Freya menginjakkan kakinya pertama kali di Tanah Sulawesi. Ia sudah tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Jantungnya berdebar kencang saat melihat sekitar. Semua terasa asing, walau aktivitas di sana terlihat sama seperti Bandara pada umumnya. Freya menunggu kopernya dengan sabar. Ia menghubungi Grace dan menanyakan perihal keluarga yang katanya akan datang menjemput. Grace mengatakan kalau keluarganya itu sudah di depan. Grace memberikan ciri-cirinya.
Freya mengangkut koper dan tasnya ke atas troly. Barang bawaannya cukup banyak. Karena ia tidak mungkin bolak-balik ke Kotanya. Itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Freya mengedarkan pandangan saat sudah berada di pintu kedatañgan. Ia mencari sosok yang dimaksud Grace. Pria mengenakan kemeja flanel kotak-kotak berwarna khaki dan jeans biru muda.
Freya menemukan pria dengan ciri-ciri tersebut. Ia pun mendekat untuk memastikan bahwa dia adalah orang yang dicari.
Langkah freya terhenti saat pria itu menatapnya.
Freya menganga melihat pria itu. Jantungnya hampir saja copot."Oh, Mas Bintang?" Freya baru ingat kalau di Kota inilah Bintang berdomisili. Jadi, mungkin saja ia dan Bintang berpeluang untuk bertemu.
"Hai, Freya~apa kabar?"tanya Bintang basa-basi. Pergerakannta terlihat tidak begitu tenang.
"Baik, Mas. Kebetulan sekali kita ketemu di sini,"kata Freya dengan wajah merah.
Bintang membuang pandangannya sekilas. Kemudian meraih troly dari tangan Freya."Ayo."
"Loh, kok~saya lagi nunggu orang, Mas. Katanya masih saudaranya Mbak Grace." Freya bingung karena trolynya diambil alih oleh Bintang.
Bintang tertawa kecil."Hah, yang dimaksud dia itu aku. Memangnya Mbak Grace punya saudara di sini?"
Freya mematung seperti orang bodoh. Ia merasa sedang dipermainkan oleh Grace. Jika sejak awal ia tahu kalau orang yang dimaksud adalah Bintang, ia pasti akan menolak. Suasana ini benar-benar canggung. Ia sama sekali tidak tahu harus bersikap bagaimana."Aku benar-benar tidak tahu kalau orang yang dimaksud adalah Mas Bintang."
"Tidak apa-apa. Lagi pula aku nggak merasa keberatan. Selamat datang di Kota ini, Freya. Ayo kita berangkat. Kamu harus istirahat,"ajak Bintang.
Freya mengangguk. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Irama jantungnya berdebar tak karuan.
Bintang mendorong Troly. Langkah pria itu terhenti dan menoleh."Ayo, Freya!"
"Eeh~iya, Mas." Freya berlari kecil mengejar Bintang. Wanita itu menyumpahi Grace di dalam hati. Ia sama sekali tidak berpikir kalau Grace akan minta tolong Bintang. Padahal bisa dikatakan mereka adalah orang asing.
Barang-barang Freya sudah masuk ke mobil. Freya masuk ke mobil Bintang. Aromanya sangat wangi dan khas. Ini pasti aroma parfum Bintang yang menempel.
"Terima kasih sudah membantu, Mas,"kata Freya canggung.
"Sama-sama. Kamu udah makan?"
Freya menggeleng."Belum, Mas. Tapi, nanti saya makan kalau sudah di kost-an aja."
Bintang melihat jam tangannya."Oke."
Freya meremas tangannya sendiri. Ia tidak tahu memulai pembicaraan lagi. Tapi, ia juga merasa tak enak hati jika terus berdiam seperti ini. Namun, pada kenyataannya mereka terus diam sampai Bintang memasuki sebuah komplek perumahan. Ada deretan rumah yang menurut Freya sangat mewah.
Freya melihat keluar jendela. Ia cukup takjub melihat rumah-rumah cantik itu."Apa saya ngekost di sini, Mas? Lumayan mahal kayaknya."
Bintang tidak menjawab. Ia mengklakson di depan pagar. Tak lama kemudian pintu terbuka. Mobil pun masuk dan terparkir dengan sempurna di garasi.
Freya menatap Bintang menanti jawaban."Mas~"
"Hmm~ini rumah saya. Kamu tinggal di sini saja,"kata Bintang serius. Ada sedikit rasa malu karena ia harus mengatakan hal ini langsung. Tapi, ia hanya ingin menolong Freya, tentunya atas permohonan Grace.
"Tap~tapi~" Freya panik,"saya ngkost aja, Mas. Saya ada uang kok."
"Di rumah ada asisten rumah tangga kok. Saya juga jarang di rumah. Rumah lebih sering kosong. Daripada kamu ngkost,kamu juga asing sama tempat ini, bahaya. Kalau di rumah ini, kamu bisa tanya-tanya sama Mbak Ida. Ayo turun." Bintang turun cepat karena tak mau dirundung banyak pertanyaan. Ia membuka pintu belakang mobil dan menurunkan barang-barang Freya.
Freya ikut menurunkan tasnya. Ia terus menatap Bintang karena merasa bingung."Saya nggak enak sama orang tua Mas."
"Orang tua saya tinggal di Surabaya, Freya." Bintang menatap Freya datar,"ini benar-benar nggak apa-apa. Kalau kamu sudah akrab dengan suasana Kota ini, kamu boleh pindah. Tapi, untuk sementara kamu tinggal di sini saja."
"Apa ini permintaan Mbak Grace?"
Bintang mengangguk diikuti helaan napas berat."Ayo masuk. Sudah malam dan harus istirahat."
Bintang membawa Freya ke kamar kosong. Ia sudah menyuruh asisten rumah tangganya membersihkan kamar tersebut. Ia juga membuat suasana kamar terlihat nyaman dengan memberikan sentuhan 'wanita' di dalamnya."Ini kamar kamu, Frey. Anggap aja kamar sendiri."
"Ini terlalu bagus, Mas. Ini kamar Adik atau Kakak mas Bintang?"
Bintang meletakkan koper dan barang lainnya ke sudut kamar. "Bukan. Mereka nggak tinggal di sini. Ini rumahku pribadi. Kapan kamu mulai kerja?"
"Besok, Mas."
"Oke. Ayo kita turun dulu." Bintang memberi isyarat agar mengikutinya. Pria itu membawa Freya ke ruang makan,"Frey, perkenalkan ini Mbak Ida. Dia sudah lama ikut keluargaku. Mbak ida yang bantu-bantu aku selama di sini."
Freya tersenyum pada wanita yang diperkirakan berusia empat puluh tahunan itu.
"Mbak, ini Freya. Untuk sementara dia tinggal di rumah ini. Semoga kalian bisa akur dan bekerja sama." Bintang memperkenalkan seadanya saja. Ia sudah menceritakan perihal Freya sebelumnya. Wanita itu juga langsung mengerti dengan situasi yang terjadi.
"Baik, Mas~ makanan sudah saya siapkan untuk Mbak Freya dan Mas Bintang."
"Saya makan nanti aja. Freya, kamu harus makan karena habis perjalanan jauh. Setelah makan kamu langsung istirahat ajà. Besok pagi, aku bakalan antar kamu ke kantor." Bintang berkata dengan tegas dan jelas. Sepertinya pria itu sedang sibuk hingga bicara seperlunya saja.
"Saya makan duluan?"
"Ayo, makan sama saya saja, Mbak Freya,"ajak Mbak Ida membuat Freya sedikit lega.
"Terima kasih, Mbak Ida."
Bintang tersenyum lega melihat keduanya bisa berinteraksi. Ia tidak perlu berbuat banyak karena ia juga merasa malu. "Selamat makan dan istirahat, Freya. Saya pamit ke kamar dulu."
"Terima kasih, Mas Bintang." Freya menatap punggung Bintang yang semakin lama semakin mengecil. Wanita itu pun duduk untuk menikmati santap malam. Ini adalah hal yang sangat disyukuri Freya. Ia mendapatkan bantuan dari orang yang bahkan tidak ia kenal dengan baik. Tapi,Freya sangat yakin kalau Bintang adalah orang yang baik.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments