AYU melirik Maya yang sedang dimarahi oleh Ibu. Beberapa tetangga membantu untuk membereskan rumah yang sudah di dekorasi sedemikian rupa demi pernikahan yang batal kemarin.
Ia berjalan ke kamar melihat seorang pria yang sudah berganti pakaian sedang terbujur tidak sadarkan diri disana. Ayu membawa air di dalam baskom kecil serta handuk basah untuk membersihkan tubuh pria itu.
"Gimana Ayu keadaannya? Belum sadar juga ya?" Seorang pria yang sering dipanggil mas Dhany itu datang membawa peralatan medisnya. Ia adalah satu-satunya perawat yang ada di desa ini, mas Dhany banyak membantu perkara pria ini, ia juga yang membersihkan dan menggantikan pakaiannya kemarin.
"Belum mas, padahal ini udah sore." Jawab Ayu mulai cemas, ia sudah selesai membasuh badan pria itu sehingga sekarang jauh terlihat lebih segar.
Mas Dhany mendekat dan kembali memeriksanya.
"Aku tinggal dulu ya Mas, banyak yang harus diberesin diluar..."
Mas Dhany hanya mengangguk, sebenarnya ia ingin menanyakan tentang pernikahannya kemarin yang tiba-tiba batal, namun ia urungkan karna ia tidak ingin membuat Ayu merasa tidak nyaman.
Ayu berjalan keluar meletakkan baskom kecilnya dan membereskan beberapa piring yang tersisa banyak karna pesta pernikahan kemarin. Karna pernikahannya dibatalkan banyak sekali makanan yang tersisa, jadi beberapa diantaranya keluarga Ayu membagikannya secara cuma-cuma kepada seluruh tetangga.
Saat hendak meninggalkan dapur, ia menghentikan langkah kakinya saat mendengar seseorang menyebut namanya dengan bisik-bisik.
"Tau sendiri Jeng, si Ayu kan cantik gitu, siapa sih yang nggak mau?"
"Heran aja kok bisa-bisanya dia kabur di acara pernikahannya sendiri, pulang-pulang bawa cowok lain. Aduuuh..." ucap salah satu Ibu-ibu itu menggelengkan kepala tidak percaya.
"Tapi kata si Andini tuh, Ibunya Ayu, cowok itu emang ditemuin kecelakaan di hutan, Jeng!"
"Ngapain berdua di hutan gitu, kalo nggak selingkuhan atau mantannya..." timpal Ibu itu lagi tidak ingin percaya.
"Ayu nggak pernah pacaran, Jeng! Kemarin itu—" Ayu berdehem sebelum Ibu itu sempat menyelesaikan kalimatnya, mereka tersigap kaget melihat kedatangan gadis yang baru saja mereka bicarakan.
"Saya mau ambil minum, permisi ya, Bu!" Ayu berjalan mengambil gelas air dan meminumnya dengan cepat, ia hendak pergi namun sebelum itu, ia ingin mengatakan sesuatu. "Oiya, saya cuman mau kasih tau kalau kaya gitu caranya rumor dan fitnah gampang tersebar. Karna nggak pernah tanya sama narasumbernya dan langsung membuat opini sendiri yang belum tentu kebenarannya..." Ayu segera pergi.
"Dia ngomong apa sih, Jeng?"
...\~oOo\~...
"Ayu, sini! Mbak mau ngomong!" Maya menyeret tangan Ayu membawanya ke kamarnya yang sepi.
Ayu seketika itu menghempaskan genggaman tangan Maya, ia masih kesal saja karna kejadian kemarin.
"Gara-gara kamu mbak jadi dimarahin sama Ibu!" Maya menunjuk-nunjuk ke arah Ayu dengan kesal.
"Mbak nggak akan dimarahin Ibu kalau nggak bertindak sejauh ini..."
"Ngerti apa kamu sama masalah orang dewasa?! Nurut aja susah sih?"
Ayu enggan bertengkar dengan Maya, melihat wajahnya saja untuk saat ini membuat Ayu sangat muak. Ia harus menjadi gadis baik dan penurut selama ini, namun jika kebaikan hatinya selalu dimanfaatkan seperti ini lalu apa gunanya?
Seseorang mengetuk pintu kamar Maya, ia segera membukanya dengan terpaksa padahal Ayu pun tahu sebenarnya ia masih ingin mengomeli adiknya.
Ada mas Dhany berdiri disana, dia melihat Ayu sekilas namun kembali melihat Maya.
"Maya, pria yang pingsan kemarin bisa tolong dijaga dulu? Aku mau pulang dan ke kota sebentar buat cari obat..."
"Aduh! Merepotkan aja sih!" Gerutu Maya, "kamu juga aneh-aneh! Ngapain sih nambah masalah sama bawa anak orang kesini?!"
"Biar aku aja mas yang jaga..." ucap Ayu tidak ingin berdebat, ia lalu melewati Maya dan segera pergi. Tentu saja, mana mau Maya repot-repot meluangkan waktunya untuk orang lain jika itu tidak ada manfaat untuk dirinya sendiri.
Ibu sendiri tidak masalah jika harus menampung keberadaan pria tersebut, ia juga lebih manusiawi dibanding dengan Maya.
Ayu duduk di samping pria yang masih terbaring itu, dia melihat sekotak kubus kecil yang ada di atas meja. Mas Dhany bilang, ia menemukan ini di kantong si pria saat menggantikan pakaiannya.
Ayu yang penasaran sedikit memberanikan diri untuk membukanya, perlahan ia melihat dua pasang cincin cantik yang masih utuh disana. Salah satu bertuliskan "SABILA" dan cincin lainnya bertuliskan "ARS..." dibalik punggung cincin tersebut. Ayu mengerutkan kening karna beberapa huruf lainnya seperti tergores, seperti pria ini memang sengaja untuk menghapus namanya.
Seketika itu pula Ayu memandangi pria di hadapannya, "Ars? Apa itu namamu?" Dia kembali memandangi cincin dan pria yang di panggilnya "Ars", menatapnya penuh rasa iba, ia ingat saat itu Arshaka masih mengenakan jas pernikahannya disaat ia ditemukan tak berdaya. "Apa yang terjadi di pernikahanmu?" Tanpa sadar Ayu menanyakan hal aneh tersebut.
Beberapa menit berlalu, Arshaka merintih seperti meminta perhatian Ayu. "Hei, apa kamu sudah sadar?"
Ia masih merintih kesulitan untuk bicara, badannya juga masih terasa sakit.
"Tunggu sebentar!" Ayu buru-buru menelpon mas Dhany, berharap ia masih di rumah dan belum pergi ke kota. Ia mondar-mandir gelisah saat kemudian Ibu datang penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ada apa?" Tanya Ibu khawatir.
"Orang itu, sepertinya sudah sadar. Aku menelpon mas Dhany tapi belum juga diangkat!" Ayu masih berusaha menelpon yang hanya tersambung dengan nada dering saja, ia tanpa sadar menggigiti kuku jarinya.
"Kamu jaga orang itu, Ibu sekarang ke rumah Dhany. Kamu tunggu disini!" Saran Ibu kemudian segera meraih jaketnya dan pergi.
Ayu hanya mengangguk dan berlari ke kamar lagi. Melihat keadaan Arshaka yang masih merintih kesakitan. Ia berusaha menenangkan sebisa mungkin dan kemudian Arshaka membuka matanya perlahan.
Hal pertama yang ia lihat adalah mata Ayu yang sangat indah, rambut hitam panjang yang menawan dan senyum kecilnya yang cantik, ia tak mengerti kenapa wanita di hadapannya ini tampak ketakutan namun juga berusaha ingin terlihat ramah. Siapa dia?
"Kamu tidak apa-apa?" Suara Ayu terdengar lebih lembut dari dugaan Arshaka sebelumnya.
"K-kam.. ka..mu..." ia berusaha mengatakan sesuatu walaupun itu sulit. Bibirnya masih kaku untuk bergerak.
"Jangan dipaksa, sebentar lagi akan ada perawat yang datang jadi tenang saja, oke!"
Namun Arshaka tak ingin menyerah, ia masih penasaran, "ka...mu... s-sia..pa?"
"Namaku Ayu, siapa namamu?"
"A-yu? Can..tik.." kalimatnya membuat Ayu tersenyum tanpa sadar, telinganya kini memerah, "ak..u? aku?" Pria itu berpikir keras berusaha mengingat siapa namanya. "Aku t-tidak ta..u..."
Ayu mengerutkan kening, "apa namamu Ars?"
"Ars? Si..apa? Aku? Na..maku Ars? A-aku tidak ingat apa..pun.."
Dhany kemudian datang bersama dengan Ibu, ia buru-buru memeriksa keadaan Arshaka tanpa sempat bertanya pada Ayu.
"Mas Dhany," panggil Ayu saat Dhany tiba-tiba membuka kaos Arshaka ke atas untuk menempelkan stetoskop pada dada Arshaka, Ayu memalingkan muka, "dia bilang dia tidak ingat apapun..."
Dhany kembali menutup kaos Arshaka, kemudian menghela napas lega. "Maaf, aku terlalu panik. Apa kamu masih merasa sakit sekarang?" Tanyanya pada Arshaka.
"Se..dikit..."
Lalu Dhany kembali memperhatikan Ayu yang berdiri disana, "aku sudah memberinya obat penghilang rasa sakit, apa dia menyebutkan namanya?"
Ayu menggeleng pelan, sedangkan Dhany melihat Arshaka sekilas.
"Kita bisa tunggu sampai 24 jam, jika masih belum membuahkan hasil kita harus membawanya ke rumah sakit di kota..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Meiliani Pelangi
menarik thor ceritanya!
2022-11-20
0
AnnaMalik
kaget, kirain terbujur kaku 🤧
2022-11-05
0