Wim yang bergegas datang saat mendengar teriakan sang istri, pun menjadi sama terkejut dengan Alice saat melihat apa yang telah dilakukan Alina.
Dengan cepat pria itu menarik sang putri untuk segera menjauh dari atas tubuh Albert. Wim bahkan menghempaskan Alina begitu saja ke lantai, seolah mereasa jijik padanya.
"Dasar anak gila! Apa yang kamu lakukan pada bocah pria ini? Apa kamu ingin dibawa pergi dan ditahan oleh para penduduk negara ini?" marah Wim terlihat murka.
"Sa_sayang, a_aku mohon bantu Alina supaya apa yang kamu katakan barusan, tidak terjadi padanya. To_tolong, lakukan sesuatu sebelum pekerja kak Ziel datang. Aku mohon"
"Sudah seperti ini, kamu masih saja tetap ingin menyelamatkannya? Apa kamu sudah tidak waras lagi, Alice? Dia membunuh Alice! Membunuh seorang anak kecil, seumuran dengannya secara brutal! Apa kamu tidak bisa melihat seperti apa bentuk bocah pria yang ada dihadapanmu itu?!"
"Aku tahu Wim, aku juga melihatnya dengan jelas menggunakan kedua mataku. Tapi tetap saja, Alina hanyalah seorang anak kecil, dia tidak mengerti apa yang dilakukannya. Jadi aku mohon, selamatkan putrimu"
"Kasih sayangmu itu benar-benar luar biasa, Alice! Aku ingin tahu sampai mana kamu akan tetap melindunginya, apa kamu baru bisa berhenti ketika aku atau Alana yang bernasib seperti bocah ini, ditangan anakmu!"
Alice yang mendengar semua kemarahan Wim, hanya bisa tertunduk lemas tak berdaya. Namun saat suara yang paling ditakutinya terdengar dari arah depan rumah, seketika tubuh wanita itu menengang.
Itu adalah suara pria yang diperkerjakan oleh kakaknya, Ziel. Suaranya itu terdengar seperti sedang memanggil-manggil nama Albert untuk segera datang menemui dirinya.
Alice yang sudah menjadi kalang kabut karna ketakutan, dengan cepat menarik tubuh sang bocah pria yang telah kaku itu, untuk masuk ke dalam kamar mandi.
Tak lupa, Alice juga mengunci pintu kamar mandi itu dari luar. Setelah itu, ia mengambil sebuah kain lusuh beserta seember air, lalu mulai membersihkan semua daran yang berceceran di lantai.
Wim masih berdiri disana, melihat semua yang dilakukan istrinta dengan tatapan aneh. Wajah pria itu seolah menunjukkan ekspresi jijik, namun juga ada ekspresi takjub, dan terkejut bercampur menjadi satu.
"Kemari sayang, ayo masuk kembali ke dalam kamarmu. Ibu akan membantumu untuk membersihkan semua kotoran yang ada di tubuhmu"
Alice pun menuntun Alina ke dalam kamar gadis itu. Dengan cepat, Alice membersihkan dan juga mengganti pakaian Alina dengan pakaian bersih.
Setelah menyuruh Alina jangan bersuara dan membuat suara sekecil apa pun, Alice baru berjalan keluar dari kamar. Bertepatan dengan Alice yang selesai mengunci kamar Alina, sosok pekerja Ziel juga muncul di ambang pintu samping rumah mereka.
"Adam, ada apa kamu masih berada disini? Aku kira kamu sudah pulang ke rumahmu sedari tadi" tanya Alice, memasang wajah terkejut dan berpura-bura tak tahu.
"Ah, maafkan aku nyonya Alice. Tapi sedari tadi aku memag belum pulang, dan berada di depan halaman rumah nyonya"
"Kenapa belum pulang? Apakah ada barang milikmu yang kamu lupakan? Kalau ada, coba beritahu aku, siapa tahu aku bisa membantu untuk mencarikannya"
"Sebenarnya memang ada yang aku lupakan, nyonya. Itu adalah keranjang buah diatas meja, samping kamar itu"
"Ah ini? Silakan" jawan Alice, berbaik hati mengambil keranjang yang dimaksudkan dan memberikannya pada Adam.
"Terima kasih nyonya"
"Sama-sama Adam. Apakah masih ada yanb lain lagi, yang juga tak sengaja kamu lupakan di rumahku?"
"Sebenarnya tadi aku menyuruh Albert untuk mengambil keranjang buah ini, tapi entah mengapa anak itu menjadi sangat lama. Itu mengapa aku terpaksa harus mengikutinya, apa nyonya melihat Albert?"
"Albert? Aku tida melihatnya sejak tadi, Adam. Saat aku ke ruangan ini, tidak ada satu orang pun yanh berada disini. Apa mungkin dia pergi ke tempat lain?" tanya Alice, mencoba mengalihkan pikiran pria itu.
"Kalau begitu, apakah tuan Wim tidak melihat Albert sedari tadi?"
Alice yang tak menyangka kalau Adam juga akan bertanya pada sang suami, hanya bisa meremas kedua telapak tangannya dengan perasaan cemas dan takut.
Ia takut kalau Wim akan memberitahu Adam mengenai semua yang baru saja terjadi di ruangan itu. Alice semakin gelisah, saat Wim tak kunjung membuka mulutnya"
"Tuan?" panggil Adam sekali lagi.
"Ah, maaf. Sepertinya baru saja pikiranku terbang entah kemana. Tadi kamu bertanya apakah aku melihat sosok Albert? Aku rasa tidak, karna aku saja bari keluar dari kamar sehabis menidurkan Alana"
"Kalau tuan dan nyonya tidak melihatnya, dan Alana juga sedang tertidur, lalu kemana anak nakal itu pergi? Astaga, dia benar-benar menyusahkanku!" gerutu Adam dengan kesal.
"Aku curiganya, dia sudah pukang duluan karna ingin berlomba siapa yang lebih cepat sampai di rumah. Kamu kan tahu sendiri bagaimama jahilnya anak itu"
"Benar juga kata tuan. Kalau begitu, aku akan pulang dan melihat apakah dia sudah duluan berada disana atau tidak. Jika nyonya dan tuan melihatnya, tolong untuk menyuruhnya cepat pulang"
"Hahaha, baiklah Adam. Akan aku ingat dan lakukan sesuai dengan apa yang telah kamu katakan barusan" jawab Alice cepat.
"Terima kasih nyonya, tuan. Kalau begitu saya pamit pulang dulu"
Setelah memastikan Adam telah benar-benar pergi dari rumah mereka, Alice pun baru bisa bernafas dengan lega. Wanita itu langsung menjatuhkan tubuhnya, ke atas salah satu kursi yang berada dekat dengannya.
"Aku tidak menyangka ternyata kamu juga bisa menjadi selicik itu, demi untuk menutupi pembunuhan yang dilakukan anakmu" sindir Wim, masih terlihat marah.
"Diamlah Wim. Itu semua aku lakukan karna terpaksa, tidak mungkin aku dengan tega membiarkan Alina ditangkap oleh Adam. Dia hanyalah seorang anak kecil yang belum bisa mengerti apa yang dilakukannya, tidak seharusnya kita menghukumnya sekeras itu"
"Hebat sekali ucapanmu itu, hebat sekali Alice! Kamu bilang dia hanyalah seorang anak kecil, tapi buktinya dia sanggup membunuh anak yang seumurannya dengan sangat baik"
"Aku cape Wim, aku sedang tidak ingin bertengkar atau berdebat denganmu lagi"
Melihat sosok Alice yang mengabaikannya, Wim pun berjalan ke atah kamar mandi tempat mayat Albert berada, dan membuka pintunya lebar-lebar.
Mereka berdua tidak melihat, bahwa sosok Alana yang baru saja terbangun dari tidur, sedang berjalan menuju ke arah tempat keduanya berada.
"Lihatlah! Semua ini sampai terjadi, karna keegoisanmu untuk tetap mempertahankan anak terkutuk itu!"
"Apa yang kamu lakukan Wim, kenapa kamu membuka pintu itu lagi? Bagaimana jika ada seseorang yang sampai melihat mayat bocah pria itu? Cepag tutup kembali!" pinta Alice, menjadi sedikit cemas.
"Biarkan saja mereka melihatnya, supaya anak itu juga bisa dibawa pergi atau sekalian dimusnahkan karna sudah membunuh anak orang lain di negara ini!"
"Apa-apaan kamu!"
Dengan cepat Alice bergegas ke arah Wim, dan terjadilah baku rebut diantara keduanya. Alice yang ingin memasukkan kembali jasad Albert ke dalam kamar mandi, dan Wim yang ingik jasad itu tetap berada di luar supaya bisa terlihat jelas oleh orang lain.
Alana yang baru saja sampai di ruangan itu pun menjadi penasaran akan apa yang sedang dilakukan kedua orang tuanya. Tanpa menaruh curiga sedikit pun, Alana melihat ke dalam kamar mandi.
Seketika tubuh gadis kecil itu langsung jatuh terduduk dilantai dengan ekspresi ingin muntah, karna melihat jasad teman baiknya berada di dalam sana.
"A_ayah, i_ibu, ke_kenapa Albert bisa ada di dalam kamar mandi kita? Da_dan lagi, kenapa dia terlihat seperti mayat?"
"ALANA!" seru kedua suami istri itu kaget, saat menyadari sang putrinya kini telah melihat apa yang seharusnya tidak dilihatnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Addyu
lanjut, penasaran, apa nanti Alina sama Alana bakalan punya hubungan yang baik? atau akhirnya bermusuhan,
2022-10-23
0
Addyu
ih kesel, padahal kan dia yang ajarin yah, greget
2022-10-23
0