**Ronald tidak menyerah begitu saja, dari jarak satu meter di belakang Azzah. Ia mengikuti Azzah, merasa peka dengan posisi Ronald yang membuntutinya. Azzah mendorong sepeda sambil tersenyum samar.
Dua puluh menit Azzah sampai di depan rumahnya, dan disambut oleh Umi.
"Azzah ... kenapa berangkat pake sepeda, kok pulang sepedanya kamu tuntun sayang?" tanya Umi heran.
"Tadi ada sedikit masalah kecil Umi, Azzah hampir bablas ke sawah yang baru di bajak petani, ini sepeda remnya blong Umi," jawab Azzah
"Tapi kamu nggak kenapa - kenapa, kan Zah." Umi memutar badan Azzah untuk mengecek kondisi Azzah barang kali ada luka atau lecet.
"Alhamdulillah Umi, Azzah baik - baik saja," ucap Azzah
"Yang penting lain kali Azzah lebih hati - hati, Ayok, Nak masuk, urusan sepeda Umi nanti bilang ke Kakakmu," ujar Umi.
Umi Fatma melihat Ronald dari kejauhan. Ronald menunduk kepala seperti sedang menyapa Umi, sementara hal itu disadari Umi dengan balik menunduk sopan.
🍁🍁🍁
Satu tahun berlalu.
Azzah bertambah cantik. Ia mulai pandai merawat diri dan terlihat lebih dewasa secara penampilan maupun sikap.
Selama kurun waktu tersebut. Tak serta merta Ronald memutuskan koneksi dengan Azzah, sesering mungkin Ronald menelpon untuk sekedar menanyakan kesehatan Azzah, Azzah sedang apa, dan sudah makan atau belum.
Azzah malu ketika Ronald meminta video call, karena itu Azzah kadang risih. Ia memilih komunikasi lebih banyak chatting dan pesan suara.
Terpisah antara jarak kota dengan pedesaan. Susah sinyal acap kali Azzah dapati, saat habis turun hujan.
[ Azzah ]
[ Dalem ]
[ Gimana kabar kamu sekeluarga, sehat? ]
[ Alhamdulillah Abah, Umi, Kak Mirza semua sehat ]
[ Sudah makan ? ]
[ Sudah, tuan Ronald ]
[ Jangan panggil Tuan, kesannya saya tua banget ]
Azzah jeda untuk membalas pesan Ronald. Azzah sedikit tahu maksud dari teks singkat Ronald. Walaupun dari desa, Azzah paham tabiat lelaki yang sedang berusaha untuk melakukan pendekatan dengannya.
[ Azzah lebih muda dari tuan Ronald, tidak etis kalau Azzah panggil nama saja ]
Bak petir menggelegar yang menyambar hati Ronald, perkataan Azzah memang ada benarnya, Tapi bukankah Ronald masih tampan di usia kepala tiga.
[ Zah, besok saya berniat ke rumahmu, silaturahmi, saya juga kangen sama udara segar di pedesaan ]
[ Iya Tuan, nanti Azzah kasih tahu ke Abah sama Umi ]
[ Saya rindu teh buatan kamu ]
[ Terimakasih ]
Tanpa Azzah tahu Ronald berniat meminta restu untuk yang ke dua kalinya. Dulu secara gamblang lamaran Ronald sempat ditolak Abah. Karena Azzah masih terbilang muda, sekarang dengan memantapkan hati, Ronald ingin meminang daun muda itu.
Pagi hari
Mengingat Ronald akan datang lagi mengunjungi rumahnya. Umi Fatma dan Azzah menyiapkan hidangan lontong dengan sayur gulai nangka dan rendang.
"Umi tuan Ronald katanya sudah sampe di depan gapura desa, sepuluh menit lagi sampai," kata Azzah
"Iya sudah Azzah bikin teh anget, yang pas sayang jangan kemanisan, kasihan Abah mu," ujar Umi
"Hehe ... Kan yang bikin sudah manis," tandas Azzah
"Hm." Umi geleng kepala
"Nak habis itu kamu ganti baju, pakai baju gamis yang baru tiga hari Umi belikan buat kamu sayang," kata Umi
Azzah mengernyit, ada apa dengan Umi nya. Tidak biasanya meminta Azzah menyambut tamu dengan seheboh ini.
Setelah membuat Teh manis, Azzah bergegas mengganti pakaian. Azzah membalut tubuh dengan gamis soft semu pink dengan corak polos, Tak lupa jilbab senada panjangnya sampai menutupi pinggang.
Azzah hanya memoles bedak tipis, sedangkan Ia membiarkan bibir alami merah muda dan alis tebal tanpa tambahan apapun. Tampil ala kadarnya, Azzah cukup membius mata. Apalagi senyuman manis yang terukir di wajah Azzah membuat pesona tersendiri seorang putri Abah Akbar.
"Assalamualaikum," salam Ronald mengetuk pintu depan rumah**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments