"Rumi... Ini bayaranmu Minggu ini." Kak Adam menyerahkan sebuah amplop putih berisi upah bekerja Arumi Minggu ini.
"Terima kasih, Kak." Jawab Arumi sambil menerima amplop itu.
"Boleh mengajakmu jalan, kapan kapan?" Tanya Kak Adam hati hati.
Arumi terdiam sesaat, mendengar pertanyaan Kak Adam. Ia tahu, selama ini Kak Adam menyukai dirinya, namun Arumi hanya menganggap seperti kakak baginya.
Arumi menganguk pelan sambil menundukkan wajahnya.
"Kak, Arumi pamit dulu, mau melanjutkan pekerjaan lagi." Ucapnya.
"Baiklah." Jawab Kak Adam, lalu ia memegang pergelangan tangan Arumi saat hendak membalikkan badannya.
Arumi menatap Kak Adam dengan wajah terkejut.
"Aku menyukaimu Arumi." Ucapnya pelan penuh harap. Arumi hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Adam berdiri mendekati Arumi, wajah mereka saling beradu pandang, bahkan Arumi dapat mendengar napas Adam dengan jelas.
Perlahan Adam meregangkan pegangan, lalu melepas perlahan, Arumi berlalu meninggalkan ruangan itu, tinggalah Adam yang terpekur sendiri dalam ruangan itu.
Arumi bekerja kembali seperti biasa mengenakan apron cokelat, dengan rambut dikuncir ekor kuda.
Jam menunjukkan pukul 4 sore, satu jam lagi kelas menarinya akan dimulai.
Arumi menyimpan amplop gajinya dalam tas ransel, lalu melepas apronnya, menggantung di loker dapur.
Arumi berjalan meninggalkan kafe tempatnya bekerja, menyusuri trotoar jalanan. Aroma wangi penjual burger menggodanya. Membuatnya berhenti sejenak untuk membeli sebuah burger untuk mengganjal perut sebelum jam mengajarnya.
Arumi menerima burger pesanannya, lalu meninggalkan tempat itu, berjalan cepat menuju ruko tempatnya mengajar menari.
Arumi membuka pintu sanggar tari sambil memakan burgernya.
BRUKKK....
Seseorang menabraknya dari arah dalam, Arumi terjatuh dan burger yang tinggal separo itu terlempar entah kemana.
"Heh, kalo jalan liat liat! Mata dipake!" Bentak seorang lelaki pada Arumi dengan kasar.
"Heh.. enak aja! Kamu yang harusnya hati hati!" Balas Arumi.
"Liat nih! Bajuku jadi kotor begini. Dasar ceroboh!" Umpatnya sambil menyeka saos sambal dari burger.
"Apa? Apa katamu?" Tanya Arumi.
Pemuda itu menatap tajam Arumi seolah menggertak, lalu pergi berlalu dengan mendorong tubuh Arumi hingga jatuh untuk memberikan jalan.
"Hei... Dasar tidak sopan!" Pekik Arumi menatap punggung pemuda yang terus berlalu meninggalkan sanggar tari itu.
Beberapa orang menyaksikan kejadian itu hanya terdiam, lalu membantu Arumi berdiri. Arumi mengambil tas ranselnya dari lantai, lalu menyeka burger dan nodanya dari lantai dengan tisu.
Arumi menghela napas menata emosinya, lalu berjalan kembali ke ruangan ganti untuk mengajar di kelasnya.
Arumi mengajar dance anak anak. Ada tari tradisional dan kreasi untuk anak anak. Siswanya sangat menyukai Arumi yang sabar mengajar mereka. Tak jarang Arumi membantu mengajar untuk pementasan seni anak anak sekolah itu.
Ada pula yang telah menjadi satu team, Arumi juga membantu mengajari beberapa koreografi untuk tarian baru mereka.
Gaji Arumi di tempat ini, bisa dibilang cukup besar, uangnya ditabung. Karena cita cita Arumi adalah bersekolah menari seperti Mamanya. Sedangkan gaji, hasil bekerja di kafe, untuk hidupnya sehari-hari.
Selesai mengajar Arumi membereskan peralatannya, lalu menuju ruang ganti. Ia menatap wajahnya di cermin wastafel. Ia merasa tersenyum, membayangkan dirinya sedang pentas di sebuah pertunjukan kelas dunia dan disaksikan oleh puluhan ribu pasang mata.
Arumi merasa pantas mendapatkan kesempatan itu, ia pernah menjadi juara dua dalam pertandingan dunia. Pemenangnya adalah seorang penari yang benar-benar sekolah menari, namun kejadian buruk itu kembali melintas di kepalanya. Rumahnya telah rata dengan tanah menjadi puing puing.
Saat tiba di bandara, Paman dan Bibinya yang menjemput, mereka tak banyak bicara kala itu. Baru keesokan harinya Bibi menceritakan semuanya, Papa dan Mama meninggal saat kebakaran hebat tiga hari yang lalu, saat ia berada di London untuk berlomba.
Arumi pun belum sempat menyaksikan kedua orang tuanya untuk terakhir kalinya, hanya dua makam dengan nama Papa dan Mamanya yang ia lihat.
Tak terasa air mata mengalir dari pelupuk matanya, membasahi pipinya.
"Aku harus kuat!" Ucap Arumi.
Ia membasuh wajahnya, supaya tidak kuyu, lalu menepuk bedak pada wajahnya supaya terlihat segar kembali.
Arumi melipat handuk dan pakaiannya yang telah basah oleh keringat, memasukkan pada pouch, lalu menaruh ke dalam ranselnya.
Arumi membuka pintu ruang ganti dan melangkah untuk pulang. Sayup sayup terdengar suara hentakan musik dari ruang balet di ruangan ujung.
"Apa Miss Ela ada kelas tambahan?" Gumam Arumi heran. Kelas balet biasanya siang hingga sore hari, Miss Ela hampir tidak pernah mengajar hingga malam, maksimal pukul tujuh malam saja, itu pun, jika terpaksa, ada yang privat untuk pertunjukan atau lomba. Kini jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Arumi penasaran, mendekati ruangan itu, pintu yang sedikit terbuka dan lampu yang menyala, membuatnya dengan leluasa mengintip. Arumi melongokkan kepalanya melihat ke dalam ruangan.
Terlihat seorang pemuda sedang menari sesuai hentakan lagu yang diputar. Arumi tanpa sadar masuk ke ruangan itu, menaruh tasnya di lantai, lalu mengikuti gerakan pemuda itu dengan gemulai sesuai irama.
Pemuda itu tampak terkejut melihat Arumi yang mengikuti gerakan tariannya, lalu ia tersenyum seolah menantang untuk battle.
Mereka saling beradu menari bergantian, saling balas gerakan sesuai hentakan lagu.
Akhirnya setelah entah urutan yang keberapa, setelah Arumi selesai menari, pemuda itu melompat ke hadapannya, membuat Arumi terkejut dan mundur ke dinding kelas.
Pemuda itu menatap wajah Arumi, seolah menelitinya. Lalu menurunkan lengannya dan mundur perlahan.
Ia dengan cuek, mematikan lagu dari ponselnya, lalu memasukkan ke dalam tasnya, dan berlalu meninggalkan Arumi, yang masih syok.
"Hei...tunggu!" Panggil Arumi, namun pemuda itu terus melangkah keluar. Arumi buru buru mengambil tasnya, dan mematikan lampu kelas, lalu mengikuti sosok pemuda itu.
Arumi menuruni anak tangga setengah berlari, hingga ke bawah. Napasnya tersengal, ia celingukan mencari pemuda itu, namun sudah tak ada.
Arumi tampak mengingat sesuatu.
"Astaga!!" Katanya setengah berteriak sambil memegang kepalanya. Ia teringat pemuda itu adalah anak sekolah yang tertusuk seminggu yang lalu. Arumi teringat uangnya yang untuk membayar biaya klinik kemarin itu, dan pemuda itu pula yang menabraknya tadi sore saat akan bekerja untuk mengajar."
"Awas ya..! Besok kalo ketemu lagi, kamu harus mengganti semuanya!" Ancam Arumi sambil mengepalkan tangannya.
Saat malam menjelang tidur, Arumi terbayang wajah pemuda itu menari nari di kepalanya. Ia teringat saat battle menari tadi. Ada beberapa gerakan pemuda itu yang menurutnya mudah, namun ternyata saat ia melakukannya ternyata sulit.
Wajah pemuda tengil itu masih terbayang, matanya, bibirnya, aroma tubuhnya, hingga setiap gerak geriknya. Arumi masih mengingatnya dengan jelas. Lalu ia memejamkan matanya menari nari di alam mimpinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments