Hanna mengerjab. Tangannya bergerak memegang dahi lalu memicing merasakan denyut sakit di sana.
"Na, kau baik-baik saja?"
Suara itu membuat Hanna membuka matanya dengan sempurna.
"Kelvin? Kenapa kau ada di sini?Dimana aku?"
Hanna mulai mengangkat tubuhnya dan bersandar. Ia baru menyadari bahwa ia sedang tak berada di kamarnya sendiri.
"Kau tadi pingsan. Kebetulan aku ada di belakangmu, jadi aku bawa kau ke kamarku karena aku nggak tahu dimana kamarmu!"
Barulah ia ingat tentang dirinya yang pingsan dan seseorang membantunya tadi.
Ternyata seseorang itu adalah Kelvin.
"Apa Gavin tahu aku ada di sini?"
Kelvin menggelengkan kepalanya.
"Melihat keadaanmu, aku tak bisa meninggalkanmu sendirian. Tapi sekarang kau sudah sadar, jadi aku akan memanggilkan Gavin supaya menjemputmu!"
Kelvin hendak berdiri ketika Hanna menahannya.
"Aku akan kembali ke resepsi. Mungkin sekarang mereka sedang mengkhawatirkan aku."
"Kalau begitu, aku akan menemanimu!"
Mereka berdua keluar dari kamar yang pintunya tak tertutup sempurna itu.
Hanna berjalan lebih dulu sementara Kelvin setia berada di belakangnya.
Ia berjaga-jaga jikalau Hanna jatuh lagi seperti tadi. Langkahnya saja masih seperti orang mabuk dan siap jatuh kapan saja. Tapi sepertinya ia tetap berusaha berjalan supaya bisa segera bertemu suaminya.
Sampai di hall tempat resepsi, Hanna sudah tak menemui satu orang pun yang ia kenal. Yang ada hanya karyawan hotel yang tengah beberes membersihkan bekas resepsi.
"Apa semua sudah pulang?" tanyanya pada salah satu karyawan hotel yang berjalan melewatinya.
"Sudah satu jam yang lalu, Nona."
Betapa terkejutnya dia kalau resepsi berakhir sejam lalu.
'Berapa lama aku pingsan?'
Pikirannya langsung mengajaknya ke kamar pengantin. Dia yakin Gavin ada di sana dan khawatir akan keberadaannya.
"Kel, makasih ya udah bantu aku. Aku baik-baik saja sekarang. Kembalilah ke kamarmu, dan aku akan kembali ke kamarku. Gavin pasti panik mencariku."
"Santai saja. Aku akan pastikan kau sampai di kamarmu dengan selamat!"
"Tapi-"
"Jalan saja. Kasihan, Gavin pasti ingin segera bertemu denganmu!"
Tak enak menolak permintaan Kelvin yang tulus membantunya. Maka Hanna pun berjalan lebih dulu menuju ke kamarnya.
Ternyata kamar Hanna melewati kamarnya. Kelvin jadi tak enak hati lantaran tadi ia membawa Hanna ke kamarnya, bukannya memanggilkan Gavin agar membawa istrinya ke kamar mereka sendiri.
"Aku sudah sampai di kamarku. Makasih ya, Kel!"
"Sama-sama, Na. Jaga diri baik-baik, dan selamat atas pernikahan kalian berdua."
Hanna merespon dengan senyuman dan lambaian tangan ketika Kelvin berbalik meninggalkan dirinya.
Ceklek
Hanna mendorong pelan pintu kamarnya dan melihat Gavin duduk di tepi ranjang sambil menautkan dua tangan di atas pangkuan.
Ia pun tersenyum melihat suami tampannya menunggu dirinya di sana.
"Gav, maafkan aku membuatmu menunggu. Aku tadi-"
"Melarikan diri dari resepsi dan berada di ruangan lain?" sahut Gavin penuh amarah.
"Gav?" kedua alis Hanna menaut bingung. "Kepalaku pusing tadi, dan aku-"
"Cukup. Aku sudah muak dengan dramamu."
Gavin melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher.
Dengan gerakan cepat, Hana meraih dasi itu namun Gavin menepis tangan istrinya.
"Kau ini kenapa, Gav, aku hanya mau membantumu!"
"Tidak perlu. Aku bisa sendiri."
Karena sambil marah, Gavin tak segera membuat simpulan dasinya lepas. Malah semakin terikat erat dan mencekik leher.
Gegas ia menuju ke meja, meraih gunting lalu memotong dasi tersebut jadi dua.
Hanna terkejut akan sikap yang Gavin tunjukan padanya itu.
'Aku telah membuat dia marah karena meninggalkan resepsi tanpa pamit tadi.' Batin Hanna menyesali perbuatannya.
Gavin berada di dalam kamar mandi kurang lebih setengah jam. Cemas Hanna menunggu suaminya itu sampai-sampai dia lupa jika denyut di kepalanya masih terasa.
Setelah Gavin keluar, barulah Hanna mendekatinya.
"Aku sudah siapkan baju tidurmu di atas ranjang."
Hanna berusaha seramah mungkin bicara dengan Gavin. Karena sepertinya suaminya itu belum mood untuk bicara dengannya.
Arah mata Gavin tertuju pada sepasang pakaian tidur berwarna biru berbahan satin.
Ia gosok rambutnya yang basah dengan handuk lalu ia berjalan ke arah lemari melewati Hana tanpa kata.
"Apa kau tidak suka dengan baju yang aku pilihkan? Itu baju yang kita beli di mol waktu itu, Gav."
Tak ada jawaban dari Gavin. Menoleh pun tidak. Ia sibuk memilah tumpukan baju yang kemarin ditata oleh pelayan rumahnya.
Saat melihat Gavin menarik kaos warna merah maron serta celana jins hitam, Hanna kembali merespon dengan sebuah pertanyaan.
"Gav, apa kau akan keluar? Kau mau mengajakku?"
SET
Gavin memandang Hanna dengan pandangan tajam.
Seketika Hana membeku ditatap oleh Gavin.
"A-ada apa?" tangannya bergerak memegang dada dengan gestur ketakutan.
"Kau pasti lelah. Tidur saja dan jangan lempari aku dengan pertanyaan konyolmu!"
'Konyol?'
Hanna tak tahu dimana konyolnya pertanyaan yang dia layangkan pada Gavin. Dan sungguh dia bingung, apa karena dia meninggalkan resepsi pernikahan Gavin jadi marah seperti ini.
Sebelumnya Hanna berpikir jika Gavin khawatir atas hilangnya dia selama beberapa saat saat resepsi.
"Maaf kalau kau marah karena aku meninggalkan resepsi. Aku sangat pusing tadi-"
"Cukup!" Gavin mendorong tubuh Hanna hingga ia terjatuh di atas renjang tidur mereka yang bertabur kelopak mawar merah.
Kemudian Gavin mengambil pakaiannya dan memakainya tepat di hadapan Hanna.
Hanna tertegun melihat tubuh Gavin untuk pertama kalinya. Kenyal dan seksi. Sixpack di bagian perutnya begitu menggoda dirinya sebagai wanita normal.
Gavin juga tak malu sama sekali ketika dia harus mengganti pakaiannya di depan sang istri. Padahal ini pertama kali bagi mereka satu kamar dalam keadaan Gavin yang bertelanjang dada selesai mandi.
"Kau mau kemana?" Hanna tersadar dari lamunannya ketika Gavin mengambil jaket dan membalutkannya ke tubuh kekarnya.
Tak ada jawaban dari Gavin, Hanna segera mengambil sepatu yang akan Gavin kenakan.
Segera Gavin menyahut sepatu itu lalu memakainya lengkap di kedua kakinya.
"Gav, setidaknya jawab dulu pertanyaanku!"
Hanna berlari mencincingkan gaunnya hingga ke pintu. Tapi Gavin tetap meninggalkannya.
Hanna hanya membisu tanpa mengerti kenapa Gavin sedemikian marahnya padanya.
Selepas mengganti gaun pengantinnya dengan baju tidur yang longgar, Hanna duduk di tepi ranjang memandangi kelopak bungan mawar yang harusnya jadi saksi bisu cinta mereka berdua.
Harusnya kamar itu kini penuh dengan kenikmatan yang semula dia bayangkan, serta canda tawa kecil yang mungkin akan tercipta malam itu.
Tapi semua hanya angan. Kamar berdinding putih itu terasa sepi tanpa Gavin.
Hanna menelusuri sprei dengan tangannya, lalu melihat ke arah jam digital yang tersimpan di atas meja,
"Ini sudah pukul 11 malam, Gav. Kau dimana?"
Lagi Hanna menelpon Gavin untuk kesekian kali, namun ponsel suaminya itu tidak aktif sejak tadi.
"Pulanglah, Gav." Air mata Hanna meleleh seketika membasahi pipi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
★Ambil 5 Bayar 3★
kenapa saya bacanya berlari menguncingi gaunnya 🤦🏽♂️ kalah kucing 🤣
2022-10-23
0
Norma🦋
hanna yang sabar ya....semangat 💪 Thor 😘
2022-10-21
1