Hari hari berlalu dengan cepat. Tak terasa tujuh tahun lagi terlewat sudah.
Seperti biasa, pagi itu kawasan talago dewi dibalut halimun. Hawa berasa teramat dingin.
Ditengah talago dewi muncul gelembung udara. Makin lama gelembung semakin banyak dan...
Boommm...!!!
Ledakan. besar terjadi ditengah talago. Air talago memuncrat sangat tinggi. Bersama itu kelihatan sosok bayangan turut melesat keluar dari dalam talago.
Bayangan itu ternyata seorang pemuda tampan yang kini berdiri dipinggir talago. Pemuda bertubuh tegap kelihatan berkisar 16 sampai 17 tahun.
Pemuda itu adalah Lindu yang kini berumur 13 tahun. Karena latihan berat dan mengkonsumsi berbagai herba spiritual serta hewan spirit. Dia tampak lebih dewasa dari umur sebenarnya. Aura kultivasi tingkat suci puncak, merembes dari tubuhnya. Tingkatan yang sangat tinggi untuk pemuda tanggung. Jika para tetua dan patriak sekte dan klan besar mengetahui, mereka pasti muntah darah. Tingkat kultivasi pendekar suci puncak, bukan lagi jenius pilihan.
Monster ! ya ia benar benar monster.
Hanya patriak klan dan sekte lima besar yang memiliki tingkat kultivasi pendekar suci. Itupun rata rata hanya level suci awal dan suci menengah. Level suci tinggi sangat sedikit, apalagi level pertapa puncak.
"Lindu, ayo ganti pakaian mu"
Dewa Tanpa Bayangan menunggu Lindu, di depan rumah sambil menuju balai balai. Sesaat kemudian Lindu sudah duduk di depan Dewa Tanpa Bayangan.
"Ya guru..."
Lindu membuka percakapan dengan Dewa Tanpa Bayangan. Dewa Tanpa Bayangan menatap murid nya dengan sorot mata kasih yang besar. Ia sangat menyayangi Lindu. Dewa Tanpa Bayangan bukan lagi menganggap Lindu sebagai murid, tapi sudah dianggap sebagai cucunya sendiri.
"10 tahun lewat sudah ya. Sekarang kamu sudah mencapai level suci puncak. Sudah saatnya bagi mu untuk memasuki dunia nyata."
Dewa Tanpa Bayangan kemudian menjelaskan tentang tata kehidupan pada Lindu.
Dimana dalam hidup ada alur dan patut. Sebelum membuat keputusan harus menimbang rasa dan periksa. Tidak mudah percaya hingga jadi terpedaya. Selalu belajar pada semesta. Tentu saja tujuan dari semua itu agar tercipta keseimbangan dan kedamaian di dunia Alam Persada. Sehingga setiap makhluk yang hidup di dunia Alam Persada bisa merasakan kedamaian.
Sebaliknya, jika manusia tidak bisa mengikuti alur dan patut, serta tidak bisa menimbang rasa dan periksa. Maka manusia itu akan mudah sekali membuat kesalahan. Merugikan diri sendiri dan merusak bahkan bisa menhancurkan semua yang ada disekitarnya.
Kelompok dari mereka yang bertindak sesuai alur dan patut, setiap bertemu dengan mereka berbuat diluar alur dan patut. Kelompok kelompok itu terpisah menjadi golongan putih dan golongan hitam.
Nah ada satu golongan lagi. Mereka punya timbang rasa sendiri. Selama tidak berbenturan dengan kelompok mereka, golongan jarang mau perduli. Kelompok inilah yang disebuah golongan netral. Namun rata rata golongan ini cendrung ke golongan putih.
Lindu mendengarkan semua wejangan dan petuah Dewa Tanpa Bayangan dengan khidmat. Sesekali dia bertanya dan gurunya akan menjelaskan kembali sampai Lindu memahaminya.
Dewa Tanpa Bayangan menambahkan bahwa alur dan patut juga dipengaruhi dengan adap dan kebiasaan. Karena itu alur dan patut bisa berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. Itulah kenapa ada ujar ujar Dimana bumi di pijak disana langit dijunjung.
Hari menjelang senja ketika Dewa Tanpa Bayangan usai memberi wejangan dan petuah pada Lindu. Dewa Tanpa Bayangan kemudian mengambil sesuatu dari ruang hampa. Tiba tiba ditangannya ada sebuah cincin. Dia memberikan cincin yang berukuran besar itu pada Lindu. Lindu menerima cincin itu dan melihat yang berukuran hampir dua kali jarinya.
"Ini adalah cincin semesta. Cincin itu memiliki ruang penyimpanan yang luas sekali."
Berbeda dengan cincin samudera yang hanya bisa menyimpan benda mati. Cincin semesta bisa digunakan untuk menyimpan makhluk hidup juga.
"Berikan darah mu setetes keatas cincin semesta itu"
Lindu menekan sedikit jari manisnya dan meneteskan darahnya ke cincin semesta. Tiba tiba cincin semesta bersinar merah keemasan dan lasung terpasang dijari manis tangan kiri Lindu.
"Salurkan sedikit energi mendalam mu untuk melihat isinya. Jika mau memasukan atau mengeluarkan benda di cincin itu cukup difikirkan saja."
Dewa Tanpa Bayangan menjelaskan fungsi dan cara kerja cincin semesta ke Lindu.
Dewa Tanpa Bayangan kembali mengambil sebuah pedang dari ruang hampa. Pedang berbeda warna, satu sisi bewarna hitam dengan garis perak dipinggir nya, sedangkan sisi yang lain bewarna perak dipinggirnya ada garis hitam. Aura kematian memancar sangat kuat. Ketika diserahkan kepada Lindu, sarung yang sangat indah langsung membungkus pedang. Aura kuat kematian yang dipancarkan pedang langsung hilang begitu saja.
"Ini adalah pedang pembasmi iblis. Gunakan pedang ini untuk menegakkan kebenaran di Alam Persada Lindu."
Lindu bersujud setelah menerima pedang pembasmi iblis dari gurunya.
"Semua titah dan petunjuk dari guru, akan Lindu lakukan sepenuh hati."
Ia menyimpan pedang di cincin semesta. Sambil makan malam mereka ngobrol ngalor ngidul. Itu merupakan kebiasaan rutin mereka, jika Dewa Tanpa Bayangan berada di talago dewi atau Lindu tidak lagi berkultivasi.
"Guru....
Besok pagi, Lindu akan memulai perjalanan menjelajahi benua Emas. Lindu juga ingin melihat benua lainnya guru."
"Ya...
Kau harus melakukan nya. Kau juga harus meningkatkan kemampuan mu sampai tingkat legenda. Bila tingkat legenda sudah kau capai, kembali kesini. Aku akan mengajakmu ke dunia lain."
Lindu sangat antusias dan bersemangat mendengar janji gurunya.
"Kemana kita akan pergi guru ?"
"Siapkan dirimu"
Dewa Tanpa Bayangan tersenyum penuh misteri.
---***
Ketika matahari mulai menampakan dirinya. Seorang pemuda berjalan santai menuruni gunung Singgalang. Walau itu berjalan santai, dia adalah Lindu. Walau bagi Lindu itu berjalan santai, sebenarnya dia menggunakan ilmu meringankan tubuh Melayang Diatas Rumput. Jika
orang lain melihat nya, ia seperti capung yang terbang rendah diatas tanah.
Menjelang sore, Lindu sampai di gerbang kadipaten Padang Panjang. Setelah ikut antrian hampir dua jam dia diizinkan masuk kota. Tentu saja setelah mengikuti prosedur yang ada.
Lindu terkagum kagum melihat bangunan rumah gadang. Tiba tiba tercium aroma makanan, sepertinya enak banget. Tanpa sadar Lindu meneteskan air liurnya. Lindu melangkah menuju sumber aroma masakan.
Langkahnya terhenti di depan sebuah rumah makan dengan bangunan besar lima lantai. Pelayan yang ada didepan menyapa Lindu dengan ramah.
"Selamat datang Tuan Muda. Anda mau makan atau menginap ?"
"Keduanya"
jawab Lindu.
"Silahkan masuk Tuan Muda"
Lindu masuk mengikuti pelayanan. Lindu memilih meja dekat jendela di lantai dua. Sambil menunggu pesanan, Lindu melihat keramaian orang orang berlalu lalang di kota.
Pelayan datang membawa pesanan Lindu. Setelah menata makanan di meja, mempersilahkan Lindu menikmati pesanannya. Lindu melihat hidangan yang tertata menarik di meja. Ada dendeng batokok, ayam pop dan gurami bakar. Benar benar menggugah selera. Perlahan Lindu mulai menikmati makanan di hadapannya.
Dimeja lain seorang wanita cantik setengah baya dan gadis remaja yang mungkin berusia sepuluh tahun juga lagi menikmati pesanan mereka. Gadis remaja itu sesekali melirik kearah Lindu.
Suasana yang cukup ramai di rumah makan tiba tiba menjadi sepi ketika lima orang lelaki naik ke lantai dua. Satu demi satu pengunjung meninggalkan meja mereka dan keluar. Akhirnya hanya tinggal Lindu dan wanita dan gadis remaja yang masih terus makan dengan tenang.
Kelompok pria yang baru datang mendekati meja wanita cantik setengah baya dan gadis cantik jelita itu.
\=\=\=***\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Raimon
Sebaiknya salagi masih diRanah Minang Kabau jangan pakai istilah Tuan Muda...Pakai sapaan Kisanak atau yang sebanding lainya....
2023-07-07
0
Wak Jon
Langkah pertama didunia persilatan
2022-12-27
1
anggita
ilmu.. melayang diatas rumput.
2022-12-05
1