"Apa aku nyari pesugihan saja yo." Ujar pak iman terhenti langkahnya dan berpikir sejenak.
"Ah nanti tak coba tanya ki gareng nanti malam. Aku juga mau nanya soal kang ngatno. Bagaimanapun jika tanpa kang ngatno, semua rencanaku akan sia-sia." Ucap pak iman berlalu pergi dari sana dan bergegas pulang mengendarai motor bututnya.
...****************...
Malam sudah kembali datang. Sang Surya sudah selesai melakukan tugasnya hari ini. Remang suara adzan berkumandang menembus pekatnya jalanan pedesaan. Berbeda dengan desa-desa yang lain di sekitarnya, desa milik pak iman ini sangat jauh dari kata kuno dan seram. Lampu terang benderang dengan akses jalan yang baik serta sistem desa yang terkelola dengan apik. Semua tak lepas dari campur tangan orang tuanya. Iya, ibu muryani dan pak Rasyidin.
Dulu saat mbah Yani masih mempunyai satu anak, desa ini belum seperti sekarang ini. Dulu masih berupa kebun dan belantara yang 90 persen semua milik dari pak rasyid. Kemudian dengan hati yang lapang, keduanya perlahan membangun desa ini. Dari yang dulu hanya berjumlah 4 rumah saja, sekarang bisa tumbuh dan berkembang menjadi 184 rumah yang tercatat di sensus penduduk, tinggal dan bermukim di desa ini. Semua tak lepas dari pak rasyid sekeluarga yang menjual tanah-tanah mereka dengan harga yang sangat miring. Tak ada paksaan, semua mereka lakukan dengan ikhlas.
Membuat kakung Rasyidin dan mbah yani memiliki tempat yang spesial di hati masyarakat desa. Bahkan dengan sukarela mereka membangun makam mereka berdua dengan cukup megah. Sebagai dua orang yang di anggap sudah berjasa membangun dan mengembangkan desa dengan ikhlas.
"Nduk, suamimu di rumah nggak?" Tanya pak iman dengan wajah yang masih di tekuk.
"Mas yono? Itu baru saja mandi. Ada apa pak?" Jawab ika masih sibuk mencuci beras di kran air samping rumahnya.
"Nanti bawa mobilmu. Suruh suamimu nyetir. Anter bapak menemui ki gareng." Ujar pak iman berlalu pergi menuju kamar mandi untuk mencuci kaki dan tangannya.
"dasar orangtua suka seenaknya sendiri." gerutu ika.
...****************...
Jam 20:12
Setelah berselang cukup lama, akhirnya rombongan keluarga itu pergi menggunakan mobil tua milik keluarga yono. Dengan harus berhimpitan di mobil yang lebih seperti angkot itu. Maklum, Yono membawa semua ban-ban mobil dagangannya pulang. Ia selama ini bekerja sebagai sales ban mobil. Keringat sebiji jagung mulai muncul membasahi dahi mereka di dalam mobil yang harus berbagi dengan ban-ban baru yang belum terjual. Ika yang duduk di depan pun terus menggerakkan kipas manual di tangannya.
"Mobil opo iki panase ra karuan. ( mobil apa ini, panasnya nggak karuan.)" Keluh pak iman mengipas-ngipas wajahnya menggunakan tangan padahal malam itu terhitung cukup dingin.
"Wah..mek-ap nya ibuk luntur pak, huffftttt..padahal mek-ap larang (mahal) lho iki." Imbuh ibu mertua yono yang sama-sama mengeluh. Bibirnya yang di poles lipstik merah tebal tampak luntur meluber ke area pinggir bibir.
"Mana ada make up mahal kok luntur. Apalagi menor kaya gitu dandananmu buk. Hiii...Nggilani (menjijikkan)." Batin yono melirik dari kaca kecil di atas kemudi.
"Apa mobilmu nggak ada AC-nya to yon? Mobil kok ketinggalan jaman." Keluh pak iman pada menantunya.
"Ckkk...Iya maklum pak, mobil saya mobil tua. Ac-nya sudah lama mati." Ucap yono berdecak kesal.
"Sudah to pak di tahan dulu. Masih mending kita nggak jalan kaki. Kamu juga mas, punya mobil kok butut kaya gini. Mana sumpek dan panasnya nggak karuan juga." Sergah ika mengimbuhi.
"Kowe yo podo wae tul! (Kamu juga sama saja tul!)." Kesal yono semakin memuncak. Dongkol rasa hatinya saat ini.
Sekian lamanya mereka berkendara, akhirnya mereka masuk ke dalam sebuah gapura. Melewati jalan yang hanya terbuat dari bebatuan yang di tata sedemikian rupa. Guncangan hebat terjadi di mobil yang sejatinya sudah harus di musiumkan itu. Kontur jalan naik turun dan terbuat dari batu-batu tanpa adanya aspal membuat mobil itu seringkali mengalami selip ban atau terkadang tak kuat melewati batu yang di rasa cukup besar. Mau tidak mau mereka harus turun dan mendorong mobil jika sudah terjadi seperti itu.
Huekkk...huekkk...
"Aduh pakne..perutku rasanya kaya di aduk-aduk." Ujar ibu mertua dari yono itu.
"Tenang honey bunny sweety..heh! Yono! bisa pelan dikit nggak sih nyetirnya. Kasian ini ibu mertuamu! Kamu ini mau jadi mertua durhaka apa gimana?!" Ketus pak iman mengelus-elus hidung istrinya dengan minyak kayu putih.
"Lah gimana lagi pak, lha wong jalannya kaya gini semua. Memang mobil saya bisa terbang?" Ujar Yono santai. Ia sudah terlanjur dongkol.
"Udah-udah pak. Kita mau hampir sampai ini lho. Lihat!" Ucap ika memperlihatkan layar HP miliknya.
"200 meter lagi, belok kiri, lalu lurus terus." Suara maps yang sedang menuntun mereka.
Setelah 200 meter, ternyata mereka malah menemui jalan buntu. Dan disisi kiri mereka sebuah jurang dangkal dengan sungai kecil namun aliran airnya cukup deras, terlihat di bawah jurang itu. Sementara depan mereka merupakan jembatan yang sudah putus dan sepertinya terbengkalai. hanya ada satu akses jalan kecil di samping jembatan yang mustahil di lalui oleh mobil.
"Lurus terus lalu, belok kiri"
"Lurus terus lalu, belok kiri"
"Lurus terus lalu, belok kiri"
Sontak pak iman langsung merebut HP ika dari tangannya. Dengan penuh emosi pak iman menatap layar kotak itu.
"C*ngkemmu kui mbak!! Belok kiri belok kiri matamu gak weruh kiri kae jurang!. (Mulutmu itu mbak! Belok kiri belok kiri matamu nggak kelihatan kiri itu jurang!)." Hardik pak iman pada layar hp yang masih menyala itu.
"Haloo? Mbak? Woi! Wasyu malah meneng wae! (malah diem saja!) Mbak!!" Ucap pak iman lagi. Nampak beberapa orang yang lewat memandangi mobil mereka. Suara dari dalam mobil ini memang sangat terdengar jika dari luar karena jendela yang terbuka lebar. Orang-orang itu memandang geli melihat pak iman marah-marah sambil menunjuk-nunjuk HP di hadapannya.
Yono hanya bisa tertawa geli melihat kedua mertuanya itu. Yang satu sudah seperti ikan arwana yang menggelepar dengan makeup yang super menor, yang satu lagi marah-marah pada hp yang sudah membuat mereka salah jalan. Sementara itu nampak ika hanya tersenyum pias menahan malu.
"Bapak ini malu-maluin aja." Ketus ika segera merebut ponselnya kembali.
Rombongan itu pun akhirnya kembali memutar balik mobil mereka. Yono merasa semakin dongkol karena terus menerus di salahkan oleh kedua mertuanya. Telinganya semakin bebal dengan ocehan-ocehan yang kadang memang cukup menyakitkan hati itu.
Jam 23:00
Setelah hampir dua jam lebih berkendara melalui medan yang sangat sulit, akhirnya mereka sampai juga. Sebuah rumah yang cukup sederhana. Bangunan semi permanen yang berdiri jauh dari pemukiman penduduk. Sebuah lampu kuning kecil terlihat menerangi depan rumah itu. Malam yang sudah larut untuk sebagian orang. Terlihat seorang bapak-bapak yang sudah cukup sepuh sedang memangkas beberapa dahan kayu kering untuk di jadikan kayu bakar. Rutinitas yang tidak biasa di lakukan di malam selarut ini.
Seorang wanita yang cantik dan masih muda nampak sedang menemani laki-laki itu di sampingnya. Sesekali ia terlihat memukul nyamuk yang mengerubutinya. Yono segera memarkirkan mobil kecilnya di lahan kosong sebelah rumah itu. Pak iman segera bergegas untuk turun dari mobil.
"Kulo nuwun ki." Pak iman segera mengambil tangan pria tua itu dan menciumnya.
"Oalah, ini to ki gareng. Katanya dia paranormal sakti tapi, kok bentuknya kayak kurang meyakinkan ya tul." Bisik Yono di telinga ika.
Laki-laki yang hanya memakai kaos robek disana-sini membalut seluruh tubuhnya yang seperti hanya tulang dan kulit. Dengan jenggot putih dan mata yang sedikit jereng. satu ke kanan dan yang satu ke kiri. Ia tersenyum memandang kehadiran pak iman sekeluarga.
.
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
menantu durhaka kali ya kok mertua durhaka
2023-01-10
0