Dina duduk sopan di depan pak Davit, sementara pak Davit terlihat memijit mijit pangkal hidungnya. Kepalanya mendadak sakit saat mendengar keterangan Dina.
"Kenapa harus kamu yang pergi?" tanya pak Davit putus asa. Dina yang berada di depannya hanya menggeleng pelan.
"Kamu yakin akan mendampingi pak Tama?"
"Bagaimana lagi pak, pak Tama mempertanyakaan sikap profesional saya dalam bekerja." sahut Dina.
Davit menyugar rambutnya yang tersisir rapi, prustasi. Dia sendiri tak yakin apa masih bisa bersikap professional dengan hal yang berkenaan dengan Dina.
"Bapak tenang saja, saya pasti bisa beradaptasi dengan baik di sana."
"Saya tidak meragukan ucapanmu Din. Saya hanya gak rela kamu pergi dengan pak Tama."
"Maksud bapak?"
Davit terdiam kaku, menyadari kesalahan ucapannya. Hampir saja dia kehilangan kontrol atas dirinya. Hatinya di bakar cemburu oleh rencana keberangkatan Tama dan Dina. Sebagai sesama lelaki dia bisa membaca arti tatapan Tama untuk wanita yang diam-diam dia sukai.
"Tidak ada, kamu boleh kembali ke ruanganmu."
"Baik pak."
Di ruangannya Dina kembali di sibukkan oleh berkas laporan yang masuk.
Di bawah pipinan pak Tama penjualan bulan ini meningkat pesat. Devisi pemasaran di bikin kalang kabut, dalam waktu seminggu mereka di tekan agar mampu melampaui target, dan hasilnya memang sangat memuaskan.
Tapi bagi Dina ini bukan hal baru, dia sangat kenal siapa Tama. Lelaki ambisius yang hanya memikirkan diri sendiri.
Pukul lima sore, Dina keluar dari kantor langsung menuju tempat parkir, bertepatan dengan pak Tama yang juga kearah yang sama.
Lelaki dengan rambut yang selalu terlihat rapih itu berjalan menuju mobil yang ada di samping mobil Dina. Dina yang akan menbuka pintu mobilnya, menyapanya dengan sopan.
"Selamat sore pak." sapa Dina, sebelum membuka pintu mobilnya.
Tama hanya mengangguk, lalu masuk kedalam mobil yang pintunya sudah di buka oleh supir pribadinya. Kemudian mobil itu melaju meninggalkan halaman parkir.
Dina mende sah berat lalu masuk kedalam mobil, melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Tiga puluh menit kemudian mobil Dina sudah sampai di depan rumah.
Dengan langkah gontai Dina masuk kedalam rumah, menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya.
Dia butuh istirahat yang cukup hari ini. Sebab besok dia butuh banyak tenaga menghadapi Adithama.
****
Dina duduk di kursi ruang tunggu Bandara. Menunggu kedatangan Tama, mereka akan berangkat ke kota B hari ini.
Netra Dina yang tersembunyi di balik kaca mata hitamnya berbinar menatap sosok lelaki jangkung yang juga memakai kaca mata hitam. Berjalan kearahnya dengan sejuta pesona yang menggetarkan hatinya. Tubuh kekarnya, wajah tampannya sungguh membuat wanita manapun tak akan tahan.
Tama datang dengan mengenakan pakaian santai. Celana jeans di padu kaos oblong berwarna putih polos dia terlihat sangat tampan.
"Sudah lama menunggu?" sapanya dengan suara berat.
"Lumayan pak."
"Berkas tidak ada yang yang tertinggal?"
"Insyaallah tidak pak."
Dia mengangguk pelan, lalu duduk tepat di samping Dina. Aroma maskulin seketika meruar, menyusup ke dalam indra penciuman Dina. Membuat detak jantungnya berdetak kencang. Ada debar tak biasa yang tiba tiba menyusup lembut dalam hatinya.
Satu jam lebih sepuluh menit mereka tiba di kota B. Mobil yang menjemput langsung membawa mereka ke hotel yang sudah di booking oleh Tama. Entah karena alasan apa, dia menolak hotel yang sudah di sediakan panitia.
Tama memesan dua kamar bersebelahan. Begitu sampai di hotel mereka langsung beristirahat di kamar masing-masing.
Menjelang makan malam Tama menghubungi Dina agar besiap. Dia memberitahu bahwa dia telah meminta seseorang mengantar gaun untuk di pakai malam ini, orang itu sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Pakai gaun itu, temui aku dua puluh menit lagi." itu kalimat yang di ucapkan Tama sebelum menutup panggilan telepon.
Ini belum saatnya gathering, lalu untuk apa dia memakai gaun super mewah yang diantar Tama ke kamarnya. Bahkan di gathering nanti dia tidak akan memakai gaun seperti ini, lalu ini......
Dengan sangat canggung Dina keluar dari kamarnya, sedang Tama sudah menunggu di luar pintu kamar.
Anehnya mereka memakai baju berwarna senada. Apa mereka akan menghadiri acara makan malam?
Tanpa kata Dina dan Tama meninggalkan hotel menggunakan mobil mewah menuju tempat perjamuan.
Berdua di dalam mobil bersama Adithama, membuat Dina sesak nafas. Aroma tubuh ini membuat segala rasa yang pernah ada datang kembali. Pesona pria ini masih mampu menjerat Dina dengan segala rasa yang dia miliki. Sementara Tama seperti biasa, hanya memperlihatkan sikap dinginnya.
"Kita akan menghadiri jamuan makan malam, persiapkan dirimu dengan baik. Aku rasa ini bukan kali pertama kau datang ke acara seperti ini bukan? Mengingat kedekatanmu dengan Davit." ucap Adhitama panjang lebar memecah kesunyian.
Dina termangu, berusaha mencerna ucapan Tama. Apa maksudnya mengungkit kedekatannya dengan pak Davit?
"Pak Davit tidak pernah mengajak saya menghadiri acara apapun pak." jelas Dina sembari menatap pria dingin disampingnya.
"Benarkah? Aku tidak percaya. Aku kira kalian sangat dekat."
"Kami hanya dekat sebagai atasan dan bawahan pak."
"Kalau begitu, aku yang telah salah menduga. Sebab Davit memohon padaku agar menggantimu dengan orang lain. Dia takut membiarkan mu pergi dengan ku. Apa dia diam-diam menyukai mu?" tebak Tama, tanpa basa basi. Sembari menatap Dina dengan mata menyipit.
Dina membisu, kenapa jadi membahas hal seperti ini. Membuatnya merasa sangat canggung. Harusnya bukan itu yang jadi pembahasan mereka.
"Maaf pak saya tidak biasa membicarakan masalah pribadi dengan orang lain." sahut Dina akhirnya, dia berharap pria itu berhenti mengorek masalah pribadinya yang tidak penting.
Tama menarik sudut bibirnya. "Aku tidak sedang membahas masalah pribadi kalian. Tapi bisakah kalian profesional sedikit. Memintaku mengganti mu dengan orang lain, sikap macam apa itu." dengus Tama dengan nada kesal.
Apa? Kenapa pak Davit melakukan hal itu. Membuat pak Tama salah paham saja.
"Maaf pak, aku rasa pak Davit hanya khawatir aku membuat bapak malu. Sebab ini adalah gathering pertamaku. Dia takut aku tidak mampu beradaptasi dengan baik di depan peserta lainnya." ujar Dina cepat. Bagaimana pun pak Davit adalah atasannya dia harus membantunya.
Mendengar itu wajah Tama tampak muram. Menatap Dina dengan sorot mata yang tidak terbaca. "Baik, kali ini aku percaya padamu." ucapnya dingin.
Akhirnya Dina bisa bernafas lega, ini baru beberapa jam mereka bersama. Dina sudah merasa sangat tertekan, bagaimana harus menghadapi sisa waktu yang masih begitu panjang.
Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah hotel bintang lima di kota B ini. Tama turun lebih dulu lalu tampak dia menunggu Dina keluar dari dalam dalam mobil. Lalu berjalan beriringan masuk kedalam gedung.
Makan malam diadakan di ballroom hotel. Di hadiri oleh pebisnis kelas atas, yang sama sekali bukan kelas perusahaan kecil mereka.
Benar saja, pembicaraan Tama dengan beberapa kolega yang dia temui sama sekali tak berkaitan dengan perusahaan mereka. Tama membahas bisnisnya yang lain dan tak ada hubungannya dengan Dina sama sekali.
"Lihat, dan pelajari dengan baik." Itu yang Tama katakan saat Dina bertanya tujuannya membawanya ke tempat ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
lovely
s tama klo dah punya cewwk knpa meski ngjak² dina 🥺
2022-11-27
0
Yanti Jambi
penasaran sm tama apa tama jg ada perasaan sm Dina Apa gk ya..
2022-10-22
0
🌷💚SITI.R💚🌷
sebenary tama itu sayang sm dina atau mau mempermalukn dina si sebenary..knp dr dulu tama menjadi bayangan dina si..kasian dona selalu memendam rasa cintay buat tama...lanjuut thoor hjangan lama²up nya..
2022-10-20
0