Bab 5

Kini Syafa berada ditengah antara Dunka dan Fahri. Tetesan air sisa mandi bercampur keringat membuat wajah tampan rupawan itu semakin bersinar. Keren dan gagah. Dunka mengusap sudut bibirnya. Melihat ada cairan merah kental dengan bau khas darah.

Fahri hanya lebam lebam biru di pipi itupun tak separah luka Dunka.

"Apa kakak tidak ingat siapa dia? Dia Dunka, Kak!" Menanti bagaimana reaksi Fahri. Semoga berubah friendly. "Teman kita diwaktu kecil. Yang pergi sepuluh tahun lalu untuk merantau sambil belajar di kota."

"Lalu...karena dia Dunka, dia boleh seenak jidatnya berlaku begitu padamu?" Syafa seketika tak berkutik lagi dalam pikirannya membenarkan perbuatan Fahri bahkan menyesal karena tidak bisa menjaga diri. Tapi bukan seperti itu keinginan Syafa. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus dengan kekerasan.

Rasa kasihan terhadap Dunka pun membuat gadis itu berani menegur kakaknya.

"Kak! Tapi tidak benar jika kasar begitu."

Fahri menggeser tubuhnya sampai bertatapan langsung dengan Dunka saat pria itu mengangguk seolah membenarkan ucapan Syafa. "Masih beranikah kau?"

"Maaf! Tapi aku kemari dengan niat baik. Bukan maksudku melakukan hal buruk pada Syafa. Saya benar-benar dengan sepenuh hati datang kemari ingin melamar Syafa." Fahri mencari setitik kebohongan yang tersembunyi di balik wajah serius milik Dunka. Sayangnya Fahri tidak menemukan. Namun perasaannya tidak restu jika Syafa di persunting oleh pria di hadapannya ini. Atau mungkin karena Fahri mendapati Dunka di waktu yang salah sehingga menimbulkan prasangka negatif.

"Dia tidak akan menikah denganmu." Tegas Fahri berkacak pinggang. Semakin bergaya dengan rambut acak-acakan. Kenapa pesonanya semakin kuat sih.

"Harus."

"Tidak akan."

Tatapan sengit mulai memprovokasi.

"Dunka!"

"Saya, Ibu!" Untung saja Zainab datang memanggil. Keadaan kembali  damai seolah tak ada apapun yang terjadi.

"Kalian! Sepertinya ada reuni masa kanak-kanak nih." Goda Sibu menatap penuh selidik wajah  Fahri dan Dunka secara bergantian.

'Semoga Sibu tidak curiga.' batin Syafa.

"Iya! Kami bahkan mengenang pertikaian kami di masa kecil." Dunka cari perhatian. Syafa khawatir jika pertengkaran itu berlanjut.

Fahri mengusap hidung memprovokasi.

"Bagaimana Dunka, kamu masih ingin tinggal atau pulang bersama ku?" Dengan kata lain bahwa sebenarnya Zaenab mengajak pulang .

Fahri menggerakkan bibir dan matanya seolah mengusir.

"Baiklah, Bu! Kita pulang."

 

Tangan Dunka mengambil sesuatu di saku celananya. Menyerahkan potongan kertas putih kepada Syafa dengan sangat indah.  Yaitu Ketika lewat tangannya menarik lembut telapak tangan Syafa kemudian menempelkan kertas itu di sana.

"Lain kali, jaga perilaku Anda!" Lirih Fahri menghadang Dunka. Fahri pun mengambil kertas Dari tangan Syafa dan mengembalikan pada Dunka.

"Jangan buang sampah sembarangan, Bung!"

"Ya!" Dunka mengangguk setelah beberapa detik kemudian. "Calon Kakak ipar!" Fahri mengepalkan tangannya kuat. Dunka berlalu sambil tersenyum sinis.

'Ingin sekali kukuliti pria tengil itu. Beraninya dia.' batin Fahri.

"Fahrii ... Ganti ba...!" Belum selesai Sibu bicara, Fahri telah melenggang pergi. Tidak biasanya Fahri bertingkah kurang ajar begitu. Dia selalu bersikap lembut dan sopan santun pada  anggota keluarga yang lebih tua.

"Dia marah, Sibu!" Syafa memberi penjelasan ketika sibu bertanya lewat isyarat mata.

"Padamu?"

"Dirinya sendiri." Jawab Syafa berlalu pergi.

"Kalian masih saja seperti anak kecil " gumam Sibu. Perhatiannya teralihkan oleh suara dari kamar Fahri

Fahri melempar kasar sebuah selimut hingga membentur pintu. Tepat ketika sepasang kaki melangkah masuk.

"Jangan lampiaskan amarahmu pada benda-benda yang tidak bersalah." Kamar yang biasanya rapi, kini berantakan bagaikan kapal pecah.

"Apa Sibu berniat menjodohkan mereka?" Tentu saja Sibu paham jika yang dimaksud mereka adalah Syafa dan Dunka.

"Tidak! Tapi Bu Zaenab memang menyampaikan niatnya untuk melamar Syafa."

"Ibu menerimanya?" Fahri menyongsong kehadiran ibunya dengan pertanyaan. Dari cara dia bertanya jelas sekali menunjukkan ketidaksetujuan meski diucap dengan santun.

"Jika memang jodoh apa boleh buat?" Senyum mengembang di bibir   wanita paruh baya yang tetap bugar meski seluruh rambutnya telah memutih. Tangannya melipat selimut yang tadi dilempar oleh Fahri. Ternyata banyak benda lainnya yang berserakan. Sibu memindai setiap sudut kamar putranya dengan nafas berat.

"Jodoh?" Sibu mengangguk antusias. "Bu! Syafa masih perlu banyak belajar. Dia akan lebih baik meneruskan pendidikan daripada menikah."

"Fahri...Syafa juga akan belajar setelah menikah! Dunka menjamin pendidikan Syafa di kota nanti." Fahri lebih terkejut lagi. Perasaannya semakin kesal. Bagaimana bisa ibunya mengambil keputusan begitu cepat. Bahkan seolah tanpa mempertimbangkan pendapat darinya. Apakah status sebagai kepala keluarga telah berpindah lagi ke Sibu?

"Tidak bisa. Syafa akan tetap bersama kita."

"Fahri..."

"Sibu, Fahri dan Syafa tidak bisa berjauhan. Sibu mengerti akan hal itu, Bukan?"

Sibu mengangguk lemah. Kedua anaknya pernah terpisah sebab sebuah musibah. Waktu itu mereka dalam perjalanan pulang dari merantau ke Kalimantan. Menaiki sebuah kapal untuk bisa pulang ke pulau Jawa. Faktor alam yang ekstrim menyebabkan kapal tenggelam oleh badai besar. Sebagian orang terbawa arus termasuk Fahri. Beruntunglah Sibu, ayah dan Syafa selamat.

Syafa sakit berhari-hari bahkan hampir tiga bulan lamanya. Syafa begitu rindu pada Fahri. Sampai-sampai enggan makan bahkan susah tidur. Membuat daya tubuhya melemah dan mudah sakit.

Keadaan Syafa yang kritis dilarikan ke rumah sakit. Segala macam obat tidak berguna. Para dokter ahli juga di datangkan. Sedikitpun tidak bisa menyembuhkan sakit yang Syafa derita. Setiap waktu terus saja mengigau memanggil nama Fahri.

Hingga suatu hari datanglah kabar yang mengatakan bahwa Fahri masih hidup. Sang ayah pun segera menjemput anaknya. Ternyata Fahri diselamatkan oleh seorang nelayan.  Syafa yang semula tidak memiliki gairah hidup itupun berangsur-angsur pulih.

"Sibu...sebaiknya Sibu tolak saja lamaran Dunka."

Sibu hanya diam namun tatapannya seolah menyelidik.

"Sibu, Dunka baru saja datang ke desa ini setelah bertahun-tahun lamanya. Selama di kota, kita tidak pernah tahu apa saja yang dia lakukan. Baik buruk sifatnya kita tidak tahu. Setiap kita mendengar dia pulang di akhir tahun pun tak sekalipun dia mengunjungi kita. Lalu bagaimana dengan tiba-tiba dia datang melamar Syafa? Tidakkah sibu curiga?"

Sibu membisu. Pernyataan Fahri memang benar adanya. Tapi demi menutupi sebuah rahasia besar dia harus membuat alasan agar tujuannya tercapai.

"Nak, Zaenab teman Sibu sejak lama. Dia banyak cerita tentang Dunka."

"Hanya cerita!" Fahri tersenyum sinis. Seorang ibu tentu akan lebih banyak menutup keburukan anaknya."

"Fahri ...! Bagaimana jika Syafa menghendaki pinangan Nak Dunka?"

"Tolak saja."

"Fahriii!"

"Tolak saja." Fahri berlalu tanpa menoleh pada ibunya.

'Andai kamu tahu, Nak' batin Sibu

To be continued...

 

Terpopuler

Comments

🍾⃝ͩкυᷞzͧєᷠуᷧ уιℓ∂ιzι🥑⃟𐋂⃟ʦ林

🍾⃝ͩкυᷞzͧєᷠуᷧ уιℓ∂ιzι🥑⃟𐋂⃟ʦ林

hahaha, moso usia bisa menyusut sih Dunka🤣🤣🤣

2022-10-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!