Meski Lampard adalah ketua mafia Black Horizon bagian Asia. Lampard tidak sekejam itu terhadap anak-anak. Lampard sangat mencintai anak-anak. Hampir setiap bulan Lampard selalu menyalurkan dana untuk membangun panti asuhan. Terkadang Alexa mengajak Lampard dan ketiga anak-anaknya mengajarkan mereka untuk saling berbagi.
"Akhir-akhir ini berita penculikan anak semakin marak," celetuk Ian.
"Itulah yang aku takutkan," jawab Lampard yang memijat keningnya.
"Apakah kakak takut jika salah satu dari mereka diculik lalu Alexa berubah menjadi singa betina?" tanya Ian.
"Apakah kamu tidak ingat dengan singa jantannya? Jika mereka menjadi satu kemungkinan besar akan terjadi penghancuran yang nyata," jawab Lampard mengingat Martin menjadi iblis.
Sejam berlalu.
Lampu operasi pun akhirnya padam. Tak lama ada seorang dokter melihat Lampard. Dokter itu segera mendekati Lampard dan membungkuk. Setelah itu sang dokter menyapa Lampard, "Selamat siang tuan Lampard."
"Bagaimana perempuan itu? Apakah perempuan itu mati?" tanya Lampard.
Dokter itupun mengerti apa yang ditanyakan oleh Lampard. Di mata penghuni rumah sakit itu Lampard adalah pria bisa dikatakan tidak ramah alias arogan. Kemudian si dokter itu menceritakan keadaan perempuan itu baik-baik saja. Dokter itu memuji kalau perempuan itu sangat kuat. Saat Lampard mendengar penjelasan dari dokter itu. Lampard menjadi sangat malas dan berharap perempuan itu mati.
"Apakah kamu sudah selesai membahas perempuan itu?" tanya Lampard dengan nada dingin.
Kemudian sang dokter itupun merasakan sekitarnya dingin. Dokter itu segera meminta maaf kepada Lampard dan meninggalkannya. Sedangkan Ian hanya menghela nafasnya dan ingin membanting si bosnya itu. Bagaimana tidak dokter tadi membahas tentang keadaan pasien malah dimentahkan begitu saja.
"Bisakah kakak ramah terhadap perempuan selain mama, kak Winda dan Alexa?" tanya Ian.
"Why?" tanya Lampard balik.
"Beberapa bulan terakhir ini kakak enggak bisa ramah lagi terhadap perempuan," jawab Ian. "Apakah kakak masih mengingat kejadian itu?"
"Jangan bahas masalah itu lagi!" geram Lampard.
Beberapa saat kemudian datang suster dengan ketakutan. Suster itu menatap Ian sambil menunduk dengan nada bergetar.
"Tuan," panggil suster itu.
"Ada apa?" tanya Ian dingin.
"Ada orang yang memakai baju serba hitam menyerang rumah sakit," jawab suster itu.
"Apa!" pekik Ian.
"Minggirlah! Biar aku yang menanganinya!" geram Lampard.
Lampard bersama Ian segera masuk ke dalam rumah sakit. Beberapa suster sudah terkapar di lantai dengan bersimbah darah. Ian langsung menarik baju Lampard untuk berhenti sejenak. Dengan geramnya Lampard hampir saja membanting Ian. Ian hanya bisa menghembuskan nafasnya sambil berkata, "Sabar bro. Tenang dulu jangan terburu-buru."
"Maksudnya?" tanya Lampard dengan suara meninggi.
"Mobil mereka berada di depan sini. Bukannya kamu sudah menembak ban mobil itu semuanya?" tanya Ian lagi.
"Lalu bagaimana dengan keadaan di dalam?" tanya Lampard lagi.
"Yang kamu katakan benar. Kok aku enggak bisa berpikiran seperti itu," jawab Ian yang terlambat berpikir.
"Kamu harus mengecek CCTV lobi itu. Hingga masuk ke dalam lift. Aku ingin tahu tujuan mereka ke mana. Tujuan apa mereka ke sini!" titah Lampard.
Dengan cepat Ian mengambil ponselnya. Ian mengecek CCTV arah lobi dan mencari keberadaan mereka. Tak lama Ian menarik Lampard, "Ayo! Mereka beranda di lantai ini!"
Mereka menuju ke tempat di mana beberapa orang itu berada. Dengan panduan Ian, Lampard mengecek pistolnya dan menghitung seluruh pelurunya, "Mudah-mudahan cukup untuk menghabisi para bedebah itu!"
Lampard tidak habis pikir, kenapa tiba-tiba saja rumah sakit diserang. Akhir-akhir ini Lampard sudah tidak memiliki musuh. Bahkan sekarang ini Lampard bisa menikmati hidup tenang. Meski hidup tenang tapi Lampard selalu waspada.
"Ada di mana mereka?" tanya Lampard.
"Belok kiri lurus ke depan," jawab Ian yang memandang layar ponselnya.
Mereka menuju ke sana lalu melihat beberapa orang yang menghabisi para suster secara brutal. Lampard yang melihat kejadian itu langsung menghadiahi sebuah bogem mentah ke arah pengawal sedang diam.
Bugh!
Satu pukulan keras menghantam kepala orang itu. Hingga beberapa orang yang sedang berdiri jatuh tersungkur. Kemudian mereka melihat Lampard dan menghajarnya. Salah satu dari mereka berteriak dan mengejek Lampard.
"Jangan jadi sok pahlawan!"
Dengan geramnya Lampard menghajar orang itu. Tiba-tiba saja wajah Lampard berubah menjadi iblis. Matanya menyalang dan menatap mereka penuh dengan kemurkaan. Setelah itu Lampard menarik salah satu dari mereka kemudian mematahkan tubuh itu sampai terdengar hingga terdengar ke telinga.
Krakkk!
Lampard segera membuangnya ke lantai. Mereka menyerang Lampard secara membabi buta. Namun Lampard memukul lambung mereka. Hingga jatuh tersungkur dan merenggangkan nyawanya. Setelah selesai membuat mereka tidak bernyawa, Ian segera mengajak Lampard menuju ke ujung lorong.
"Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut denganmu!" jerit perempuan itu.
Langkah Lampard terhenti dan melihat perempuan itu ditarik oleh pria itu. Namun pria itu mendorong perempuan itu. Namun dengan cepat Lampard segera memegangnya, "Dasar bedebah!"
Pria itu mengambil pistolnya dan mengarahkan ke arah Lampard. Lalu dengan cepat Ian menangkisnya memakai kaki. Tetapi pria itu tidak terima dengan perlakuan Ian. Akhirnya pria itu dengan cepat menyerang Ian.
"Kak... Selamatkan perempuan itu terlebih dahulu! Biarkan aku menghajar pria bedebah ini!" seru Ian.
Lampard menggendong perempuan itu dan masuk ke dalam ruangan. Dengan penuh kelembutan Lampard membaringkan perempuan itu.
"Terima kasih tuan," ucap perempuan itu.
Sementara Ian masih bertarung menghadapi pria dan memukulnya. Hingga pria itu jatuh tersungkur dan segera meninggalkan Ian. Ian memanggil beberapa pengawalnya untuk membersihkan kekacauan terjadi. Setelah memanggil para pengawalnya Raka datang dan bertanya kepada Ian, "Ada apa?"
"Ada penyerangan secara mendadak di rumah sakit," jawab Ian.
"Siapa mereka?" tanya Raka.
"Aku kurang tahu," jawab Ian.
Ian mengajak Raka ke tempat kejadian tadi. Ian menceritakan kronologi penyerangan secara mendadak. Lalu sampai saat ini Ian belum tahu apa motifnya.
Sesampainya di sana Ian melihat beberapa mayat yang bergelimpangan. Ian meminta sarung tangan milik Raka. Raka pun memberikannya, "Jangan sampai sidik jarimu menempel di sana."
"Aku malas sekali berhubungan dengan polisi," kesal Ian kemudian jongkok di depan mereka.
Ian mengecek salah satu mayat secara teliti. Tetapi Ian terkejut karena melihat tato lambang X di belakang leher orang itu. Ian masih penasaran dengan tato itu dan mengecek semuanya. Ternyata benar mayat-mayat itu memiliki tato yang sama. Ian segera berdiri dan menatap wajah Raka. Merasa ditatap seperti itu Raka membuang wajahnya sambil memprotesnya, "Jangan melihatku seperti itu kak!"
"Aku tidak melihatmu seperti itu. Kamu tahu mereka memiliki tato berlambang X," ucap Lampard.
"Apa?" teriak Raka.
"Ayo ikut aku! Beberapa menit lagi para pengawal datang untuk membersihkan mayat itu!" ajak Ian.
Ian mengajak Raka menuju ke ruangan VIP. Sepanjang perjalanan bayangan Ian berkecamuk. Ian masih memikirkan lambang X itu apa? Dari organisasi mana? Siapa mereka dan tujuan utama apa hingga menyerang rumah sakit? Ian berpikiran kalau masalah ini tidak beres. Hingga Ian bertemu dengan Lampard yang sedang duduk di kursi penunggu.
"Siapa mereka?" tanya Lampard.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 423 Episodes
Comments
Mr. Turtore.
Terima kasih atas sarannya... nanti aku coba revisi lagi...
2022-10-22
2