"Mas, aku mandi dulu ya mas. Titip Nisa ya.. aku udah gatel-gatel. Ai memang nggak cocok kalau kerja di kebon. Hehehe." Canda putri menggunakan logat seperti orang bule.
"Halah gayamu jem..jem..koyo wong sugih (kaya) saja. Hahahaha." Balas Ikhwan sembari mencubit gemas istrinya itu. Tawa kecil menyertai keduanya.
"Bap-ak..ba..ba.."
Celoteh lucu Nisa turut mewarnai keramaian di malam itu. Gadis kecil berusia satu tahun setengah itu baru bisa belajar beberapa kata saja. Namun itulah yang kadang membuat Ikhwan selalu merindukan buah cintanya itu tatkala ia harus pergi menjemput rezeki. Sebagai ojek pangkalan profesional bersertifikat A1, ia terkadang harus mengantar penumpang hingga terkadang sampai ke luar kota juga.
Dokk... dokk...dok...
"Iya.. entosi sekedap (tunggu sebentar)" pekik Ikhwan saat mendengar pintu depan rumah itu di ketuk dengan keras. Ia pun segera bergegas cepat menuju ke depan pintu.
Cklekkkk... krieeetttt.
(Suara knop pintu terbuka)
"Lho kok nggak ada? Perasaan tadi ada yang ngetuk pintu. Apa mungkin kupingku congek kali ya. Wes mbuh lah." Ujar Ikhwan kembali menutup pintunya dengan cepat. Segera ia menemui anaknya yang sedang bermain di dapur. Nampak anak kecil itu sedang asik bermain dengan dunia fantasinya.
Byurrrr... byurrrr...byurrr..
(Suara guyuran air)
"Dek..nanti kalau kamu sudah selesai, tolong nanti rebuskan singkongku ya dek. Wetengku wis krucuk-krucuk. Hehehe (perutku sudah krucuk-krucuk)." Panggil ikhwan dari luar bilik berpintu seng dan kayu yang di buat seadanya dan masih berada di samping area dapur itu.
Lingsir wengi.. sliramu tumeking sirno
Awas..jo ngetoro..
Aku lagi bang wingo wingo..
Jin setan..kang tak utusi..
Dadyo sabarang...
Wojo lelayu...sabet..
Lingsir wengi.. sliramu tumeking sirno
Awas..jo ngetoro..
Aku lagi bang wingo wingo..
Jin setan..kang tak utusi..
Dadyo sabarang...
Wojo lelayu...sabet..
Tak ada sahutan terdengar, hanya lirih sayup-sayup senandung gending jawa dari dalam kamar mandi berpadu dengan guyuran air. Ikhwan hanya geleng-geleng saja mendengar suara istrinya itu. Suara melengking indah bagaikan menghipnotis siapapun yang mendengarnya. Lenting melodi yang sangat menghanyutkan. Tunggu! Sejak kapan putri bisa bernyanyi jawa semerdu itu?
"Dek!" Bentak Ikhwan yang segera meraih anaknya yang tengah asik bermain masak-masak di lantai.
Cklekkkk...
"Apaan sih mas? Tiba-tiba bentak-bentak kaya gitu." Ujar putri yang terlihat jutek.
Bukan wajah jutek istrinya yang membuat Ikhwan terpaku. Sosok makhluk dengan tubuh terbalik kini tengah tergantung bebas di dinding tembok tepat di belakang putri dan dua meter di hadapan Ikhwan. Sosoknya semakin terlihat tatkala putri semakin lebar membuka pintu kamar mandi. Bau wangi bercampur anyir menyeruak seketika. Sosok itu hanya terlihat bagian belakangnya saja sementara wajahnya menghadap dinding. Rambutnya tergerai panjang menjuntai ke bawah. Dan tiba-tiba...
Degh....
Kepala itu tiba-tiba saja memutar 360 derajat. Dengan wajah hancur tak utuh ditambah matanya yang memutih seluruhnya, kepala itu tengkleng ke kanan ke kiri dengan kaku. Suara tulang yang saling bergesekan terdengar nyaring. kretuk-kretuk..Bau anyir semakin menyerbak memenuhi area dapur. Apalagi saat liur bercampur darah yang berwarna hijau pekat kemerahan seperti nanah dan darah yang bercampur, menetes deras dari mulutnya yang tinggal separuh. Perutnya terasa mual, lutut dari Ikhwan pun terasa bergetar hebat. Ia terasa tak lagi mampu menggendong anak yang ia dekap erat. Celananya mulai basah dengan air hangat yang mulai merembes sedikit. Putri segera menghampiri dan meraih anaknya. Ikhwan mencoba bergerak namun tiba-tiba tubuhnya limbung dan sekejap saja matanya terasa menjadi gelap seketika. Ikhwan jatuh pingsan!
...****************...
Plungg..
(Suara kail masuk ke dalam air)
"Kang, bagaimana menurutmu tentang rumah simbok yang sekarang ini di tinggali anak dan mantunya si sudi itu?" Ujar pak iman sembari menatap harap kepada joran pancing di genggamannya.
"Maksudmu man? Ahh...pedot maning (ahh...putus lagi)." Jawab ngatno, kakak kandung dari iman. Kendati keduanya sudah berusia lebih dari setengah abad, mereka masih sering melakukan kegiatan mancing ini di sela-sela kegiatan mereka di sawah. Sekedar untuk menghabiskan waktu luangnya.
"Gini lho kang, aku itu kok merasa nggak adil gitu lho kang. Itu kan rumah simbok kita. Kenapa yang nguasai itu keluarganya si sudi. Seharusnya kan harus di rembuk (musyawarah) dulu to kang. Kalau nggak bisa ya mending tak jual aja terus uangnya di bagi." Ujar pak iman kembali.
"Kamu cemburu dengan adikmu sendiri? Kamu pengen ngrebut rumah simbok itu?" Sergah pak ngatno to the point.
"Man, kita berdua itu sudah edan lho man. Kamu inget nggak dulu waktu kita gila sama sabung ayam? Sudah habis berapa tanah simbok yang kita jual? Sudah berapa petak, sawah yang sudah kita gadai? Sudahlah man, kita sudah punya kehidupan sendiri-sendiri. Nikmati masa tuamu man. Jangan harta saja yang ada di otakmu. Toh, biar rumah itu buat si sudi sama anaknya aja nggak apa-apa. Itung-itung sedekah." Jelas pak ngatno sembari memasang kembali umpan ke kail pancing.
"Hufttttt...Sejak kapan kamu jadi kiai, kang? Kamu juga dulu sama seperti aku. Kita sama-sama busuknya kang. Ingat, aku masih memegang semua rahasiamu kang." Gerutu pak iman mencengkram jorannya kuat-kuat menahan emosi.
"Apa kamu lupa? Aku juga memegang semua rahasiamu man. Jangan pernah mengancam aku dengan sesuatu yang mengada-ada." Ancam pak ngatno balik.
"Aku sedang berusaha berubah man. Aku wedi (takut) sama azabnya gusti pengeran. Tobat man tobat. Hilangkan sifat rakusmu itu." Ucap pak ngatno menasihati adiknya itu. Ia tahu betul bagaimana sifat dan watak adiknya.
Syutttt... plungg...
(Suara benda jatuh ke dalam air)
"Lho..mau kemana kamu man? Kenapa pancingmu di buang ke sungai? Nggak jadi mancing?" Tanya pak ngatno kala melihat adiknya itu bangkit dengan kasar dan berlalu pergi meninggalkannya.
"Ora napsu mbek ceramahmu. (tidak bernafsu dengan ceramahmu)." Ketus pak iman berlalu dengan berjalan sambil bersungut-sungut.
"Iman..iman..kapan kamu akan berubah?" Lirih pak ngatno masih setia duduk di pinggir sungai yang tenang.
"Strike baby!!!!" Teriak heboh pak ngatno saat umpannya di tarik lemah oleh ikan berukuran satu jempol berwarna hijau di bagian ekornya.
Sementara di sisi lain...
"Bisa-bisanya malah ceramah! Dan akhirnya selalu begitu. Aku selalu kalah jika beradu debat dengan kang ngatno. Tobat? Mbok pikir (apa dipikir) kita bisa beli beras, beli mobil, bangun rumah dengan kata tobat?" Gerutu pak iman sepanjang jalan. Ia berjalan sembari sesekali menendang-nendang angin saking kesalnya.
"Apa aku nyari pesugihan saja yo." Ujar pak iman terhenti langkahnya dan berpikir sejenak.
"Ah nanti tak coba tanya ki gareng nanti malam. Aku juga mau nanya soal kang ngatno. Bagaimanapun jika tanpa kang ngatno, semua rencanaku akan sia-sia." Ucap pak iman berlalu pergi dari sana dan bergegas pulang mengendarai motor bututnya.
.
.
.
.
.
.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Yuli Eka Puji R
weehhhh.... di baab sebelumnya usia pernikahan 1,5thn masa anaknya juga 1,5thn juga emang pas nikah hbs lahiran apa gimana thor tlong di koreksi biar cerita fiksinya biar kaya nyata biar lebih bagus lg
2023-01-10
0