Alice berjalan dengan langkah tergesa-gesa, menuju ke ruangan yang menjadi kamar bayi yang oleh Wim, diberi nama Alina, dengan perasaan terbakar amarah.
Sedang bayi Alina yang masih tetap berada dalam gendongan Alice, terus saja menangis kesakitan tanpa henti.
Kulitnya yang mulus dan seputih salju, kini sudah tak mulus lagi karna tergantikan dengan sebuah luka yang mulai mengelupas, berwarna merah dan terlihat sangat sakit.
"Maafkan ibumu ini, Alina. Seharusnya sedari awal ibu tidak menyetujui rencana ayah dan Mirelda untuk membiarkan cahaya matahari mengenai tubuhmu, dan akhirnya membuat dirimu merasakan sakit yang teramat sangat. Ibu sungguh menyesali keputusan bodoh yang telah ibu ambil, Alina"
Dengan perasaan sedih dan wajah penuh berlinang air mata, Alice memeluk tubuh Alina kecil dengan erat. Seolah tak ingin seorang pun memisahkan mereka berdua.
"Kamu tenang saja, ibu tidak akan lagi membiarkan orang-orang itu melakukan hal jahat padamu. Apa pun yang terjadi, kamu harus tetap berada disamping ibu bersama dengan kakakmu"
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan membuat fokus Alice teralihka dari Alina. Perasaan waspada pun menghampiri dirinya, karna mengira yang datang adalah Wim atau malah Mirelda.
Namun ternyata hanyalah seorang pelayan yang masuk. Pelayan itu terlihat membawa beberapa botol yang berisikan obat-obatan herbal ditangannya.
Memang sebelum Alice membawa Alina ke kamar, ia sempat memerintahkan pelayan tersebut untuk membawakan obat yang bisa dipakai untuk menyembuhkan luka di tibuh Alina.
"Apa yang kamu lakukan disitu, dan kenapa tidak secepatnya kemari?" tanya Alice saat melihat pelayan itu masih berdiri diam di depan pintu masuk, dengan ekspresi yan sulit untuk dijelaskan.
"Ba_baik nyonya"
"Cepat obati luka bayiku dengan obat-obatan yang telah kamu bawa"
Mendengar perintah Alice, pelayan itu pun segera mengulurkan tangannya ke arah luka Alina untuk diobati. Namun tanpa sadar, tangan pelayan itu bergetar hebat dan malah membuat Alice tersinggung.
"Kenapa tanganmu terlihat gemetaran seperti itu? Apa kamu takut, ataukah kamu tidak sudi untuk menyentuh tubuh putriku?"
"Ti_tidak nyonya. Maafkan aku nyonya, kali ini akan aku lakukan dengan benar"
"Awas saja kalau kamu masih bertingkah sama seperti yang sebelumnya, aku akan mambuatmu dihukum seberat-beratnya. Aku juga akan memecat dan mengusirnu tanpa bayaran sepeser pun atas semua hasil kerjamu bulan ini!" ancam Alice kejam.
"Baik nyonya"
Pelayan itu pun kembali mengulurkan tangannya untuk mengobati luka Alina. Dan untungnya kali ini semuanya nampak berjalan sesuai dengan janji sang pelayan.
Alina pun tak lagi menangis atau bergerak, sehingga lukanya lebih leluasa diobati. Tapi saat pelayan itu akan menyentuh luka Alina untuk terakhir kalinya, bayi itu malah bergerak dan membuatnya terkejut.
Tanpa sengaja karna saking terkejutnya, pelayan malang itu malah menyentuh luka Alina dengan kukunya yang cukup panjang, dan malah membuat Alina menangis keras karna merasa sakit pada lukanya.
"Apa yang kamu lakukan pada bayiku! Apa kamu dengan sengaja ingin memperparah luka Alina?"
"Tidak nyonya, aku melakukannya tanpa sengaja karna terkejut melihat nona Alina bergerak secara tiba-tiba"
"Jangan bohong kamu! Apa kamu pikir aku bodoh, dan malah mempercayai kata-katamu yang menyalahkan bayi kecil tak berdosa ini?"
"Aku tidak berbohong nyonya. Itu semua asli aku lakukan tanpa sengaja, dan tanpa adanya niat apa pun"
"Aku tidak percaya. Atau jangan-jangan, kamu adalah salah seorang kaki tangan suruhan Mirelda, yang ditugaskan untuk mencelakai Alina? Kurang ajar, aku akan memberikan hukuman yang berat padamu!"
"Ampun nyonya, aku mohon jangan jangan hukum aku. Aku benar-benar melakukan semua itu tanpa sengaja"
Plak... Plak..
Dua buah tamparan sekaligus Alice berikan ke atas pipi pelayan tersebut tanpa ampun.
Lebih sadisnya lagi, ia menyeret tubuh wanita itu keluar dari kamar dengan cara menarik rambut panjang sang pelayan.
Alice bahkan membiarkan Alina menangis seorang diri, demi bisa memberikan hukuman yang kejam pada orang yang dianggapnya telah melakukan kesalahan fatal.
"Ada apa ini Alice?" tanya Wim terkejut.
Pria itu bersama dengan Mirelda baru saja akan membuka pintu kamar Alana, sang bayi yang lahir duluan sebelum Alina, saat mereka melihat Alice menyeret sang pelayan.
"Kamu bertanya ada apa? Harusnya aku yang bertanya padamu seperti itu! Ada apa dengan dirimu, sampai bisa-bisanya kamu malah membiarkan wanita tua jahat disampingmu itu, mengirim wanita ini untuk melukai Alina!"
"O_orang suruhan? Orang suruhan Mirelda? Apa yang kamu maksudkan dengan semua itu Alice, Mirelda tidak mungkin melakukan hal rendahan seperti yang kamu katakan barusan"
"Benarkah? Lalu mengapa wanita ini melukai Alina, kalau bukan Mirelda yang menyuruh dirinya! Aku dan kamu juga tahu kalau dialah yang paling ingin melenyapkan Alina dari muka bumi ini!"
"Aku sungguh tidak mengirim wanita ini untuk melukai nona Alina, Alice. Percayalah padaku, kamu juga bisa memastikannya langsung kepada pelayan itu"
"Yang dikatakan Mirelda benar, nyonya. Aku bukanlah orang suruhannya, dan yang aku lakukan barusan, semuanya murni tanpa di sengaja"
"Benarkan apa yang aku bilang?"
"Diam! Aku tidak akan semudah itu percaya, karna bisa saja kamu sudah mengajari hal itu terlebih dulu padanya. Aku tidak akan bisa dibodohi oleh permainan kalian berdua"
"Hentikan Alice! Aku rasa perbuatanmu saat ini, sudah sangat keterlaluan!"
"Apanya yang keterlaluan dari rasa ingin melindungi anakku sendiri, Wim?"
"Lepaskan tanganmu dari rambutnya, atau aku yang akan membantumu melepaskannya dengan kekuatanku"
Mendapat ancaman keras dari sang suami, Alice dengan terpaksa harus melepaskan genggaman tangannya dari rambut pelayan tersebut.
Setelah merasa dirinya telah terbebaskan, wanita itu pun tanpa pikir panjang lagi langsung berlari dan menjauh secepat yang ia bisa dari jangkauan Alice.
"Aku sudah melepaskan wanita itu sesuai dengan perintahmu, sekarang giliran dirimu yang harus menuruti apa yang aku inginkan!"
"Apa yang kamu inginkan?"
"Aku ingin kamu mengusir wanita itu dari rumahku sekarang juga, dan mengeluarkan larangan supaya dirinya tidak bisa lagi menginjakkan kakinya disini!" pinta Alice sambil menunjuk langsung ke arah Mirelda.
"Untuk yang satu itu, aku minta maaf karna aku tidak bisa mengabulkannya, Alice"
"Kenapa?"
"Karna aku masih membutuhkan bantuan dari Mirelda untuk membantuku menyelesaikan masalah Alina"
"Apanya yang harus diselesaikan Wim? Alina baik-baik saja, kamu tidak perlu melakukan sesuatu lagi padanya"
"Kita akan bicara berdua setelah aku selesai mengantar Mirelda pulang. Ayo Mirelda, aku akan mengantarmu sampai ke depan saja, dan nanti pekerjaku yang akan melanjutkan mengantarmu hingga ke rumahmu"
"Baik tuan Wim"
Alice menata punggung kedua orang yang menjauh dari hadapannya dengan perasaan benci yang tak terbendung.
Setelah itu, ia memilih untuk masuk kembali ke dalam kamar Alina karna suara tangisan bayi itu masih saja terdengar.
*****
Sebuah barang pecah belah terbang diudara menyambut kedatangan Wim, dan hampir saja mengenai kepala pria itu.
Wim menjadi sangat kaget, karna dirinya baru saja akan melangkah masuk ke dalam ruangan yang menjadi kamarnya bersama dengan Alice.
"Apa-apaan ini Alice?"
"Itu karna sudah merencanakan hal yang membuat anakku terluka! Lalu yang satu ini karna sudah menolak untuk menuruti apa yang aku inginkan!" ucap Alice, kembali melempar benda lainnya ke arah Wim.
Berbeda dengan yang pertama, kali ini Wim terlihat sudah siap menghadapi lemparan Alice. Dengan mudahnya ia bisa menangkap benda itu hanya dengan sebelah tangannya.
"Hentikan Alice, jangan bertingkah seperti ini. Aku tidak suka dan sangat membencinya!"
"Kalau aku tidak mau, apa yang akan kamu lakukan padaku? Harusnya aku melempar barang itu tepat mengenai kepalamu dan juga kepala Mirelda tadi"
"Bukannya kamu juga sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada bayi itu, jika dirinya terkena cahaya matahari?"
"Aku tahu, tapi tidak tahu jika lukanya akan separah ini. Dia masih sangat kecil Wim, dan juga tak berdosa, kenapa kita harus tega memperlakukannya seperti itu?"
"Itu semua kita lakukan untuk memastikan ala dirinya adalah seorang vampire atah bukan, Alice. Tolong mengerti lah"
"Lalu kenapa kalau dia benar vampire? Apa dirimu tidak mau menerimanya sebagai anak jika dia adalah Vampire?" tanya Alice terlihat sangat tidak senang.
"Kalau dia hanya cacat biasa dan tidak dalam keadaan berbahaya bagi orang lain yang ada disekitarnya, aku pasti akan menerimanya. Karna biar bagaimana pun dia adalah darah dagingku sendiri. Tapi lain ceritanya kalau dia adalah seorang vampire, dia berbahaya!"
"Dia tidak akan menjadi berbahaya seperti vampire lainnya, jika kita membesarkannya seperti anak-anak pada umumnya Wim. Kamu mau kan melakukannya?"
"Aku tidak ingin mengambil resiko Alice. Mungkin sekarang dia tidak berbahaya karna masih kecil, tapi seiring waktu dia juga akan bertumbuh menjadi anak yang memiliki insting seperti vampire lainnya. Aku tidak bisa membiarkannya melukai dirimu dan juga kembarannya"
"Aku, aku yang akan memastikannya sendiri kalau Alina tidak akan pernah melakukan hal seperti yang kamu khawatirkan"
"Kamu tidak akan bisa mengontrol dirinya, Alice. Karna meskipun wujudnya manusia tapi instingnya sama seperti binatang yang selalu haus akan darah!"
Seolah tak ingin menyerah begitu saja, Alice maju dan mulai merayu Wim dengan tubuh seksinya, membuat Wim hampir kehilangan kendalinya.
Namun dengan cepat, ia tepis tangan Alice yang kini telah berada di area sensitif pria itu. Kemudian Wim berjalan menjauh dan duduk di kursi kerjanya.
"Kenapa? Apa sekarang kamu bahkan tidak ingin menyentuh diriku hanya karna aku melahirkan seorang anak yang dirimu anggap sebagai vampire?"
"Jangan salah paham Alice, aku masih sangat menginginkan dirimu sama seperti pertama kali aku melihatmu. Tapi bukan berarti kamu bisa melakukan hal itu untuk meraih apa yang menjadi keinginanmu"
"Kenapa kamu keras kepala seperti ini Wim. Turuti saja keinginanku, dan semuanya akan berakhir dengan baik"
"Tidak bisa Alice"
Melihat tidak ada yang bisa dilakukannya lagi, Alice pun menjatuhkan dirinya ke lantai dan berlutut dihadapan Wim dengan kedua tangan terkatup di dadanya.
"Wim, aku mohon padamu. Jangan ambil dia dariku, aku tidak akan bisa hidup tanpanya" mohon Alice, terlihat seperti orang yang sudah hampir putus asa.
"Keputusanku sudah bulat dan tidak akan pernah bisa dirubah. Waktumu dengannya hanya sampai dirinya telah memiliki gigi, dan jika giginya itu adalah gigi yang sama seperti vampire, maka aku akan membunuhnya dengan kedua tanganku sendiri"
Setelah berkata seperti itu, Wim pun berbalik dan berjalan keluar dari kamar meninggalkan Alice yang mulai menangis pilu seorang diri, sambil berteriak-teriak tanpa henti.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments