"Nona rissa apa kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja kau pergilah aku harus meneruskan pekerjaan ku!"
"Tapi nona,"
"Aku baik-baik saja tari." Marissa merasa sangat kesal dengan asisten pribadi nya itu, sedangkan mentari yang melihat raut wajah serius Marissa pun langsung bergegas keluar dari ruangan tersebut.
"Dasar asisten tulalit, aku heran mengapa ayah memilih nya untuk menjadi asisten pribadi ku?"
"Nona apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mentari yang tiba-tiba memunculkan kepalanya di depan pintu, membuat Marissa sangat terkejut dengan ulah asistennya itu.
"Apa yang kau lakukan! kau sangat mengejutkan ku. pergilah! atau aku akan melempar mu dengan ini." Marissa mengangkat semua tumpukan berkas yang berada di meja kerjanya.
"Ampun nona!" Mentari pun langsung bergegas pergi meninggalkan Marissa yang sedang terbakar emosi.
"Nona sangat mengerikan kalau sedang marah seperti itu." Mentari bergidik ngeri saat mengingat wajah Marissa yang tengah marah padanya.
Sedangkan Marissa langsung menetralkan emosinya, ia menarik nafas dalam-dalam dan hembuskan nya secara perlahan.
"Tahan Rissa jangan terlalu banyak emosi atau kau akan menua sebelum waktunya.'' Marissa menyadarkan dirinya sendiri.
"Sekarang aku harus mengerjakan tugas membosankan ini agar cepat selesai, jika ayah sudah menjabat kembali maka aku akan tenang dan tinggal memikirkan usahaku sendiri.''
Namun sebelum Marissa mulai mengerjakan pekerjaannya ponselnya berdering menapakan nama sahabatnya tertera di layar benda pipih itu, dengan cepat Marissa pun mengangkat panggilan dari sahabatnya dengan wajah ceria.
"Hallo Aran apa kabarmu?''
[Harusnya aku yang menanyakan hal itu, sudah beberapa hari ini kau tidak mengabariku apa kau baik-baik saja.]
"Aku baik, hanya saja pekerjaan ini selalu mengurungku di sini."
[Lalu bagaimana dengan rencana pembangunan restoran mu itu?]
"Entahlah,'' sahut Marissa dengan lemas.
[Apa ada masalah?]
"Hanya Sedikit."
[Apa itu, mungkin saja aku bisa membantu mu.]
"Tidak perlu ini bukan masalah besar, aku hanya perlu tambahan dana lebih. Tapi kau tenang saja aku bisa memakai tabungan ku, ya sudah aku tutup telpon nya dulu ya nanti kita sambung lagi oke!''
Akhirnya sambungan telepon pun terputus dan Marissa pun mulai disibukkan kembali dengan aktivitasnya.
*
*
Waktu demi waktu berlalu begitu cepat, Marissa bekerja dengan sangat keras hingga ia tak menyadari hari pun kini sudah mulai larut, ia melihat jam yang berada di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sembilan malam.
"Seperti hari-hari sebelumnya aku akan menghabiskan waktu ku untuk bekerja dan bekerja hingga aku lupa segalanya, tapi hanya satu yang tidak aku lupakan" Marissa tersenyum mengingat pria tampan yang sedang tersenyum padanya menapakan dua lesung pipi yang menghiasi wajah tampan nya.
"Hahhh aku jadi semakin rindu padanya, bagaimana penampilan setelah tiga tahun ini ya? aku ingin menelepon nya tapi aku takut mengganggu pekerjaan nya." Marissa menghela nafas panjang, ia mulai meregangkan otot tubuhnya dan bersiap untuk pulang ke rumahnya.
Tokk.. tokk.. tok.
"Nona apa kau masih di dalam?" tanya Wildan dengan begitu sopan, Wildan pun membuka pintu ruangan Marissa setelah mendapatkan ijin darinya.
"Ada apa Wil, apa ada yang serius?" Marissa bertanya kepada wildan dengan tangan nya yang sibuk membereskan barang-barang yang berada di meja kerjanya.
"Tidak ada nona, saya hanya ingin mengantarkan anda pulang saja." Sahut Wildan ragu-ragu.
"Apa ayah yang menyuruhmu?"
"tidak nona, ini adalah keinginan saya sendiri.''
"Tidak perlu repot-repot, aku akan membawa mobilku sendiri." Jawab Marissa dengan nada dinginnya, sebenarnya ia sudah tahu bahwa selama ini Wildan mencoba untuk mendekati nya, namun Marissa tidak ingin membuat wildan kecewa dengan memberikan harapan palsu padanya.
"Tapi nona ini sudah malam dan,"
"Kau tenang saja Wil, aku bisa menjaga diriku sendiri."
"Nona kita pulang sekarang!" ajak Mentari yang tiba-tiba masuk begitu saja ke dalam ruangan Bosnya, membuat dua orang yang berada di hadapannya kini menatap ke arahnya secara bersamaan.
"Maaf saya mengganggu," Mentari merasa tidak nyaman melihat dua orang yang berada di hadapannya menatapnya dengan tatapan aneh, ia pun mulai berjalan mundur untuk keluar dari ruangan tersebut.
"Kau mau kemana tari?"
"Saya akan menunggu di luar saja nona!''
"Kau akan pulang bersama wildan, aku akan pulang sendiri saja" ucap marissa yang langsung mengambil kunci mobilnya dari tangan mentari.
"Yes, terimakasih nona akhirnya setelah sekian lama aku bisa pulang bareng si tampan Kesayanganku''
Mentari merasa sangat bahagia hatinya penuh dengan bunga-bunga yang sedang bermekaran, namun berbeda dengan wildan yang menunjukkan wajah kecewanya.
"Ayo tuan."Ajak Mentari yang akan menggandeng tangan Wildan, namun dengan cepat wildan menghindari tangan mentari yang akan memegangnya.
Sedangkan Mentari mengerucutkan bibirnya karena merasa sangat kesal karena pujaan hatinya selalu bersikap cuek dan dingin padanya, sangat berbeda saat Wildan berbicara dengan bos nya.
"Beginilah nasib cinta bertepuk sebelah tangan!" gumam Mentari lirih.
Marissa mengendarai mobilnya sendiri meninggalkan perusahaan ayahnya tempat dimana ia bekerja saat ini, Marissa menyusuri jalanan yang terlihat begitu sepi dengan mata yang sedikit mengantuk.
Setelah beberapa menit kemudian akhirnya ia sampai di kediaman nya, "Assalamualaikum" ucap Marissa yang langsung melewati ruang tamu dimana ayah dan ibunya sedang berbicara dengan seseorang.
"Wa'alaikum salam." Mereka menjawab salam Marissa serempak.
"Risa kemarilah nak,'' panggil sang bunda.
"Nanti saja bun risa mau mandi dulu."
"Baiklah kalau begitu jangan lama-lama ya!"
"Asiap bun.''
Marissa pun meninggalkan ruangan tersebut dan menuju kamarnya, ia merasa sangat penasaran siapa yang datang bertamu di malam seperti ini. Marissa menaiki tangga berusaha untuk melihat wajah pria yang sedang duduk di hadapan kedua orang tuanya, namun sayangnya sang pria sedikit menunduk membuat Marissa tak bisa melihat wajah pria itu.
"Siapa pria itu kenapa aku seperti mengenalnya tapi dimana?"
Marissa terus bertanya-tanya dalam hatinya.
"Rissa apa kau masih disana?" tanya ayahnya yang mengejutkan Marissa dari aktivitasnya untuk melihat wajah sang pria
"Ahhh... Rissa akan datang sebentar lagi ayah!" Marissa sedikit berteriak dan berlari masuk ke dalam kamarnya.
membuat pria yang berada di hadapan kedua orang tua Marissa tersenyum penuh arti menatap ke arah kamar Marissa yang tertutup dengan rapat. "Ternyata kau masih sama seperti dulu," batin sang pria.
Sedangkan di dalam kamar Marissa masih bertanya-tanya dalam hatinya siapakah pria itu, "Aku sangat yakin pernah melihatnya tapi dimana? ahh lupakan saja lebih baik sekarang aku mandi dan menemui nya dari pada aku setres memikirkan nya." Marissa pun langsung pergi berjalan menuju kamar mandinya.
Setelah lima belas menit kemudian Marissa datang dengan wajah segarnya untuk menemui tamu ayahnya, namun ia terkejut saat tahu siapa pria yang duduk di sofa dan menatapnya saat ini.
"Kau!!"
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments