Waktu berganti begitu cepat. Tak terasa sudah hampir dua bulan Yuri bekerja sebagai perawat bayi untuk pasangan Pandu dan Tamara. Dan selama itu pula, ada sedikit kedamaian mulai bisa dirasakan oleh Yuri. Meski hanya menjadi seorang baby sitter, tetapi Yuri merasa nyaman ada di keluarga itu. Baik Pandu maupun Tamara, selalu bersikap baik dan sangat menghargainya.
Kehadiran bayi mungil yang oleh Pandu dan Tamara diberi nama Alicia, juga mampu mengusir semua rasa kesepian yang dirasakan Yuri selama ini. Sehingga, dia bisa mencurahkan kasih sayang sepenuhnya untuk merawat bayi itu.
***
Hari sudah menjelang malam ketika Pandu pulang dari bekerja. Hari itu dia cukup banyak kesibukan di toko miliknya, sehingga dia pulang agak terlambat.
Pandu adalah seorang yang bisa dibilang cukup sukses dalam usahanya sebagai pemilik sebuah toko elektronik di kota itu. Meski tidak tergolong orang yang kaya raya, namun kehidupan mereka selama ini memang serba berkecukupan. Ditambah lagi, Tamara istrinya, juga bekerja di sebuah perusahaan asing sebagai sales and marketing. Semua itu membuat perekonomian keluarga kecil itu sangat tercukupi.
Dengan sebuah senyum di bibirnya, Pandu masuk ke dalam rumahnya. Semenjak memiliki seorang bayi, perasaan bahagia selalu dia rasakan ketika tiba di rumah dan disambut tangisan imut dari bayi mungilnya.
"Selamat malam, Pak Pandu," sapa Yuri ketika dia tiba di ruang tengah. Tentu saja Yuri lah orang yang pertama kali menyambutnya, karena setelah memiliki seorang bayi, Tamara sangat jarang menyambutnya ketika dia pulang dari bekerja. Pandu juga sangat bisa memakluminya. Saat ini bayi itu adalah prioritas dan Pandu tidak pernah protes apabila istrinya lebih banyak memperhatikan buah hati mereka, ketimbang dirinya.
"Malam, Yuri. Apa Chia sudah tidur?" Pandu membalas ramah sapaan Yuri, seraya menanyakan tentang putri kecilnya yang biasa dia panggil 'Chia'. Bayi itu terlihat tenang dalam gendongan Yuri.
"Sudah, Pak. Bu Tamara baru saja habis menyusuinya dan Chia langsung tertidur. Sebentar lagi akan saya bawa Chia ke kamar," sahut Yuri.
"Hallo Baby Chia, Papa kangen kamu, Sayang." Pandu mendekati Yuri dan menyentuh gemas wajah imut bayinya yang sudah terlelap di gendongan Yuri. Pandu menjulurkan tangannya, dia sangat ingin menggendong bayi itu, walau hanya sebentar saja.
"Jangan, Pak! Pak Pandu baru pulang kerja. Sebaiknya bapak mandi dan ganti pakaiannya dulu, setelah itu baru bapak boleh gendong Chia. Saya takut bapak bawa virus dari luar sana," cegah Yuri dengan setengah bergurau. Dia memang selalu melarang Pandu mendekati bayinya ketika baru datang dari luar rumah. Takut kalau-kalau ada virus serta kuman penyakit yang bisa saja terbawa olehnya dari luar dan itu tentunya bisa berakibat kurang baik bagi kesehatan bayinya.
"Hmm ... baiklah," sungut Pandu sedikit kecewa. Namun, dia sangat memaklumi sikap protected Yuri, semua itu dilakukan Yuri, semata demi kesehatan putri kecilnya.
"Oh ya ... Tamara dimana?" sambung Pandu, menanyakan keberadaan istrinya.
"Bu Tamara ada di kamar, Pak. Mungkin sedang mandi, karena sedari tadi sibuk mengurus Chia."
Pandu hanya mengangguk dan bergegas menuju kamarnya. Dia juga ingin segera mandi dan berganti pakaian agar bisa bersama bayinya.
Tiba di kamar, Pandu tersenyum lebar karena mendapati istrinya sudah selesai mandi. Wangi sabun masih tercium dari tubuh Tamara, yang membuat Pandu tergoda untuk segera mendekati istri tercintanya. Ditambah lagi, saat itu Tamara terlihat berdiri di depan cermin hias, dengan hanya mengenakan selembar handuk untuk menutupi tubuh seksinya.
"Maafkan, hari ini aku pulang sedikit terlambat, Sayang." Pandu memeluk pinggang istrinya dari belakang serta menyelipkan wajahnya di antara wajah dan pundak Tamara sambil memberi sebuah kecupan di pipi istrinya itu.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku sangat paham akan kesibukanmu," balas Tamara dengan senyuman indah yang selalu menghiasi wajah cantiknya, serta menatap bayangan mereka berdua di balik pantulan cermin.
"Chia sudah tidur dan Yuri melarangku menggendongnya. Dia bilang sebelum aku mandi dan ganti baju, aku belum boleh menyentuhnya," ungkap Pandu berkeluh kesah kepada istrinya.
"Yuri benar, Mas. Chia itu masih bayi dan masih sangat sensitif, kita kan tidak pernah tahu, bisa saja dari luar sana kamu bawa kuman penyakit." Tamara ikut mendukung Yuri.
"Aahh, kamu dan Yuri sama saja. Terlalu over-protected." Pandu kembali bersungut.
Tamara terkekeh kecil. "Makanya buruan mandi gih!" perintahnya seraya berusaha melepaskan tangan Pandu yang masih melingkar erat di pinggangnya.
"Nggak mau. Aku malas mandi." Pandu sama sekali tidak ingin melepaskan tangannya. "Aku kangen, Sayang," bisiknya genit di telinga Tamara, serta memberi kecupan mesra di sana.
"Sayang, bukankah masa nifas kamu sudah selesai? Apa aku sudah boleh menuntut kewajibanmu lagi sebagai istriku." Pandu kembali berbisik.
Sudah beberapa bulan lamanya dia menahan kerinduan dan semua rasa terhadap istrinya. Semenjak Tamara hamil tua hingga empat puluh lima hari setelah melahirkan, Pandu harus berpuasa. Tentu saja dia sudah tidak sabar untuk mendapatkan nafkah batin lagi dari istrinya.
"Iihh, kamu ini, Mas. Buruan mandi sana. Aku nggak mau melayani kamu kalau badan kamu masih bau keringat!" Tamara mencubit tangan Pandu, sehingga Pandu pun melepaskan pelukannya.
"Baiklah, Sayang. Tapi kamu harus janji ya! Aku tidak ingin malam ini kamu menolakku lagi seperti kemarin-kemarin," harap Pandu. Memang sudah beberapa hari ini Pandu selalu meminta haknya dari Tamara, tetapi Tamara selalu menolak dan mengatakan bahwa dia belum siap melakukan kewajibannya, karena masih merasa trauma dengan proses persalinan sebelumnya. Apalagi di minggu awal pasca melahirkan, Tamara sempat mengalami baby blues syndrome, sehingga Pandu tidak pernah ingin memaksakan keinginannya terhadap istrinya itu.
Tanpa berniat menunda waktu, Pandu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya.
Keluar dari kamar mandi, Pandu hanya menghela nafas pelan dan langsung memasang wajah masam. Istrinya sudah tidak ada lagi di kamar itu, Pandu langsung bisa menebak kalau Tamara sudah pasti sengaja menghindar darinya serta mencari cara agar tidak perlu melayaninya malam itu.
Meskipun harus menahan segala keinginannya, Pandu tetap berusaha memaklumi sikap istrinya yang seketika berubah dingin setelah kelahiran bayi mereka. Pandu tahu, perubahan psikologis Tamara terjadi karena kini ada anggota keluarga baru di tengah mereka. Semua itu memaksanya bersabar dan menerima semua perubahan sikap istrinya.
"Aku akan menemui bayiku, pasti Tamara sedang bersamanya." Pandu berusaha mengalihkan semua rasa kecewanya.
Setelah memakai pakaiannya, dia segera keluar dari kamarnya.
"Mas Pandu, ayo kita makan dulu!" Terdengar Tamara memanggilnya ketika dia sudah ada di luar kamar dan Pandu bergegas menghampiri istrinya di ruang makan.
Sebuah senyum terkembang di bibirnya kala melihat aneka makanan lezat sudah tersaji di meja makan.
"Wah ini semua makanan kesukaanku," seru Pandu merasa senang karena baru pertama kali istrinya menyiapkan makan malam yang cukup istimewa untuk mereka.
"Iya, Mas." Tamara hanya tersenyum kecil dan segera menyiapkan piring untuk suaminya.
"Makan yang banyak, Mas. Semua makanan ini khusus buat kamu." Tamara mengisi penuh piring Pandu dengan berbagai jenis makanan dan tanpa banyak bicara, Pandu makan dengan lahapnya. Tamara juga ikut makan menemani suaminya, dan semua itu, cukup mengurangi kekecewaan Pandu sebelumnya.
"Terima kasih, Sayang. Masakanmu sangat lezat," puji Pandu setelah menghabiskan semua makanan di piringnya.
"Bukan masakanku, Mas. Ini semua Yuri yang mempersiapkan," ucap Tamara datar. Dia merasa tidak pantas menerima pujian dari suaminya karena kenyataanya, Yuri lah yang sudah mempersiapkan semua masakan itu.
"Ehm ... pantas saja masakannya sangat enak. Yuri memang piawai dalam segala hal. Dia cekatan merawat bayi dan dia juga pandai memasak." Pandu tersenyum, tanpa sadar dia memuji semua hal istimewa yang dimiliki wanita yang menjadi baby sitternya itu.
Tamara hanya memasang wajah datar. Dia sama sekali tidak merasa iri ataupun cemburu terhadap Yuri. Dalam pikirannya, Yuri tidaklah selevel dengannya. Mereka memiliki pemikiran yang jauh berbeda. Tamara lebih mengutamakan kecerdasan serta karirnya. Sehingga, mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga juga bukan hal yang terpenting baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Diana Susanti
benar juga,,,,tapi kebanyakan kalau istri bersikap seperti itu salah,,, istri harus bisa semuanya
2022-10-18
1
Pemenang YAWW 9 😴🤕
hati hati kamu Tamara ...🤔🙄😏
2022-10-17
2
Don't Ask Myname
makin menarik nih. konflik di rumah tangga pandu mulai muncul.
lanjut trs kak...
2022-10-17
1