"Baik Om, terima kasih banyak. Saya janji akan menjaga Gina, putri Om," balas Ardi lalu mencium tangan Aditama dan pergi meninggalkan rumah Gina dengan raut wajah kekecewaan.
***
"Mama apa-apaan sih? Kalo mama memang nggak mau ngasih restu buat aku dan juga Ardi, setidaknya mama jangan ngehina anak orang dong.
Ingat ma, roda itu nggak selalu di atas. Bagaimana jika nanti mama ekonominya jatuh dan Ardi bangkit. Apa mama nggak malu?" ucap Gina yang tidak suka dengan kelakuan mamanya itu.
"Hahaha.. Ekonomi siapa yang jatuh? Mama? Kamu ini lucu sekali ya.. Bagaimana bisa Gina. Kita ini sudah kaya dari dulu. Harta kita itu tidak akan habis tujuh keturunan," sombong Almira kepada putrinya itu.
"Hhhhhh, belum tau ma. Tuhan itu maha adil," balas Gina lalu pergi meninggalkan mamanya itu.
"Hhhhh, anak zaman sekarang mana ngerti dengan semua ini. Yang ada dipikirannya cuma cinta.. Cinta.. Cinta.. Dan cinta.. Dia pikir bisa hidup apa hanya dengan bermodalkan cinta," oceh Almira menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah mengantar Ardi hingga depan rumahnya, Aditama, laki-laki paruh baya itupun kembali masuk ke dalam rumahnya.
Aditama benar-benar sudah kewalahan sekali menghadapi sikap istrinya yang materialistis sekali.
"Chhhh, senang ya Pa, nganterin calon menantu mu sampe depan rumah," ledek Almira semakin membuat Aditama kesal.
Ingin sekali rasanya Aditama membungkam bahkan menampar mulut istrinya itu, namun sayang seribu sayang, Aditama tidak memiliki keberanian untuk itu. Bisa dikatakan Aditama adalah tipe suami yang takut pada istrinya.
Aditama tidak menghiraukan ucapan Almira. Ia hanya diam sembari berlalu ke kamar putrinya, Gina.
Tok
Tok
Tok
Aditama mengetuk pintu kamar putri tercintanya itu. Namun, Gina tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
"Gina, kamu di dalam? Papa boleh masuk nak?" teriak Aditama dari balik pintu kamar Gina.
"Boleh Pa, masuk aja," jawab Gina dengan suara tersedu-sedu.
Setelah mendapat izin masuk dari Gina, Aditama pun langsung membuka pintu kamar anaknya itu. Hatinya sebagai Ayah terenyuh saat melihat sang putri menangis sesegukan di atas ranjang.
Aditama lalu mendekati Gina lalu mengusap kepala putri kesayangannya itu.
"Gina sayang, sudah ya menangis nya. Kita cari jalan keluarnya sama-sama. Sekarang, ayo bangun dan cuci muka mu," perintah Aditama yang mencoba menenangkan putrinya.
"Tapi Pa. Aku benar-benar kesal sama Mama.
Kenapa Mama tega melakukan ini kepadaku?" rengek Gina memeluk Papanya.
"Sudah.. Sudah.. Biarkan saja mama mu itu. Kamu cuci muka dulu sana. Kita bicarakan semua ini di balkon supaya Mama mu tidak dengar," ucap Aditama yang langsung di ikuti oleh Gina.
"Jadi gimana Pa? Gimana caranya supaya aku bisa menikah dengan Ardi Pa?" tanya Gina yang saat ini tengah bersantai dengan Aditama di balkon kamar putrinya.
"Hhhhhh, sebenarnya Papa punya solusinya, tapi Papa takut jika Mama mu akan marah nantinya," ucap Aditama membuat Gina penasaran.
"Solusi apa Pa?" tanya Gina penasaran.
"Solusi Papa itu, bagaimana jika kamu menikah tanpa sepengetahuan Mama mu saja. Papa akan menikahkan mu nanti, tapi jangan sampai Mama mu tau jika Papa yang menikahkan mu," jawab Aditama membuat senyuman lebar di wajah sang putri.
"Papa serius?" tanya Gina senang.
"Iya sayang, Papa serius. Papa akan lakukan apapun yang akan membuat mu bahagia. Tapi Papa mau tanya satu hal dulu sama kamu. Papa mau kamu menjawab pertanyaan Papa dengan jujur," jawab Aditama menatap putrinya itu dalam.
"Tanya apa Pa. Aku akan menjawabnya dengan jujur," balas Gina juga menatap Papanya itu.
"Hhhhh, apa kamu sudah yakin dengan keputusan kamu untuk menikah dengan Ardi? Apa kamu benar-benar mencintainya?" tanya Aditama ingin tau perasaan putrinya itu.
"Gina yakin Pa. Yakin sekali. Ardi adalah laki-laki yang baik. Kedua orang tuanya juga baik. Meskipun mereka kurang berada, tapi bagi Gina itu bukan suatu masalah yang besar," jawab Gina dengan sungguh-sungguh.
'Sepertinya Gina benar-benar mencintai Ardi. Apa boleh buat. Aku akan mengambil resiko sebesar apapun itu, asalkan anakku bahagia,' batin Aditama mencari kebenaran di mata Gina.
"Ya sudah. Kalau begitu Papa izinkan kamu menikah dengan Ardi. Tapi Papa harus bicara empat mata dulu sama Ardi. Kapan kamu bisa mempertemukan Papa dengannya?" ucap Aditama menaikkan satu alisnya.
"Bagaimana kalau besok Pa. Aku akan memberi tahukan Ardi nanti," jawab Gina tampak ceria kembali.
"Baiklah. Tapi ingat ya Gina, jangan sampai Mama mu tau dengan rencana dan pertemuan Papa dengan Ardi," Aditama kembali memperingatkan Gina agar rencana mereka tidak bocor ke telinga Almira.
"Siap Pa.. Makasih banyak ya Pa. Papa memang Papa terbaik untukku," balas Gina senang. Seketika ia memeluk erat laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu.
"Sama-sama sayang. Ya sudah, kalau begitu Papa pergi dulu. Ingat, kamu jangan bersedih lagi. Setiap masalah, pasti ada jalan keluarnya," pesan Aditama sebelum meninggalkan kamar putrinya itu.
Sementara itu, Ardi yang baru saja tiba di rumahnya di sambut manis oleh ke kdua orang tuanya yang penasaran dengan hasil lamaran tersebut.
"Ardi, bagaimana? Apa semuanya berjalan lancar?" tanya Maryam, Ibunya Ardi.
"Hhhhhhh, gagal Bu. Mamanya Gina menolak lamaran ku," jawab Ardi dengan raut wajah yang putus asa.
"Sudah.. Sudah.. Mungkin Gina bukan jodoh mu. Ibu yakin, jika kalian memang berjodoh, pasti kalian akan bersatu kembali. Sekarang kamu masuk dulu. Kita makan di dalam," balas Ibu Maryam juga ikut sedih karena melihat putranya seperti ini.
"Ibu sama Bapak makan duluan saja. Aku mau istirahat dulu," ucap Ardi yang tidak bernafsu untuk mengisi perutnya.
'Kasian sekali kamu nak. Gara-gara faktor ekonomi, mereka menolak lamaran mu,' batin Ibu Maryam yang sebenarnya sudah yakin jika lamaran anaknya akan di tolak oleh keluarga Gina yang berada itu.
"Ardi mana Bu? Kenapa dia tidak ikut makan bersama dengan kita? Bagaimana lamarannya? Apa semuanya lancar?" tanya Akbar, Ayahnya Ardi.
"Ardi ada di kamarnya Pak. Lamarannya di tolak oleh keluarga Gina. Kasihan sekali anak itu. Ibu yakin, mereka menolak lamaran Ardi karena Ardi hanya seorang supir angkot yang tidak memiliki apa-apa," jawab Ibu Maryam sembari menyalin nasi ke piring suaminya itu.
"Bapak sebenarnya juga sudah feeling Bu jika lamaran anak kita pasti di tolak.
Keluarga Gina itu terkenal sekali di kota ini. Mereka pasti tidak akan mau mengambil Ardi menjadi menantunya. Apalagi, Gina itu sama seperti Ardi, anak satu-satunya," balas Bapak Akbar lalu meminum segelas air putih yang ada di hadapannya.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan Pak? Kasihan Ardi. Ibu tidak sampai hati melihat anak mu itu," tanya Ibu Maryam berharap suaminya itu memiliki solusi untuk masalah ini.
"Hhhhhh, entahlah Bu. Bapak sendiri juga tidak tau. Kita serahkan saja semuanya kepada yang di atas. Jika mereka berjodoh, pasti semua akan ada jalannya," jawab Pak Akbar menghela nafasnya kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments