Jika semua orang kembali ke tanah air dengan senyuman lebarnya. Berbeda dengan Chaca yang menelan ludahnya gugup sambil menatap bangunan rumah dua lantai di depannya ini.
Terhitung sudah hampir 5 menit sejak turun dari taxi tadi, Chaca hanya berdiri di luar pagar tanpa berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah. Salahnya sendiri emang karena di suruh lanjut S2 setelah 5 tahun bekerja, Chaca malah nekat pulang ke Indonesia setelah Pa'denya di Jerman marah besar karena tingkah Chaca yang dianggap memalukan di sana.
Bukan dianggap memalukan karena bersikap layaknya dagelan atau pelawak. Namun karena syarat gila yang di buat oleh Chaca saat di jodohkan dengan salah satu putra kenalan pa'de nya. Lagi-lagi Chaca yakin sang mamih juga pasti ikut campur tangan hingga pa'de membuat acara kencan buta itu.
Dijodohkan tidak mau, disuruh lanjut S2 juga tidak mau. Pa'denya akhirnya menyerah dan mengirim Chaca kembali pulang ke Indonesia.
Menghitung 1 sampai 5 didalam hati. Chaca berjalan masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya ia memutar badan dan berjalan menuju rumah yang berada tepat di depan rumahnya. Rumah mas Aga yang terlihat begitu damai tak seperti rumahnya yang bahkan dari luar sudah terdengar sapu lidi yang memukul kasur.
Belajar dari buku mantra untuk mengusir roh halus yang dikirim dalam bentuk PDF oleh om Dimas. Chaca meramalkan apa saja.
Tapi Tunggu. Itu syirik.
Oke, mulutnya kini berganti melafalkan surat apapun yang berada di jus 30 yang ia hafal sebelum Tangannya memutar knop pintu.
"Chacha Aliska Rahayu!!!"
Chacha terkesiap saat menutup pintu rumah super pelan. Buru-buru ia berlindung dibalik sofa besar yang memisahkan antara dirinya dan Hanum—ibu Chaca yang muncul dari ruang tengah lengkap dengan sapu lidi yang ada ditangannya. Oh jangan lupa, ekspresi marah mamihnya seperti setan yang ada di film-film. Merah padam dengan mata melotot ke arah Chaca.
"Balik lagi nggak Jerman sekarang!! Kamu mau bikin mamih malu sama pa'de kamu?!!" pekik Hanum. Putri satu-satunya ini memang selalu mampu membuat darahnya naik dengan segala tingkah ke absurdan Chaca.
"Ih ada nyonya Hanum yang cantik jelita. Kulitnya makin mulus aja nih." canda Chaca. Posisinya masih berada di belakang sofa guna menghindari pukul maut sang mamah. Bisa-bisa paha mulusnya ini berubah jadi memiliki tanda garis-garis merah. Kan ga cantik lagi kalau ketemu mas Aga nanti.
Sudah hampir 8 tahun tak bertemu. Chaca jelas ingin terlihat cantik di depan mas Aganteng. Terlebih dirinya kini tidak lagi gembul seperti dulu. Tubuhnya langsing bak gitar spanyol dengan otak yang jelas lebih bertambah wawasannya ketimbang saat SMA.
"Emang ya? Mamih tambah cantik?!" Hanum menyentuh wajahnya sendiri, tersipu malu karena ucapan putrinya.
Chaca tersenyum puas. Oke mari kita puji puji dulu sang mamih agar emosinya mereda. "Iya mih. Beuh glowing banget. Chaca aja bertanya-tanya tadi. Bidadari dari surga yang mana nih turun ke bumi?"
Hanum tersenyum malu " Beneran Cha? Sama dong ya. Tadi mamih juga bertanya-tanya anak gendeng mana tuh yang turun dari taxi padahal seharusnya masih di Jerman"
Duarr.
Bagaikan balon meletus. Chaca langsung menghindar ayunan sapu lidi mamih yang terarah ke padanya. Pujian yang dilayangkan tadi tidak mempan untuk sekarang. Chaca yakin jika terus seperti ini, bola mata mamihnya bisa-bisa keluar dari tempatnya.
"Ya ampun mih. Ini anak sholehah nya pulang juga. Jangan dimarahin mi"
"Sholehah dari hongkong. Mana ada sholehah pakai rok pendek begitu. Sini kamu!!!"
"Chaca dari Jerman mih, bukan dari Hongkong"
"Bocah gendeng!. Kemari kamu. Kamu pulang kangen sama pukulan mamih kan?! Sini biar babak belur sekalian"
"Aduh mih! Mih! Mih!" Chaca kini berjingkat menghindari pukulan sapu sang mamah. Berlari menuju kopernya yang jelas tingginya tidak seberapa itu menjadi penghalang antara dirinya dan sang mamih. "Mih ini kopernya banyak oleh-olehnya loh mih. Chaca udah susah-susah bawa yang spesial untuk mamih nih. Mamih butuh apa? Butuh kosmetik?" Chaca memukul kopernya.
"Ada" lanjutnya "Butuh jam? Ada. Butuh Anting? Ada. Butuh pembalut? Juga ada. Beuh butuh rumah juga ada nih mih. Rumah tangga Chaca sama mas Aga!"
"Gila"
Chaca kembali berlari menuju belakang sofa. Saat menghindar kakinya terkantuk koper hingga jari kaki terasa begitu menyakitinya. Tapi tenang. Masih tak sebegitu menyakitkan dibandingkan dengan layangan maut sapu lidi.
Hanum menyerah. Dirinya sudah tak lagi muda untuk bisa bermain kucing-kucingan seperti ini. Sambil terengah-engah, tangannya bertolak belakang menatap garang putrinya itu. "Sekarang. Mamih mau tanya. Apa rencana kamu sekarang?. Kalau kamu datang nggak bawa rencana, mamah patahin semua lipstik kamu!"
"Eitss tenang. Ada dong" Chaca masih berdiri di belakang sofa. Mendekat, hanya akan membuat mamihnya leluasa membuat karya di paha mulusnya ini.
"Apa?!"
Mata Chaca menatap ke langit-langit rumah seolah tengah berpikir, lebih tepatnya menggoda sang mamih yang wajahnya perlahan berubah kembali merah "Nikah sama mas Aga!!"
"Bocah gendeng!!" pekik Hanum "Ya Allah. Kenapa makin gendeng aja ini bocah"
Chaca menunjukkan senyuman indahnya "Makin cantik mih. Bukan makin gendeng"
"Kamu tahu kan, Aga itu sudah menikah?"
Chaca mengangguk. Yah ia tahu jika Aga menikah dengan teman sekantornya. Chaca ingat betul pernikahan itu diadakan saat dirinya mulai mengecap bangku kuliah. Chaca bahkan tak bisa pulang karena baik mamih atau pa'denya tak memberi uang untuk pesawat. Lagi pula jika Chaca pulang, dirinya juga hanya akan membuat keributan di pernikahan mas Aga.
5 bulan setelahnya. Chaca yang sedang stalker instagram mas Aga menemukan jika wanita itu hamil dari foto hasil USG yang mas Aga posting.
Rasanya? Oh rasanya hati Chaca remuk, terus digulung dengan kertas lalu dibakar hingga berubah menjadi arang.
Lebay? Nggak usah kaget. Karena bukan Chaca namanya kalau tidak lebay.
"Chaca tahu. Dan Chaca juga tahu kalau mas Aga sekarang jadi duda"
Hanum menarik napasnya pelan lalu menghembuskan nya perlahan. Berusaha agar tetap sabar setelah menebak apa yang tengah direncanakan oleh putrinya ini "Terus. Karena dia duda makanya kamu pulang? Di duda 1 anak Chaca!!"
"Mih. Tarik napas, keluarkan" ucap Chaca.
Hanum mengikuti arahan putrinya
"Lagi Mih. Tarik napas, hembuskan. Pinternya mamihnya Chaca" Chaca tersenyum senang saat Hanum mengikuti arahannya.
"Mamih heran sama kamu. Dikenalin pria ganteng, baik, mapan sama pa'de kamu malah ditolak. Aga yang umurnya beda 8 tahun lebih tua dari kamu dan sekarang udah jadi duda 1 anak. Masih aja dipepet"
"Itulah cinta mih." jawab Chaca dengan nada membaca puisi.
Jika saja tenaganya masih banyak. Hanum benar-benar sudah melayangkan sapu lidi ke arah putrinya itu.
"Terserah kamu saja lah. Mandi terus makan. Mamah mau nonton Tv" Hanum beranjak ke ruang Tv meninggalkan putrinya yang kini bersorak gembira. Memiliki satu anak, terkadang membuat Hanum tak bisa menolak permintaannya, apalagi Chaca adalah sosok gadis yang keras kepala.
Alih-alih mengekor mamihnya. Chaca kini malah langsung berlari keluar menuju rumah Aga. Tidak lupa, membawa satu paper bag berisi coklat untuk diberikan kepada Kiran—putri mas Aga.
Melewati pagar rumah mas Aga yang tidak dikunci. Chaca langsung menekan bel rumah Aga sebanyak 3 kali. Tak lupa ia merapikan penampilannya yang sedikit acak-acakan karena perang dingin dengan mamihnya barusan. Rok yang panjangnya satu jengkal di atas lutut, sengaja Chaca sedikit turunkan barang kali mas Aga tak suka melihat penampilannya sekarang. Lagipula anak mas Aga perempuan, sebagai calon ibu yang baik, dirinya tak boleh mengajari hal-hal yang buruk. Gedubrakkk.
Mas Aga. Calon istrimu ini pulang.
***
Jangan lupa tinggalkan Jejak kalian ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Is Wanthi
mamih gak mempan sama sogokan gak jelas ya cha
2022-10-26
1
Is Wanthi
Chaca masih satu suhu sama wine , wine yg punya tenaga dalam,Chaca punya ilmu kebatinan 🤭
2022-10-26
0