Arumi membuka pintu kamarnya, lalu menengok kanan kiri mengamati situasi. Sepi.. Namun, ia tetap waspada.
Lalu ia berjalan di koridor melewati kamar kamar, entah milik siapa. Arumi pun tak peduli, ia menuju balkon yang sangat menarik perhatiannya.
Ia berjalan mengamati luar melalui balkon, yang ternyata itu halaman belakang dari rumah besar ini. Di halaman belakang ada kolam renang dan taman, ada bagian sudut yang seperti tungku , sepertinya sering dipakai untuk acara kumpul kumpul. Terlihat Mbok Darmi sedang membersihkan halaman belakang bersama Surti. Mereka bekerja sambil mengobrol dan bersenda gurau, Arumi merasa pembantu di rumah itu baik.
Setelah puas mengamati halaman belakang dari balkon, Arumi membalikkan tubuhnya, melanjutkan keliling rumah itu. Ia melangkah menyusuri anak tangga menuju lantai di bawahnya. Ruang tengah bagai istana. Kursi tamunya sangat besar dan mewah. Lalu ruang tengah, juga berisi perabotan yang sangat mewah dan mahal. Arumi terkagum kagum dengan kubah plafon dari rumah itu. Dinding dihiasi dengan beberapa lukisan karya pelukis terkenal dunia, yang sangat berharga.
Ia berhenti saat melihat sebuah foto perempuan cantik memakai baju balerina di ruang tengah. Lama Arumi menatap dengan kagum sosok di foto itu. Ia seakan pernah melihat gambar perempuan yang terpajang di dinding itu. Ia berusaha mengingat, namun otaknya seolah tak mampu mengingat saat itu.
Impiannya adalah memakai pakaian itu dan menari di sebuah panggung yang besar, seperti Mamanya dulu.
"Itu istriku." Terdengar suara berat dari belakang Arumi.
Arumi menoleh terkejut, ternyata Tuan Haris telah berada di sana.
"Ayo ke ruanganku!" Ajak Tuan Haris sambil membuka pintu ruangan di sebelah foto itu tergantung. Arumi mengikutinya.
Haris duduk di kursi kerjanya, dan Arumi masih berdiri di tengah ruangan. Ia bingung harus melakukan apa. Ia menatap lelaki yang beberapa jam kalau telah sah menjadi suaminya. Lelaki terkaya di kota itu, incaran banyak wanita.
Sebenarnya Wajah Tuan Haris masih terlihat tampan meskipun usianya sudah tua, namun Arumi melihatnya seperti Papanya. Tenang, berkharisma, tak banyak bicara, namun sekali bersuara, semua terdiam.
"Duduklah di sini!" Tuan Haris menyuruh Arumi duduk di hadapannya.
Arumi menurutinya, ia duduk di kursi berhadapan dengan Tuan Haris.
"Mengapa Saya yang Anda pilih?" Arumi memberanikan diri bertanya.
"Kamu kandidat yang baik dari semuanya." Jawabnya.
"Kandidat apa?" Tanya Arumi yang masih bingung.
"Kandidat untuk menjadi pendampingku. Dipo, Pamanmu sebenarnya menawarkan putrinya untukku untuk melunasi hutang-hutangnya padaku, karena aku mencari gadis atau perempuan yang masih perawan untuk menjadi pendampingku." Ujar Tuan Haris.
"Pendamping untuk apa?" Potong Arumi.
"Kamu tau, kota ini dibangun dengan uangku, maka aku ingin menjadi pemimpin di kota ini. Kamu kandidat terbaik dari semua. Awalnya pamanmu menawarkan putrinya untuk melunasi hutang-hutangnya, namun aku tau dia licik, aku tak mau berurusan dengannya kelak karena putrinya. Lalu asistenku menemukan dirimu tinggal di sana, putri Bara yang yatim piatu, anak berprestasi, dengan reputasi baik." Terang Tuan Haris.
"Lalu apa hubungannya aku dengan keinginan Anda untuk menjadi pemimpin?"
"Seorang penguasa harus memiliki pendamping yang sempurna. Istriku telah meninggal tiga tahun yang lalu karena kanker yang dideritanya. Salah satu syarat adalah memiliki pendamping. Aku tak ingin sembarangan pendamping untukku. Reputasi diriku dan keluargaku pun harus baik." Jawabnya.
"Lalu bagaimana dengan perusahaan milik papaku?"
"Perusahaan Bara, Pamanmu yang pegang. Dia menukar dirimu dengan perusahaan itu. Harusnya aku memperoleh dua perusahaan, namun dia hanya memberikan satu, dan itupun kolaps. Dari situ aku tau dia licik."
"Jadi sebenarnya perusahaan Papaku baik baik saja?"
"Ya, bahkan makin berkembang pesat. Kini Dipo menguasainya."
"Oh, tidak..!" Arumi memegang kepalanya dengan kedua tangan dan tertunduk sedih.
Ia kecewa dengan pamannya, katanya perusahaan papanya terlilit hutang dan sedang dalam bahaya, maka ia yang akan mengurus semuanya. Bibinya pun meyakinkannya seperti itu. Ternyata mereka telah menipunya. Mengambil alih seluruh aset perusahaan milih papanya, tanpa memberitahu Arumi. Lalu kini ia dijual pada Tuan Haris.
Arumi pasrah saat ini. Ia hanya bisa tertunduk menerima nasibnya menjadi seorang istri calon pemimpin kota itu.
"Aku akan baik padamu. Aku bukan orang kejam. Apapun keperluanmu akan aku penuhi. Kamu bisa meminta bantuan dengan tiga asisten rumah tangga di sini, dan kamu memiliki sopir pribadi. Jika memerlukan bantuan, kamu bisa menghubungi asisten pribadiku. Kamu tidur di kamar atas, dan aku tidur di kamar lain, di seberang ruangan ini"
"Jadi kita tidur terpisah?" Tanya Arumi tak percaya.
"Ya, kita tidur terpisah, tapi, jika ada media atau orang luar, kamu harus bisa jadi istri yang baik."
"Berapa lama aku harus seperti ini?"
Haris terkekeh mendengar pertanyaan Arumi.
"Tak salah pilih, kamu memang anak yang cerdas. Selama aku memilih jabatan, kamu harus mendampingiku."Jawab Tuan Haris tenang.
Arumi terdiam sejenak. Sejak kehilangan orang tuanya, ia banyak mengalami kepahitan. Ia harus putus sekolah, lalu melupakan impiannya. Pamannya hanya mau memberikan tempat tinggal, itupun di kamar kecil di bagian belakang rumah, kamar yang harusnya untuk gudang, yang pengap, bahkan lebih buruk dari kamar pembantu di rumah pamannya. Bibinya tak berani membantunya secara langsung, Paman akan memukulnya, bahkan tega menyiksanya. Arumi bahkan tak tega melihatnya.
Kini ia hanya bisa menuruti perintah Tuan Haris. Membantunya mewujudkan keinginannya untuk menguasai kota ini. Menjadi pendampingnya yang baik.
"Apakah aku boleh tetap mengajar menari?" Tanya Arumi kemudian.
"Sekolah menari di pusat kota itu?"
"Ya."
"Kamu mengajar di sana?"
"Ya."
"Hhmm... Kamu tau? Tempat itu milikku." Jawab Tuan Haris tersenyum.
Seketika Arumi tersentak, terkejut mendengarnya. Ia teringat foto perempuan yang mengenakan pakaian balerina di rumah itu sama dengan gambar di sekolah tempatnya mengajar.
"Astaga, jadi gambar yang dipajang di ruang depan sekolah itu istri Anda?" Tanya Arumi tak percaya.
"Ya. Sekolah itu dibangun oleh istriku. Jika kamu mengajar di sana, aku tak akan melarangnya. Namun, jika aku memerlukanmu, kamu harus siap." Ucap Tuan Haris.
"Baik. Terima kasih."
"Saya rasa pembicaraan kita sudah selesai kali ini, nanti asistenku yang akan mengurus segala keperluanmu."
"Baik."
Arumi membalikkan tubuhnya, keluar dari ruangan itu, lalu ia menuju ke halaman belakang rumah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Deti Susilawati
mampir d sini semangat buat yg nulis
2022-11-11
1