Cinta adalah rasa yang paling indah yang manusia punya. Tapi cinta juga rasa yang paling berbahaya, banyak orang sanggup menyakiti pasangannya atas nama cinta.
⚘⚘⚘⚘⚘
Dina merenggangkan tubuhnya sesaat, sebelum membuka matanya. Alarm pada ponselnya sudah berdering dua kali. Pertanda subuh akan datang sebentar lagi.Seberapa pun malasnya, untuk ibadah satu ini tak bisa Dina tinggalkan.
Dengan mata separuh terpejam, Dina turun dari tempat tidur. Melangkah ke kamar mandi, bersihkan diri, berwudhu, lalu menunaikan salat subuh.
Dina masih betah duduk bersila berbalut mukena, ada banyak doa yang sedang dia mohonkan pada sang pencipta. Memohon kebahagian, untuknya, orang tuanya dan orang-orang yang dia sayangi.
Setelah puas bermunajat. Dina bersiap untuk menemui Pak Tama, sebab menurutnya hari ini ada beberapa pertemuan dengan kliennya, sebelum acara gathering yang baru akan dilaksanakan besok pagi.
Tepat setelah Dina selesai berpakaian Pak Tama menghubungi melalui saluran telepon.
"Sudah selesai?" suara berat Pak Tama terdengar di ujung telepon.
"Sudah Pak saya baru akan menuju ke sana."
"Saya tunggu di lobby." ucapnya lalu mematikan panggilan telepon.
Tergesa Dina menyusul Pak Tama di lobby. Pria berwajah tampan itu terlihat sedang duduk di sofa, sembari memangku laptop yang menyala. "Saya sudah siap pak." lapor Dina begitu sampai di depan Pak Tama.
"Tunggu sebentar. Sopir saya belum datang." sahutnya tanpa berpaling dari laptop di pangkuannya.
Dina mengangguk, bola mata beningnya menatap pria di depannya penuh binar. ada getar halus menyusup di sudut hatinya. Tetaplah setenang itu, agar dia leluasa menatap tanpa takut ketahuan.
Tak dapat di pungkiri, pesona pria itu masih saja membius hatinya. Alis yang tebal, bulu mata yang lebat juga hidung bangir yang kokoh. Dengan semua itu, pria itu menjelma bak dewa Yunani.
Tidak sampai lima menit menunggu. Sopir pak Tama datang. Mereka pun pergi meninggalkan hotel.
Ini masih sangat pagi baru pukul enam lewat sepuluh menit. mau ke mana mereka?
"Satu jam lagi kita ada meeting dengan pihak investor dan supplier." jelas Tama saat mereka sudah berada di dalam mobil.
"Saya sudah email ke kamu berkas-berkasnya." sambung Tama tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
Dina masih mencerna kata-kata Tama. Bukankah ini tugas sekretarisnya. Mengapa harus Dina yang mengerjakannya?
"Aku bawa kamu, jadi untuk sementara pekerjaan sekretaris kamu yang handle." jelas Tama. Sembari berpaling menatap Dina ada lengkungan samar di bibir tipisnya, senyuman samar yang mampu menghipnotis Dina untuk mengangguk patuh.
Tiga puluh menit kemudian, mobil mereka sampai di tempat tujuan. Tama langsung membawa Dina menemui pihak investor dan supplier yang sudah terlebih dahulu menunggu di sana.
Dina benar-benar kerja ekstra pagi ini, menyiapkan materi rapat hanya dalam waktu beberapa menit saja. Untunglah otaknya sedikit encer tugas yang diberikan Tama selesai dengan sempurna.
Dalam ruang rapat ada sekitar lima orang termasuk dia dan Tama, rata-rata mereka adalah pengusaha muda usianya baru sekitar tiga puluh sampai dengan tiga puluh tiga tahun.
Lagi-lagi Dina dikejutkan oleh kenyataan bahwa proyek yang mereka bahas sama sekali tidak ada kaitannya dengan perusahaan yang mempekerjakan Dina. ini Real bisnis Tama yang entah berada dimana.
Setelah meeting kurang lebih satu jam, Tama langsung membawa Dina breakfast, masih di tempat itu tapi di ruang yang berbeda. Kali ini hanya mereka berdua sebab beserta rapat lainnya memiliki agenda sendiri.
Dina merasakan suasana yang sama seperti dulu, dia dengan perasaannya dan Tama dengan dunianya sendiri.
Kenapa setelah sekian tahun, masih saja suasana seperti ini yang tercipta. Entah sudah berapa banyak hitungan hari dan jam dia lewati, berusaha melepas rasa yang mengikat kuat hatinya tapi nyatanya hari ini semua rasa itu datang lagi.
Tiba-tiba ponsel Dina berdering, melihat nama David tertera di layar, senyum Dina mengembang sempurna.
Penuh semangat Dina meraih ponselnya di meja tapi....
"Abaikan saja, aku tidak suka bising saat makan." ucap Tama, menghentikan gerakan Dina yang ingin menerima panggilan Pak David.
"Tapi pak itu dari pak David. Siapa tau dia ingin menanyakan sesuatu tentang berkas kantor."
Manik hitamnya menatap tajam ke arah Dina. "Apa hanya kau satu-satunya karyawan disana?"
Dina menarik nafas dalam-dalam. "Tidak pak." sahutnya mengalah. Berdebat dengan Tama sama saja dengan memukul udara, sia-sia. Kalau benar-benar penting, pak Davit pasti akan menghubunginya lagi, pikir nya.
Dari pada berdebat, dia memilih menikmati sarapan paginya sembari menatapi mahakarya yang sangat sempurna yang ada di depannya.
Pria ini masih saja memiliki kebiasaan seperti dulu, saat makan dia akan terus saja tertunduk menatapi hidangan dengan khusuk. Dia juga tidak suka bicara saat makan.
ini juga yang selalu dilakukan Dina dulu. Menatapnya diam-diam Menikmati keindahan yang Maha Sempurna, gesturnya, gerak-geriknya adalah mahakarya.
"Apa kau begitu menyukaiku?" mendadak Tama mengangkat wajahnya, menatap Dina dengan sangat tajam.
"A-apa?"
"Biasakan saat makan matamu jangan jelalatan, fokus pada hidangan." omelnya. Membuat Dina gelagapan.
"Maaf." ucap Dina sembari menundukkan kepalanya.
"Sudah begitu lama, tapi kebiasaanmu belum berubah." omel Tama lagi.
Dina tertegun perlahan mengangkat kepalanya menatap Tama yang juga sedang menatapnya. Mendengar dia masih mengingat kebiasaannya dulu, ada perasaan senang menyusup di hati Dina.
"Kau sudah dewasa tapi kebiasaanmu masih sama." cibir Tama, lalu meraih tisu menyeka mulutnya dari sisa makanan.
Dina mencebik, dasar sok tau?!
"Memangnya apa kebiasaanku?" Dina mulai memiliki keberanian mendebat Tama.
Tama tersenyum sarkas "Menatapku diam-diam saat makan. Bukankah itu kebiasaanmu?"
"Aku tidak pernah melakukan hal itu. Ucapan bapak seolah bapak mengenal saya sangat dekat."
"Dasar pengecut." cibir Tama.
"Pengecut?"
"Iya pengecut." ulang Tama.
" Sudahlah habiskan sarapanmu Aku tunggu di mobil." ucapnya lalu beranjak pergi, berjalan menuju mobil meninggalkan Dina yang masih termangu menatap punggung Tama.
Pengecut???
Bisa bisanya dia mengatai Dina gadis pengecut. Memangnya apa yang telah dilakukan pada pria kaku itu, sampai seenaknya dia menyematkan kata mengecut pada Dina.
Dina baru saja akan beranjak, tiba-tiba ponselnya kembali berdering, panggilan dari Pak David.
"Halo selamat pagi Pak."
"Pagi Din kamu di mana?"
"lagi di resto. Baru selesai sarapan pak."
"Dengan Pak Tama?"
"Iya pak."
Terdengar hembusan nafas berat dari seberang telepon. mendengar helaan nafas berat Pak David Dina merasa khawatir jangan-jangan ada beberapa berkas yang luput dari pemeriksaannya.
"Apa ada masalah dengan berkas pak?"
"Tidak ada, bukannya kemarin sudah kamu selesaikan semua. Oh ya, ngomong-ngomong Kapan kamu pulang?"
"Gathering aja belum dimulai, gimana mau pulang pak. Insya Allah besok selasa gathering kami langsung pulang Pak."
"Apa, jadi gatheringnya baru besok?"
"Iy.."
"Telepon siapa?" terdengar suara berat menimpali.
Dina menengadah menatap sosok Jangkung yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.
"loh bukannya Bapak nunggu di mobil?"
"Iya, tapi kamu gak muncul muncul jadi saya susul. Ayo cepat!"
" Baik Pak."
"Itu telepon matikan dulu."
"Ini pak David, pak."
"Saya nggak nanya, yang saya suruh kamu mematikan telepon, bukan saya nanya siapa yang telepon." Ketus Tama, lalu beranjak Pergi.
Begitu Tama pergi Dina kembali bicara dengan pak David.
"Halo pak David udah dulu ya, saya dan tempat Tama mau pulang ke hotel." pamit Dina.
"Oo, oke baiklah Dina, hati-hati ya." 'Dengan pak Tama' sambungnya dalam hati.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
kalea rizuky
dina jangan murahan jual. mahal. lah
2024-06-16
0
Heni Hendrayani🇵🇸🇵🇸🥰🥰
iya sih kalau ada orang yg sering banget mandangin agak risih giman gitu
2023-02-28
0
lovely
mnjijikan klo c tama dah nikah dah aja ma davijt baik pula
2022-11-27
0