Dua hari kemudian, Tara sudah sembuh dari sakitnya, dan sudah kembali bergabung dengan teman-teman KKN di pinggir sawah.
"Ciee cieee... pengantin baru... mengeram terus, rupanya loe hajar terus ya? Bini loe, supaya cepat menetas" Ananta terkekeh.
"Somplak loe! memang bini gw Ayam!" Tara bersungut-sungut.
Keke yang berdiri di samping Ananta mendelik kesal mendengar banyolan kedua sahabatnya yang tidak ingin ia dengar.
Sekarang kamu boleh bersenang-senang Tara! Tapi kita lihat saja, nanti.
"Jangan ngebacot, loe Ta!" Tara mendorong kening sahabatnya dengan telunjuk.
Para warga yang sedang kerja bakti hanya geleng-geleng mendengar banyolan mahasiswa itu.
"Selamat pagi Pak," sapa Tara kepada bapak-bapak yang sedang membuat saluran air yang akan di salurkan ke sawah.
"Selamat pagi..." warga itu menjawab kompak.
"Pak, hari minggu, apa kira-kira ada yang bisa membetulkan tempat tidur yang roboh?" tanya Tara.
"Ahahaha... pasti loe terlalu kuat sampai tempat tidurnya roboh," potong Nanta heboh.
Tara melotot tajam, seraya mengacukan tinju. Sementara Keke tersenyum miring.
"Saya bisa, Dek," bapak yang mengenakan topi hitam menjawab.
"Baiklah... saya tunggu hari minggu, Pak. Oh iya, satu lagi, barang kali ada yang bisa mengebor sumur, saya mau pasang pompa air," Tara berniat memasang pompa agar istrinya tidak kecapean.
"Ada Nak, Tara. Pak Umar, yang biasa mengebor sumur, rumahnya di dekat rumah saya, nanti saya sampaikan," ujar pak Agus.
"Terimakasih Pak Agus," pungkas Tara, lalu bersama teman-teman membuka buku laporan penelitian pembuatan saluran air, kemudian memindahkan data ke laptop untuk membuat laporan yang akan di serahkan pada dosen nantinya.
"Dip" sapa Keke itulah panggilan Keke pada Tara. Seketika Tara menghentikan kegiatanya, menengadah menatap Keke.
"Kenapa, ada yang salah?" Tara pikir masalah laporan yang akan di bahas, Keke.
"Nanti selesai ini, jangan pulang dulu, aku mau bicara sama kamu Dip,"
"Okay..." jawab Tara pendek.
Siang harinya. "Dip kita cari tempat makan yuk, sekalian gw mau bicara," Keke menagih janjinya.
"Jangan sekarang Ke, nanti sore saja, gw sudah janji sama istri, makan siang bareng," Tara menjawab santai.
Hati Keke merasa sakit mendengar jawaban Tara. Keke menatap kepergian Tara matanya berair.
"Ke, kita-kita mau cari makan siang, loe ikut nggak?" tanya Ananta. Ia sudah siap berangkat dengan teman-teman yang lain.
"Gw nggak lapar!" ketus Keke, meninggalkan Ananta dkk, yang hanya saling pandang satu sama lain.
******
"Assalamualaikum..." Tara sudah sampai di rumah.
"Waalaikumsalam..."
Bulan tersenyum menyambut kedatangan suaminya, menyandak tangan kekar itu menempelkan di hidung.
Tara mengusap kepala istrinya lembut. Rasa bahagianya membuncah, begini rasanya menjadi suami, disambut sang istri dengan senyuman membuatnya terharu.
"Ibu kemana?" Tara mengedarkan pandanganya namun tidak melihat sang mertua.
"Ibu sedang di sumur Bang, sebentar lagi masuk kok, sekarang kita makan dulu, sudah aku siapkan," Rembulan mengait jemari suaminya.
Tara lagi-lagi mengulas senyum merekah bidadari surganya kini telah menyambut.
"Nak Tara sudah pulang?" Fatimah menghampri mereka.
"Hanya sebentar Bu, nanti selesai makan, saya kembali lagi,"
"Oh," Fatimah duduk di depan anak dan menatunya. Kemudian makan bersama diselingi obrolan kecil tentang makanan.
"Bu, Tara berniat memasang pompa air, agar Bulan dan Ibu tidak kesulitan lagi," Tara memulai pembicaraan.
Fatimah maupun Bulan, menatap wajah Tara cepat.
"Abang serius? Pompa air berikut memasang, mahal loh, sampai 3 jutaan loh," Bulan tentu tidak ingin membebani suaminya.
"Iya Lan, aku tahu masalah itu tenang saja, aku sudah siapkan dananya,"
"Tapi... sebaiknya Nak Tara, ijin orang tua kamu dulu, khwatir beliau tidak memberi ijin," bu Fatimah memotong pembicaraan. Fatimah tidak ingin terjadi masalah di kemudian hari.
"Benar yang dikatakan Ibu, Bang," Bulan pun berpikiran sama dengan ibunya.
"Ibu sama Bulan, jangan khawatir," pungkas Tara. Selesai makan dan shalat. Tara kembali ke sawah disana masih sepi.
"Nak, Tara... tadi Pak Agus bilang, saya disuruh menemui kamu,"
"Oh Bapak ini, Pak Umar ya?" Tara sudah tanggap.
"Betul Nak," Umar menepuk pundak Tara.
"Mari duduk dulu Pak, yang lain belum ada yang datang, jadi kita bisa ngobrol dulu," Tara duduk di bawah pohon yang rimbun dan teduh. Di susul pak Umar.
Keduanya membicarakan tentang memasang pompa. "Kalau menurut saya sih, tidak usah ngebor lagi Nak Tara. Bu Fatimah kan sudah punya sumur tinggal pasang saja, selain menghemat biaya, sumur itu jangan di tutup, kalau sewaktu-waktu mati lampu kalian bisa nimba," usul pak Umar.
"Oh gitu Pak," Tara mengangguk-angguk.
"Sekalian Pak Umar, saya juga ingin Bapak, merapikan kamar mandi, di tembok biar tertutup rapat, dan sekalian pasang keran," Tara rupanya ingin membahagiakan istri dan mertuanya.
"Baik Nak, mulai besok, biar orang-orang saya, mengerjakan semuanya." Pembicaraan berakhir. Dua pria yang berbeda generasi itu berjabat tangan tanda setuju.
Sore harinya pulang dari sawah Tara mengajak Ananta ke ATM yang berada lumanya jauh, yakni di kabupaten. Keke pun ikut serta.
*******
Di salah satu perusahaan perorangan yang bergerak dibidang properti, pria berusia 50 tahun alis tebal, sedikit congak, sudah bersiap-siap hendak pulang. Namun netranya melebar kala melihat notifikasi di komputer. Pasalnya, putra semata wayangnya menarik dana sebesar 15 juta.
"Untuk apa lagi anak ini, menarik dana? Bukankah baru seminggu yang lalu menarik dana sampai 100 juta," pria itu bergumam, berdecak kesal. Ya, pria itu adalah Bisma Bumantara papa Tara.
Pria itu mengangkat gagang telepon memencet tombol menekan 8 digit angka menghubungi seseorang. Setelah tersambung, pria yang masih tampan di usianya saat ini, menyampaikan sesuatu lalu kembali meletakkan gagang telepon.
Pria itu kemudian mematikan komputer, lalu beranjak dari duduknya di kursi kebesaran. Ia ambil jas yang tersampir di kursi mengenakan kembali lalu keluar dari ruangan sambil menjinjing koper kecil.
"Tono..." sapa nya kepada sang supir yang sedang ngobrol di parkiran bersama teman-teman seprofesi.
"Siap, Tuan." Tono berjalan cepat masuk ke dalam mobil. Mobil pun melaju sedang tidak lama kemudian sampai di rumah.
Pria itu segera masuk ke dalam rumah, setelah di bukakan pintu oleh ART, membiarkan supir yang sedang memasukan kendaraan ke garasi, kemudian menjatuhkan bokongnya di sofa.
"Papa lelah sekali," Maya sang istri menyambutnya, lalu duduk di samping suaminya yang sedang memijit-mijit pelipis.
"Papa sakit?" Maya mengulangi pertanyaan karena suaminya tidak menjawab.
"Anak kamu itu loh May... seminggu yang lalu menarik dana 100 juta. Terus tadi sudah menarik lagi 15 juta, buat apa coba!" ketus Bisma.
"Masa sih... yang benar Pa? Mama tidak percaya?" May tidak yakin jika putranya menarik uang tidak ijin dulu sebab biasanya tidak pernah.
"Papa takut May... kalau sampai uang itu di salah gunakan bagaimana?" Bisma memejamkan mata berpikir yang tidak-tidak.
"Maksud Papa?" Dahi Maya berkerut.
"Kalau sampai di salah gunakan bagaimana May? Misalnya narko-"
"Stop Pa!" potong Maya, tidak boleh suaminya melanjutkan pembicaraan yang tidak ingin maya dengar.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
VLav
tara blom bisa cari uang dewe, hambur2 dewe bisa
2022-12-06
0
Astuty Nuraeni
cieee cieee
2022-12-05
1
Maya●●●
aku mampir lagi kak.
1 iklan mndarat untukmu😁
2022-11-26
1