah! Aku akan mendorongmu keluar dari ruangan ini, setelah aku mendapat izin dari mereka," sahut Arthur, sambil menunjuk dengan matanya, para petugas medis yang ada di dalam ruangan itu.
Alexa hanya menganggukkan kepalanya.
Setelah mendapatkan izin dari salah satu petugas medis, Arthur segera kembali menghampiri Alexa dan mendorongnya keluar dari ruangan itu.
Di taman rumah sakit, Arthur menyalakan sebatang rokok miliknya, kemudian memberikannya kepada Alexa.
"Apa kamu kedinginan?" tanya Arthur, karena melihat tangan Alexa yang tampak gemetar, saat menyambut rokok dari tangan Arthur.
Arthur melepaskan jaket yang dia pakai, lalu memasangkannya kepada Alexa, meskipun wanita itu tidak menjawab pertanyaannya.
Sambil mengangkat jaket yang baru dipakaikan Arthur di badannya itu sedikit, Alexa kemudian tampak mengendusnya.
Melihat gerak-gerik Alexa itu, membuat Arthur sedikit merasa khawatir, kalau-kalau Alexa akan merasa risih dengan aroma tubuh Arthur yang lengket di jaket itu.
"Apa aroma jaket ku mengganggumu? Aku sudah memakainya sejak kemarin pagi," ujar Arthur malu-malu.
"Tidak ada masalah. Tidak ada aroma yang mengganggu penciumanku. Bahkan menurutku, aroma mu yang bercampur dengan aroma rokok, cukup menarik," sahut Alexa yang tampak santai berbicara tanpa beban.
Arthur kemudian menyalakan sebatang rokok untuk dirinya sendiri, sambil berusaha menstabilkan detak jantungnya yang berdegup kencang.
"Selain kurus, apa yang membuatmu hingga harus di rawat di tempat ini? Karena aku merasa, kalau tidak yang salah denganmu," celetuk Arthur, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kamu bukan pegawai tetap di tempat ini?"
Arthur menatap Alexa lekat-lekat, saat wanita itu tidak menjawab pertanyaan Arthur, melainkan mengajukan pertanyaan yang melenceng dari hal yang ingin diketahui oleh Arthur.
"Iya. Aku hanya sukarelawan," jawab Arthur.
"Lalu, untuk apa kamu ingin tahu, kenapa aku bisa berakhir di tempat ini?" Pertanyaan Alexa seakan-akan memukul dada Arthur.
Raut wajah Alexa pun jadi begitu dingin, dengan sorot mata yang tajam menatap Arthur.
"Maafkan aku ... Aku hanya ingin sekedar mengisi waktu ini, daripada kita berdua hanya terdiam," sahut Arthur.
"Aku akan bercerita kepadamu ... Kalau kamu datang lagi nanti," ujar Alexa datar.
"Kalau kamu memang mau aku menemuimu, maka setiap hari aku akan datang ke sini," sahut Arthur.
"Apa kamu mau berjanji kepadaku?" tanya Alexa.
"Tentu saja," jawab Arthur yakin.
Alexa kemudian tampak tersenyum lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Puput Regina Putri
menarik..dan di awal cukup bikin penasaran
2024-10-13
1
$uRa
Sampai tamat yaa
2022-10-22
1
$uRa
keren. tor....sukaaa
2022-10-22
1