Suara dari pukulan, tembakan, terdengar dari dalam hutan. Dua orang ini saling beradu kekuatan karena tekad masing-masing.
"Alinda.......aku mohon padamu. Aku benar-benar tidak mau melukaimu." Pinta Ernald di sela-sela pertarungannya, dengan perempuan bernama Alinda ini.
Ernald yang sudah melepaskan dasinya, dia gunakan untuk melilit pistol yang ada di tangan Alinda, lalu menariknya.
Mendapati pistolnya sudah terlepas dari tangannya, Alinda melompat mundur, sembari menjawab ucapannya Ernald yang terlihat sungkan dalam bertarung dengannya. "Kalau tidak mau melukaiku, biarkan aku pergi."
"Itu juga tidak bisa." Ernald merasa menyerah jika sudah berhadapan dengan satu-satunya perempuan yang dia sukai justru menjadi alasannya tidak mau membiarkannya pergi lagi dan malam ini harus dia dapatkan.
Kalau tujuan sebenarnya adalah membawa perempuan ini kembali ke dalam pangkuannya Bos-nya, namun yang lebih penting lagi dalam diri Ernald, tujuannya terus membujuknya adalah, dia ingin perempuan ini tidak mengambil langkah dengan resiko besar itu.
Kenapa?
Sebab sang Bos, pasti akan melakukan banyak hal demi mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Ernald, kau terlalu lembek." Hingga satu suara segera menyapa mereka semua.
Alinda yang sudah mengenali siapa pemilik dari suara barusan, selagi Ernald teralihkan dengan orang yang ada di belakangnya, Alinda langsung mengambil langkah lebar.
Dia kembali berlari menuju satu-satunya tempat paling berbahaya yaitu jurang.
[Kenapa dia di sini juga? Rudolf.] Alinda merasa terancam dengan kehadirannya. Satu masalahnya di sini dia sudah membuang segala tenaganya dari pagi untuk mengikuti outdoor training, tapi di malam harinya dia diberikan main kejar-kejaran oleh mereka dan sempat bertarung dengan Ernald.
Walaupun sementara, tapi tidak akan mendapatkan keuntungan jika bertarung juga dengan lelaki bernama Rudolf.
Tepat di jarak kurang dari lima belas meter Alinda langsung bersiul keras. Dia benar-benar harus menghindar pria itu, di saat-saat seperti ini. Itulah yang dipikirkan oleh Alinda.
Tak berapa lama Alinda akhirnya disambut oleh dua ekor burung elang yang cukup besar.
KWAKK..........
Di detik langkah terakhirnya menginjak tanah Alinda langsung melompat ke dalam jurang sedalam lima puluh meter itu. Namun dari dua ekor burung itu salah satunya langsung menangkap tangan Alinda dan sukses membuat Alinda ikut terbang bersama mereka.
Dia melakukannya demi menghindari pria itu.
Sebab jika Alinda adalah tangan kanan mantan bos-nya satu tahun lalu dan Rudolf saat itu adalah tangan kiri bos-nya, sudah ada kemungkinan kalau sekarang lelaki itu sudah mengambil posisinya menjadi tangan kanan Bos Devon.
Walaupun dari wajahnya terlihat seperti orang yang pendiam, namun jangan salah sangka. Dia adalah pria yang sama seperti dirinya yang akan melakukan hal ekstrim demi mendapatkan apa yang diinginkan bos-nya.
Ketika menoleh ke belakang di saat tubuhnya sedang dibawa terbang oleh burung peliharaannya itu, dia segera melihat dua orang itu. Ernald dan Rudolf segera berhenti di ujung tebing sambil melihat ke arahnya.
"Jika mau memburu rubah betina jangan lakukan dengan setengah-setengah." Ucap Rudolf memperingatkan Ernald.
"Apa yang akan kau lakukan?." Ernald merasa tersinggung dengan ucapan Rudolf yang menyebut Alinda sebagai rubah betina. Dan merasa ikut terancam sekaligus janggal dengan kehadiran pria pendiam ini.
"Aku sudah tahu, kau sudah menanamkan pelacak pada tubuhnya. Tapi yang bos Devon inginkan adalah malam ini dia harus dibawa kembali. Jadi..........." Sengaja menggantungkan kalimatnya, Rudolf segera mengulurkan tangan kanannya ke belakang. "Berikan itu." pinta pria ini kepada anak buahnya yang berdiri di belakangnya.
Ketika Ernald melirik ke belakang, seketika matanya membulat lebar. Sebuah senjata cukup besar, sudah ada di tangan Rudolf. "Rudal stinger?!."
"Jika dia terbang, maka tinggal patahkan sayapnya." Ucap Rudolf, langsung memikul senjatanya di atas bahu sebelah kanan. Rudolf tidak ambil pusing lagi dengan keputusannya itu.
"Kau akan membunuhnya!" Pekik Ernald. Saat ingin merebut senjata itu dia justru dihalang oleh anak buahnya dengan mengunci kedua tangannya dan kedua kakinya sampai akhirnya tubuh Ernald terjatuh ke tanah dan tubuhnya ditindih oleh mereka berempat.
BRUGHH...........
Rudolf tanpa basa-basi mengatur posisinya agar tepat sasaran pada target yang sedang diincarnya.
"Rudolf!" Panggil Ernald. Tapi Rudolf tidak mempedulikan namanya dipanggil dengan lantang seperti itu karena sekarang...
"Tenang saja, aku sudah memodifikasinya agar ledakannya tidak begitu besar." Sela Rudolf di detik itu juga.
KLIK.........
Tepat di ucapan terakhirnya itu Rudolf menarik pemicu-nya dan rudal itu langsung melesat terbang ke angkasa menuju di mana tiga makhluk hidup yang sedang terbang bebas di atas hutan di depan sana.
"Alinda!" Ernald berteriak frustasi dengan keputusan gila dari Rudolf.
Mematahkan sayap burung? Dengan senjata sebesar itu justru hasilnya akan membunuh mereka bertiga!
Alinda yang menemukan sesuatu sedang melesat dengan cepat ke arahnya hanya memberikan senyuman tipis. Walaupun tidak akan ada yang melihat senyuman itu, wajah dengan ekspresi polosnya seolah membuktikan bahwa dia akan menerima hadiah dari Rudolf itu.
Dan dalam seketika hutan malam yang harusnya sunyi itu segera diisi dengan suara ledakan besar.
DHUAARRR.....................
Ledakan yang sekaligus menghiasi angkasa malam dengan perpaduan bulan purnama yang terlihat lebih besar dan lebih biru dari biasanya menjadi pemandangan terakhir untuk Alinda.
[Ah.........bulan biru yang indah. Warnanya cukup indah seperti matanya.] Batin Alinda di detik di mana kesadaran terakhirnya justru di isi dengan bayangan dari sepasang mata biru milik Ernald.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah kematiannya kali ini adalah sebuah penebusan dosa?
Kira-kira seperti apakah tubuhnya sekarang setelah menerima serangan brutal seperti tadi?
Kedua burung peliharaannya apakah mati juga?
Berbagai pertanyaan langsung terlintas di dalam pikirannya dan segala momen baik dari kenangan kecil hingga di detik terakhir itu, semua tampilan atas segala perbuatannya selama dia hidup langsung di tampilkan di di dalam ruangan gelap tak berujung.
Dia seolah terus terjatuh ke dalam jurang tanpa batas dan semua memori yang dia punya ditampilkan begitu saja bagai film di tv.
Itu untuk mengingatkannya bahwa semua jalan yang sudah dipilih pada akhirnya membuatnya berada di titik ini.
Semua tampilan seperti layar tv itu akhirnya kian berlalu dan membuatnya kian masuk ke dalam kegelapan yang cukup dingin.
[Sendirian..........di disini.] Tubuhnya terasa sangat ringan, tapi apa gunanya itu di saat dia hanya sendirian di dalam kegelapan itu?
Alinda kemudian meringkuk memeluk lututnya, dia menginginkan kehangatan.
Namun kehangatan itu berasal dari hati yang tulus.
Apakah dia bisa mendapatkannya?
Setidaknya sekali saja.
|
|
|
Dan keheningan yang seolah terjadi cukup lama membuatnya kemudian memejamkan matanya.
[Ngantuk.....aku ingin tidur.] Itulah yang dikatakan oleh hati kecilnya.
Hati kecilnya tidaklah berlubang, tapi sayangnya hatinya sangat kosong dan cukup untuk dijadikan alasan kalau hatinya ingin di isi oleh sesuatu yang belum pernah dia dapatkan.
Hingga akhirnya dia tiba-tiba samar-samar mendengar kalimat.
'...........masa lalu, kebaikan dan ............, penuntun dari ................ ,............. Datanglah pada ............. Aku.........., memanggil namamu. ......... penuhilah ............., dari.......... hidup yang harus kau penuhi. .........................sudah kau tinggalkan padaku. Datanglah.....'
[Suara siapa itu?] Batinnya.
Lalu perlahan dia merasakan kulitnya terasa semakin merasakan dingin namun juga rasa sakit di seluruh tubuhnya. Dan di sisi lain ada sentuhan yang mendarat di atas dahinya, membuat Alinda semakin diliputi rasa penasaran, hingga di detik itu pula ada kalimat...
'Aku menantikannya.'
Menjadi sebuah kalimat terakhir sebelum akhirnya Alinda menerima wajahnya menerima banyak tetesan air.
Ketika membuka matanya yang dia lihat adalah derasnya hujan yang terus menerjang ke tubuhnya.
__________________________
[Awannya cukup hitam.] sepasang matanya langsung menatap langit di atas sana. [Aku mengingat kali pertama aku datang ke dunia ini, seperti inilah suasananya.]
Awan hitam berakhir dengan turunnya hujan yang cukup deras. Namun jika dulu dia tersadar berada di antara tumpukan mayat, maka kini dia sedang berada di tengah-tengah ladang gandum.
[Kenapa aku tiba-tiba mengingat kembali ingatan itu?] menundukkan kepalanya, kini nama Alinda bukan lagi namanya.
Sebab kini dia memiliki nama baru, yaitu......
Eldania.
Eldania menatap kedua tangannya sendiri dengan seksama. Apa saja yang sudah dilakukan dengan menggunakan kedua tangannya itu?
Banyak hal yang sudah dia lakukan dan apa sajakah itu?
Semuanya.
Kebaikan dan kejahatan.
Dia pernah menerima dan mengeluarkan dua sifat itu.
Namun.........
Apakah Eldania pernah mengulurkan perasaan cintanya pada seseorang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Sylius
Kalau kakak tahu, ini adalah kelanjutan dari novel lamaku yaitu Kesatria Eldania juga. Tapi itu akun aku yang lama, dan ini akun baruku.
2022-10-30
0
N. Mudhayati
jiwa yg sama dengan nama berbeda 😘
2022-10-30
1
N. Mudhayati
waaauuu... ngeri juga ya bayanginnya, takut jatoh 🤭
2022-10-30
1