Arumi bergerak mengikuti irama musik yang ada, ia membuat beberapa gerakan koreografi untuk anak didiknya. Sepasang mata mengintipnya di sela pintu yang sedikit terbuka.
Ia menatap Arumi yang bergerak meliuk-liuk dan melompat membuat gerakan seni yang indah sesuai hentakan irama musik. Ia tersenyum, lalu meninggalkan tempat itu. Tak lama serombongan anak anak masuk ke ruangan itu, untuk berlatih dengan Arumi.
Selesai berlatih, Arumi membereskan peralatannya, mencabut flashdisk dari speaker.
Plok...plok...plok..
Terdengar seseorang bertepuk tangan dari arah pintu.
Arumi menoleh dan mengerutkan keningnya.
"Keren! Aku baru ingat kamu adalah juara dunia dalam kompetisi menari beberapa tahun yang lalu." Ucapnya sambil berjongkok mendekati Arumi.
"Heh, kamu pemuda yang kemarin jadi korban tawuran itu kan!"
"Ya. Terima kasih, telah menolongku."
"Lalu, uangku kembalikan!" Ucap Arumi terus terang.
"Memangnya gaji di sini kurang besar?" Ucapnya sinis.
"Bukan urusanmu!" Balas Arumi.
"Setahuku bayaran guru tari di sini lumayan, bahkan ada yang menjadi mata pencaharian."
"Lalu kamu sedang apa di sini?" Tanya Arumi.
"Aku ingin battle lagi, aku yakin kali ini, kamu akan kalah!" Pemuda itu mencolok flashdisk ke speaker.
"Lihat saja!"
Arumi dan pemuda itu saling berdiri berhadapan, lalu pemuda itu mulai membuat gerakan seperti breakdance, dan mengakhiri dengan gaya menantang Arumi untuk membalasnya.
Arumi mengulang gerakan pemuda tadi, lalu pada akhirnya diberi modifikasi, membuatnya lebih enak dilihat.
Lalu pemuda itu membalasnya kembali, disusul lagi oleh Arumi.
Mereka saling beradu gerakan koreografi, hingga menarik kelas yang baru selesai tertarik untuk melihat dan masuk ke ruangan itu mendekati mereka.
Arumi dan pemuda itu saling balas menari lalu suara tepuk tangan dan teriakan riuh dari orang-orang yang menontonnya.
Akhirnya Arumi mengakhiri adu menari dengan gerakan balet kontemporer dipadu dengan gerakan ala hip hop, dan pemuda itu hanya menatapnya sambil terengah-engah.
Orang orang yang menonton bersorak dan bertepuk tangan untuk Arumi.
Arumi tersenyum sambi menunduk memberi hormat terima kasih.
Pemuda itu mengambil flashdisknya, dan meninggalkan ruang itu, melewati kerumunan orang dengan cuek.
"Wow... Kak Arumi keren..!" Teriak beberapa siswa tari memujinya dan bertepuk tangan.
Arumi berlalu sambil tersenyum dari ruangan itu. Dia menuju ruang ganti, lalu meninggalkan gedung tempatnya mengajar menari.
***
Sesampainya di rumah pamannya, terlihat ada dua buah mobil terparkir di halaman, tampaknya ada tamu.
Arumi masuk ke dalam rumah.
"Oh, kemari Rumi, kenalkan ini Tuan Haris." Pamannya memanggilnya dan mengenalkan pada tamunya.
"Hmm.." Tuan Haris menatap Arumi dari atas hingga bawah. Lalu tersenyum.
"Dia masih muda, pantas untuk menemani Anda Pak." Ucap Paman Arumi.
"Baik, saya setuju!" Jawabnya sambil menjabat tangan pamannya.
"Apa maksudnya ini Om, Tante?" Tanya Arumi pada Paman dan Bibinya.
"Rumi, kamu akan menjadi istri TuanHaris." Jawab pamannya.
"Apa..??!" Pekik Arumi kaget.
"Tidak, aku tidak mau!!" Arumi berteriak lalu masuk menuju kamarnya, menutup dan menguncinya.
Ia menangis dalam kamarnya. Ia meratapi nasibnya kali ini. Mengapa ia harus menikah dengan lelaki tua itu? Mengapa bukan Gisel saja?
"Rumi..?" Bibi mengetuk pintu kamarnya.
Arumi dengan malas beranjak dari tempat tidurnya, dan membukakan pintu.
Ia duduk di bibir kasurnya, diikuti oleh bibinya duduk di sebelahnya.
"Rumi, maafkan Bibi. Tapi ini yang terbaik untukmu." Ucap Bibi.
"Terbaik untukku?" Tanya Arumi heran menatap Bibinya.
"Kamu tau, kami sedang kesusahan saat ini. Perusahaan Om dan papamu hampir kolaps. Tuan Haris berjanji akan membantu kami."
"Mengapa bukan Gisel?"
"Gisel masih sekolah. Tuan Haris tidak mau. Dia memilihmu sendiri." Jawab Bibi.
"Lalu perusahaan papaku bagaimana, Tante?"
"Tenang saja, Om akan mengurus semuanya setelah kamu menikah dengan Pak Haris." Hibur Bibi sambil mengelus punggung Arumi.
Arumi terisak menangis mengingat masa depannya kelak. Impiannya bersekolah menari di tempat mamanya dulu harus ia kubur dalam dalam.
Ia merindukan Mama Papanya. Bibi memeluknya. Menenangkan Arumi yang masih menangis.
"Sudahlah kamu berisitirahat dulu. Besok Tante siapkan semuanya. Lusa pernikahanmu dilaksanakan." Bisik Bibi.
"Secepat itukah? Lalu pekerjaanku?" Tanya Arumi.
"Setelah kamu menjadi Nyonya Haris, kamu tak perlu bekerja lagi Rumi." Jawab Bibi.
"Kamu beristirahatlah! Tante tinggal ya." Ucap Bibi, sambil berdiri meninggalkan Arumi sendiri dalam kamarnya.
Bibi tidak mengetahui, jika Paman sebenarnya memiliki hutang dengan Pak Haris, lalu menjual Arumi untuk membayar hutang-hutangnya, ia mengatakan jika Arumi masih kinyis-kinyis dan perawan. Lalu perusahaan Papa Arumi juga sedang ia kuasai sendiri, namun tidak mengatakan semuanya pada Bibi. Dia berbohong karena Paman tahu, Bibi sangat sayang pada Arumi.
Tuan Haris adalah seorang yang dingin dan bertangan besi, Paman sangat takut dengannya. Paman banyak berhutang untuk menutup biaya operasional perusahaan yang sebenarnya telah kolaps, lalu dengan licik menguasai perusahaan Papa Arumi.
Namun, akhirnya pamannya harus menyerahkan perusahaannya sendiri ke tangan Tuan Haris dan keponakannya yang masih perawan. Karena pak Haris hanya mau dengan yang seperti itu.
Gisel putrinya masih sekolah, dan ia tidak ingin putrinya menjadi sasaran emosi Tuan Haris jika sedang jengkel dan marah.
***
Paman dan Bibi mempersiapkan pernikahan Tuan Haris dan Arumi. Mereka menikah secara agama di sebuah restoran. Hanya Keluarga paman dan saksi dalam acara itu. Setelah pernikahan selesai, Arumi langsung dibawa ke rumah Tuan Haris. Arumi membawa semua barang barang yang ada di rumah pamannya.
Dalam perjalanan Arumi hanya dapat menangis tanpa bersuara. Ia hanya diantar sopir yang tak banyak bicara. Arumi menatap jalanan dengan pikiran kosong. Hidupnya terasa seperti tak bersemangat.
Mengapa ia yang harus menanggung semuanya? Ia ingin berteriak memanggil Papa dan Mamanya meminta pertolongan. Namun, pasti sia sia.
Akhirnya mobil membawanya ke sebuah rumah megah dengan halaman luas. Arumi menatap rumah itu sambil menyeka air matanya.
"Sudah sampai Bu." Kata sopir itu sambil membukakan pintu mobil untuk Arumi.
Arumi keluar dari mobil sambil menatap sekelilingnya. Ia menatap kagum dengan rumah itu.
Sopir itu mambantu menurunkan koper Arumi dari bagasi, lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Arumi mengikuti sopir tadi dari belakang.
Kedatangan mereka disambut oleh tiga orang pelayan di rumah itu.
"Bu, kenalkan ini Mbok Darmi, Minten, dan Surti. Lalu saya Bejo." Ucap sopir tadi mengenalkan diri dan ketiga pelayan yang ada di rumah itu. Mereka tersenyum sambil menyalami Arumi.
Kesan pertama yang Arumi rasakan mereka baik baik semua.
"Jangan panggil Bu, saya masih muda." Pinta Arumi.
"Baik Bu, eh.. Mbak." Jawab Bejo.
"Iya, saya antar ke kamar Mbak Arumi." Kata Surti sambil menunjuk ke lantai atas.
"Ayo Jo, bantu angkat kopernya ke atas!" Pinta Surti.
Arumi mengikuti Surti naik ke lantai dua, diikuti Bejo yang setia membawakan barang barang Arumi.
Rumah besar itu memiliki banyak ruangan, Arumi masih agak bingung, ia berharap tidak lupa akan kamarnya nantinya.
Mereka berhenti di depan pintu kamar, Surti membuka pintu kamar, lalu mereka masuk ke dalam kamar itu.
Bejo menaruh koper di lantai dekat lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati.
"Ini kamar Mbak Arumi." Terang Surti.
"Lalu Pak Haris juga di sini?" Tanya Arumi bingung, karena sepertinya tidak ada barang barang lelaki di kamar itu.
"Kamar Bapak ada di bawah, di dekat ruang kerjanya." Jawab Surti.
"Jadi kami tidak sekamar?" Tanya Arumi dengan polos.
"Saya kurang tau Mbak, karena pesan Bapak, ini kamar untuk Mbak Rumi, istri barunya." Jawab Surti dengan sopan.
Arumi hanya mengangguk. "Ya sudah, terima kasih. Saya mau beristirahat dulu." Ucap Arumi. Lalu Bejo dan Surti meninggalkan kamar itu dan menutup pintu.
Arumi menatap kamarnya yang besar itu. Ukurannya kira-kira sepertiga luas rumah Pamannya, tempat tidurnya saja yang ukuran paling besar, dengan busa bulu angsa yang sangat halus mungkin, pikirnya.
Arumi beranjak menuju kamar mandinya, ia membuka pintunya, dan tertegun dengan isinya, kamar mandi dengan bathtub.
"Wow.." ia berseru kagum
Lalu ia berjalan menuju ruangan kecil, ada rak rak berisi tas dan beberapa dress.
"Mungkin ini untuk menyimpan koleksi tas, sepatu, dan dress." Gumam Arumi.
Lalu ia membuka lemari pakaiannya, ternyata masih kosong. Ia membuka kopernya, lalu menyusun pakaiannya ke dalam lemari.
Setelah selesai semua, ia membersihkan tubuhnya, setelah selesai ia menatap tubuhnya yang tanpa sehelai benangpun itu di depan cermin.
Ia menghela napas panjang, membayangkan saat Tuan Haris menyentuh tubuhnya. Ia merasa jijik seketika saat itu dan bergidik geli. Mana pantas seseorang yang sepantasnya dipanggil ayah untuknya, tiba tiba menggerayanginya.
Arumi cepat cepat mengeringkan tubuhnya, lalu mengenakan pakaiannya supaya pikiran buruknya itu tak terjadi.
Lalu ia keluar dari kamar hendak berkeliling menjelajahi rumah yang besar itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments