Sudah berhari-hari sejak malam nahas itu, pria tampan itu belum juga menunjukan tanda-tanda akan membuka matanya. Ia masih betah dalam tidurnya.
Tiara dan Pak Aris masih terus berusaha memberikan pertolongan terbaik pada pria asing itu. Bahkan Pak Sifuh pun melakukan tindakan dengan keahliannya memberi obat ramuan secara berkala.
"Ughhh!!"
Pak Sifuh dan Pak Aris menoleh pada asal suara yang terdengar berat itu. "Syukurlah, anda sudah siuman Tuan." Ucap Pak Sifuh sembari mengukir senyum.
Sementara Pak Aris turut mengucap syukur dengan menangkupakn kedua tangannya. Ia mendekati ranjang. Pak Sifuh mengerti, ia bergeser memberikan ruang untuk Pak Aris.
"Apa yang Tuan rasakan, bagian mana yang sakit?" Tanya Pak Aris yang kini sudah duduk di bibir ranjang.
"Saya... Arghhh!!" Ringis pria itu menyentuh kepalanya. Ia mencoba untuk bangun, namun rasa pusing menjalar di kepalanya yang terasa berat.
"Pelan-pelan saja, Tuan...
Kalimat Pak Aris menggantung.
"Siapa nama anda, Tuan?" Tanya Pak Aris, ia sigap membantu pria itu yang bersikeras ingin duduk bersandar di kepala ranjang.
"Saya... saya tidak ingat." jawabnya lemah, pria malang itu terlihat kebingungan saat memikirkan jawaban yang harusnya begitu mudah diberikan. Tapi ia benar-benar tak mngingatnya.
Pak Aris melirik Pak Sifuh yang ada di belakangnya. "Ini, silahkan minum dulu." Pak Aris menyodorkan air putih. Berharap setelah ini mungkin saja pria itu akan mengingat namanya.
Namun nihil, pria itu tetap menggeleng. Semakin keras ia mencoba mengingat, ia tetap tak bisa mengingat apapun.
"Sepertinya, dia kehilangan ingatannya Pak Aris." Terang Pak Sifuh.
...*****...
"Bagaimana keadaannya sekarang paman?" Untuk kesekian kalinya, wanita cantik yang usianya belum genap 20 tahun itu terus saja mengkhawatirkan pria yang beberapa jam lalu terbangun dari tidur panjangnya.
Selama hampir 4 hari, pria yang kini tengah berusaha mengingat segala kejadian yang menimpanya itu masih diperiksa oleh tetua di sana.
Dengan ramuan khas yang berbahan dasar berbagai dedaunan milik penduduk setempat. Perlahan luka-luka yang berada hampir di seluruh tubuhnya itu, terus menunjukan penyembuhan.
"Aryan sudah jauh lebih baik Ra." Pak Aris menjawab dengan senyum yang sejak tadi tak memudar.
Tiara mengernyit, Aryan? apa itu nama milik pria asing tersebut? tapi terdengar sangat familiar bagi Tiara.
"Aryan?" Tanya Tiara.
"Maksud paman, pria itu. Pria itu sepertinya dia kehilangan ingatannya Tiara." Terang Pak Aris, entah dia harus bersedih, atau bahagia.
Ia turut berduka atas musibah yang menimpa pria dewasa yang berbadan tegap dan gagah itu. Tapi ia juga merasa bahagia karna ia bisa menganggap pria itu sebagai anaknya yang telah tiada. Sosoknya tak jauh berbeda dari sang anak, terlebih usia keduanya terlihat sebaya.
Tiara mengerti, pamannya sedang teringat pada mendiang anaknya yang bernama Aryan.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?" Tiara menghampiri Aryan, ia duduk di tepian tempat tidur yang digunakan pria itu.
Pria yang kini tengah bersandar di kepala ranjang itu mengarahkan pandangannya pada suara yang mengalun lembut.
Wanita itu menatapnya. Bulu mata lentik, dengan netra coklat terang itu terlihat begitu indah di pandang mata, sorot matanya memiliki kecantikan bak bunga mawar yang sedang merekah.
"Perkenalkan, ini Tiara. Keponakan saya." Itu suara pak Aris, ia baru kembali setelah 15 menit yang lalu mengantarkan Pak Tetua kembali ke rumahnya.
"Tiara... Mutiara Anandhita." Tiara mengulurkan tangannya.
"Nama saya...
"Aryan kan? Paman Aris sudah cerita semuanya, tidak apa-apa Tuan, pelan-pelan saja mengingatnya." Tiara segera menyela, ia menampilkan senyumnya. Senyum yang bagaikan sinar matahari di musim semi.
"Mutiara.." gumamnya pelan. Ya, dia secantik mutiara. Sangat indah.
...*****...
Tiara dengan telaten membantu Aryan memakai kembali pakaiannya. Keadaan pria itu masih sedikit lemah namun karna usianya yang terbilang muda, membuat pemulihannya tergolong cepat.
Setelah hampir beberapa minggu ke belakang Pak Aris lah yang selalu membantunya jika ingin ke kamar mandi. Namun akhir-akhir ini Aryan sudah bisa membersihkan tubuhnya sendiri, makan dengan tangannya sendiri, dan berjalan perlahan sekedar untuk keluar kamar.
"Terimakasaih, saya bisa sendiri!" cegah Aryan menahan tangan Tiara yang hendak membantu mengancingkan celananya.
Ah. Ini memalukan!.
Tiara hanya melakukan tugasnya seperti biasa, ia sama sekali tidak bermaksud berbuat kurang ajar terhadap pria yang belum lama ia kenal. Tapi sepertinya Aryan mulai tidak nyaman dengan bantuannya. Ini membuat Tiara dan Aryan menjadi sedikit canggung.
"Maaf. Aku hanya ingin kembali terbiasa menggunakan seluruh indera penggeraku, agar tidak lagi terasa kaku." Ujar Aryan lembut, ia tak enak hati setelah melihat raut wajah sang wanita tampak merasa bersalah.
"A...iya, aku mengerti. Kalau begitu aku tinggal sebentar." Tiara tersenyum kecil, malu karna sebelumnya ia sempat berfikir yang tidak-tidak. Apa sekarang pipinya terlihat memerah? jangan sampa Aryan melihatnya, ia harus segera keluar.
"Tunggu!" cegah Aryan mencekal lembut pergelangan tangan Tiara.
Perasaan apa ini? kenapa tubuh Tiara rasanya panas dingin. Jantungnya berdebar lebih kencang, sentuhan lembut pria itu merubah laju darah Tiara mengalir tak beraturan.
"Terimakasih Tiara, aku berhutang banyak padamu dan Pak Aris. Aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku jika mereka tak menemukanku. Kau tau, aku sangat beruntung dipertemukan dengan orang-orang baik seperti kalian." tutur Aryan, ucapannya begitu tulus menyentuh hati Tiara.
Aryan sendiri tak bisa memungkiri, Tuhan begitu baik padanya hingga bisa bertemu dengan gadis sebaik dan secantik Tiara. Wanita itu sudah seperti seorang istri yang senantiasa mengurus keperluan suaminya. Hingga Aryan nyaman dibuatnya.
Tiara tersenyum lembut, ia kembali duduk di samping Aryan yang kini duduk dengan kaki menjuntai ke lantai.
"Tuan, apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Tiara hati-hati. Ia tak ingin mengejutkan sang pria hingga dianggap tidak sopan.
Aryan bergumam pelan, ia siap mendengar hal apa yang akan ditanyakan Tiara.
"Kau yakin tidak ingat apapun Tuan, apa... apa kau tidak ingat dimana kau tinggal sebelumnya?"
Pria itu menggeleng lemah. Kemudian meraih tangan Tiara dan menggenggamnya.
"Bisakah kau tidak bersikap sesungkan ini padaku? buat dirimu senyaman mungkin. Hm?"
Ya, apa salahnya jika mereka mengakrabkan diri. Aryan tak ingin lagi ada kecanggungan antara dirinya dan Tiara. Itu membuatnya tak nyaman.
Tiara mengangguk malu-malu, haruskah Aryan menggenggam tangannya ketika sedang berbicara?ini terlalu dekat.
"Haruskah aku memelukmu, agar kau lebih rileks?" tanya Aryan setengah menggoda wanita yang sejak tadi menundukan pandangannya.
Mendengar hal itu, sontak Tiara menatap Aryan yang kini tengah menyunggingkan bibirnya, pria itu tersenyum manis.
Aryan bisa merasakan sedingin apa tangan Tiara saat ini, Tiara selalu segugup itu ketika berhadapan dengannya.
"Kau menggodaku Tuan." ucap Tiara, keduanya tertawa pelan. Kecanggungan itu pun perlahan memudar begitu saja.
...Tbc......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sheninna Shen
Kakkk, aku ninggalin mawar biar makin semangat
2023-03-15
2
꧁🦋⃟⃟ ˢⁿ᭄𝔎𝔄𝔉𝔎𝔄𝔎꧂
nm aslinya siapa anna,, soal nya itu nma ank pak aris ya
2023-02-20
1
〈⎳ HIATUS
yah amnesia pula
2023-02-06
1